
Startup Mentereng yang Ternyata Rugi Segambreng dan Tutup

Jakarta, CNBC Indonesia - Banyak startup yang bernasib kurang baik beberapa waktu terakhir. Beberapa di antaranya bahkan harus melakukan pemutusan hubungan kerja atau (PHK), ini berlaku di beberapa negara dunia, termasuk Indonesia.
Juru Bicara Kementerian Komunikasi dan Informatika Dedy Permadi mengatakan startup Indonesia mengalami kegagalan karena faktor manajerial. Seperti kurangnya pengalamna dan visi jelas dari para pendirinya.
Dedy, mengutip Laporan Failory, menyatakan kegagalan startup juga karena kurangnya fokus pada menjalankan bisnis juga menjadi penyebab gagalnya startup di Indonesia.
"Selain itu, menurut laporan dari CB Insights dua alasan utama startup mengalami kegagalan adalah karena kehabisan dana [ran out of cash] dan tidak adanya kebutuhan pasar [no market need]," ujar Dedy saat dihubungi CNBC Indonesia, baru-baru ini.
Sementara itu 4 startup yang berakhir di Indonesia, dirangkum CNBC Indonesia berbagai sumber:
1. Airy Rooms
Pandemi Covid-19 membuat banyak startup berhenti beroperasi. Termasuk bisnis hotel agregator Airy Rooms yang resmi menghentikan operasionalnya per 31 Mei 2020.
CEO Airy Rooms Indonesia, Louis Alfonso Kadoatie mengatakan penghentian semua kegiatan operasional perusahaan dilakukan dengan mempertimbangkan banyak hal termasuk kondisi pasar yang nyaris tumbang akibat pandemi Covid-19.
2. Stoqo
Startup menjual sembako secara online untuk bisnis kuliner, Stoqo menutup layanannya pada 2020. Perusahaan ini memasok bahan makanan segar seperti cabai, telur, hingga ampas kopi ke gerai makanan atau restoran.
Tak pelak, pandemi Covid-19 membatasi ruang usaha juga membuat bisnis Stoqo terganggu. Startup itu terakhir melayani pelanggan pada 22 April 2020.
Manajemen mengumpulkan karyawan sehari sebelum menutup operasionalnya. Mereka mengumumkan soal penghentian operasional Stoqo. Perusahaan juga mengumumkan penghentian operasional diumumkan Stoqo dalam website perusahaan.
"Dengan berat hati, kami mengumumkan bahwa STOQO telah berhenti beroperasi," tulis perusahaan.
3. Qlapa
Qlapa tutup operasionalnya pada 2019 lalu setelah empat tahun beroperasi. Startup itu tidak mampu bersaing dengan e-commerce lain seperti Tokopedia dan Bukalapak Cs.
"Hampir 4 tahun yang lalu, kami memulai Qlapa dengan misi memberdayakan perajin lokal. Banyak pasang surut yang kami alami dalam perjalanan yang luar biasa ini. Kami sangat berterima kasih atas semua tanggapan positif dari para penjual, pelanggan, dan media. Dukungan yang kami terima sangat luar biasa dan membesarkan hati," tulis manajemen Qlapa merilis pernyataan di situs resminya.
4. Sorabel
Sorabel, startup e-commerce fesyen, menghentikan operasional tanggal 30 Juli 2020. Dalam surat pemimpin ke karyawannya, dijelaskan bahwa perusahaan melakukan usaha terbaik menyelamatkan perusahaan namun akhirnya harus menjalani jalur likuidasi.
"Oleh karena proses likuidasi yang ditempuh, hubungan kerja harus berakhir di tahap ini untuk semua orang tanpa terkecuali, tepatnya efektif di tanggal 30 Juli 2020. Saya yakin tidak ada satunya pun orang yang berharap hal ini untuk terjadi," tulis surat itu.
Dilaporkan, penutupan itu karena Sorable kehabisan modal. Selain itu juga kesulitan menggalang pendanaan baru di tengah pandemi.
(npb)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Tsunami PHK, Segini Pegawai Startup yang Jadi Korban 2022