
Waspada, Sertifikat Vaksin Covid Digital Palsu Banyak Beredar

Jakarta, CNBC Indonesia - Kepolisian Italia telah membongkar sejumlah transaksi online yang menawarkan sertifikat digital Covid-19 palsu.
Dikutip dari Reuters, Minggu (04/07/2021), penyelidikan yang dikoordinasikan oleh kantor kejaksaan bidang kejahatan siber di Milan, menunjukkan bahwa ribuan orang siap membayar untuk sertifikat palsu tersebut.
Seperti diketahui, Uni Eropa pada hari Kamis lalu telah meluncurkan sertifikat Covid-19 digital yang dirancang untuk membantu warga bepergian melintasi blok 27 negara dan membuka pariwisata musim panas.
Sertifikat tersebut memiliki kode "QR", yang menunjukkan apakah seorang pelancong telah sepenuhnya divaksinasi atau baru saja pulih dari infeksi Covid-19 atau dinyatakan negatif.
Polisi mengatakan mereka telah menguasai 10 saluran pada layanan pesan terenkripsi Telegram yang terhubung ke akun anonim di sejumlah platform perdagangan online atau juga disebut "web gelap", di mana dimungkinkan untuk menghubungi penjual, yang memberi syarat pembayaran dilakukan dalam mata uang kripto.
Harga berkisar antara 110 hingga 130 euro atau sekitar US$ 130-155 atau sekitar Rp 1,9 juta-Rp 2,3 juta (asumsi kurs Rp 14.500 per US$) untuk paket "all in" atau "semua termasuk" sertifikat palsu dan botol vaksin yang diklaim. Beberapa pembeli bahkan berasal dari luar Uni Eropa.
"Sekitar 250.000 pengguna telah mendaftar, dan seratus mencoba berinteraksi dengan penjual," kata Gian Luca Berruti, Kepala Unit Penipuan Siber Kepolisian Milan, seperti dikutip dari Reuters, Minggu (04/07/2021).
Tidak jelas apakah ada vaksin yang sebenarnya diserahkan, tetapi polisi mengatakan mereka telah menemukan beberapa sertifikat Covid-19 palsu.
Ini berisi data identifikasi palsu, kode QR yang dibuat secara khusus, dan nomor batch vaksin dosis pertama dan kedua.
Berruti mengatakan polisi telah mengidentifikasi sejumlah tersangka, tetapi menolak untuk mengungkapkan rincian lebih lanjut.
"Kami ingin memperjelas bahwa siapa pun yang ditemukan dengan sertifikat palsu ini, termasuk pembeli, berisiko dituntut atas pelanggaran yang dapat dihukum hingga enam tahun penjara, seperti penipuan dan penggunaan dokumen palsu," katanya.
Skema ini terungkap menggunakan dua alat kecerdasan buatan yang memungkinkan polisi memantau web secara real time dan kemudian berinteraksi sebagai pelanggan potensial.
(wia)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Awas Panas! Italia Blokir Vaksin AstraZeneca ke Australia
