Uang Kertas dan Koin Semakin Ditinggalkan, Ini Buktinya!
Jakarta, CNBC Indonesia - Perkembangan teknologi yang makin pesat, termasuk pada 2021, membuat penggunaan uang kertas dan koin semakin berkurang. Ini karena penggunaan dompet digital, QRIS, hingga rencana pembuatan rupiah digital.
Bank Indonesia (BI) melaporkan pertumbuhan signifikan transaksi uang elektronik. Per November 2021 mencapai Rp 31,3 triliun atau tumbuh 61,82%.
Sementara nilai transaksi pada digital banking tumbuh 47,08% atau mencapai Rp 3.877,3 triliun. "Nilai transaksi pembayaran menggunakan kartu ATM, kartu debit, dan kartu kredit juga mengalami pertumbuhan 8,39% (yoy) menjadi Rp 674,9 triliun," jelas Gubernur Bank Indonesia (BI) Perry Warjiyo belum lama ini.
Sementara itu sistem pembayaran menggunakan QR Code QRIS juga mengalami tren positif. Deputi Gubernur BI, Sugeng mengatakan volumenya sejak awal tahun hingga saat ini atau year to date mencapai 316 juta transaksi dan mencapai Rp 23 triliun (year to date).
Penggunaan QRIS di masa depan juga tak hanya untuk membeli di merchant saja. Namun juga akan berkembang, Sugeng mengatakan akan mempermudah saat masyarakat membayar pajak.
Penggunaanya juga akan terus digencarkan di pasar tradisional dan pusat perbelanjaan. "Di Maluku hingga Aceh ke depan akan kita kembangkan untuk membantu transaksi golongan kelas menengah atas, review besarannya untuk bermanfaat pada kegiatan konsumsi dan leisure kelas menengah atas," kata Sugeng.
Perkembangan digital juga menyentuh mata uang, setelah sepanjang tahun ini banyak rencana dari beberapa negara menghadirkan Central Bank Digital Currency (CBDC) masing-masing. Tak terkecuali di Indonesia.
Dengan kehadiran CBDC ini disebutkan mampu mengatasi tren kripto di kalangan masyarakat. Sayang Rupiah Digital hingga sekarang masih dalam tahap kajian di BI.
Kepala Departemen Komunikasi BI, Erwin Haryono mengatakan pihaknya tak punya target. Namun di penyelenggaraan G20 tahun depan, fenomena CBDC akan menjadi salah satu yang dibahas.
"Kita tidak punya target, salah satu isu yang kita jaga saat tahun depan Presidency G20, kita akan membahas itu. Gimana bank sentral melihat ini, apa manfaat dan mudharatnya (tidak bermanfaat)," kata Erwin, awal bulan ini.
"Kalau BI kapan menerbitkan, kami belum punya. Kami masih dalam tahap diskusi, karena ini harus sangat-sangat hati-hati".
Namun keberadaan CBDC tak serta merta menghapus keberadaan uang fisik di masyarakat. Menurut Kepala Departemen Kebijakan Makroprudensial BU, Juda Agung, porsinya akan disesuaikan dengan kebutuhan masyarakat.
"Kalau semua serba digital, akan menjadi risiko besar sehingga harus dilakukan, harus tetap ada uang kerta, uang logam," kata Juda saat melakukan uji kelayakan di Komisi XI DPR, dikutip Kamis (2/12/2021).
(npb/roy)