Hacker Curi Aset Kripto Rp 28,15 Triliun, Ini Biang Keroknya
Jakarta, CNBC Indonesia - Lembaga riset Chainalysis memperkirakan aksi peretasan mencuri aset kripto bernilai sekitar US$1,9 miliar (sekitar Rp 28,15 triliun) sepanjang Januari-Juli 2022. Alasan lonjakan peretasan adalah penggunaan protokol DeFi.
Menurut Chainalysis, pencurian nilai aset kripto berbentuk koin atau token cryptocurrency lainnya oleh hacker melonjak 60% dibanding periode yang sama pada 2021. Pada Januari-Juli 2021, peretas mencuri aset kripto senilai US$1,2 miliar.
Aksi hacker juga diperkirakan tidak surut. Pada Agustus 2022, sudah ada dua insiden hacking besar yaitu pencurian jembatan lintas-blockchain Nomad senilai US$190 juta dan peretasa dompet Solana bernilai total US$5 juta.
Penyebab utama lonjakan pencurian aset kripto lewat hacking, menurut Chainalysis adalah tren pencurian dana yang disimpan dengan protokol DeFi.
Badan riset tersebut menjelaskan bahwa protokol DeFi sangat rentan terhadap peretasan, karena kode sumber terbukanya bisa dipelajari oleh penjahat siber yang mencari celah.
Karakternya yang terbuka, membuat protokol DeFi populer bagi perusahaan yang ingin buru-buru meluncurkan produknya ke pasar. Hal ini menambah risiko baru yaitu potensi produk meluncur di pasar tanpa uji keamanan yang menyeluruh.
Selain itu, Chainalysis menyatakan sebagian besar dana yang dicuri dari protokol DeFi terkait dengan Korea Utara, terutama tim peretas elit Grup Lazarus. Menurut riset, kelompok peretas terafiliasi negara yang dipimpin oleh Kim Jong Un telah mencuri US$1 miliar dalam bentuk mata uang kripto dari protokol DeFi.
Pasar kripto yang sedang tertekan, juga tidak membuat aktivitas peretasan surut. Selama aset di protokol DeFi dan layanan lainnya masih punya nilai dan rentan peretasan, penjahat siber pasti berusaha untuk mencurinya.
Chainalysis menyarankan agar pelaku industri kripto meningkatkan sistem keamanan platformnya dan mengedukasi konsumen/investor cara membedakan proyek kripto yang aman sebagai tempat investasi.
Sementara itu, penegak hukum disarankan untuk terus mengembangkan kemampuan untuk melacak pergerakan aset kripto di sepanjang rantai blockchain sehingga aksi pencurian kripto tidak lagi menarik bagi peretas.
(dem)