
Fintech Ditantang Bisa Bantu Pemulihan Ekonomi Nasional

Jakarta, CNBC Indonesia - Pemerintah berharap perusahaan financial technology (fintech) bisa mendukung pemulihan ekonomi nasional, di tengah pandemi covid-19 saat ini.
Menko Perekonomian Airlangga Hartarto mengatakan, meski pertumbuhan ekonomi Indonesia masih mengalami kontraksi atau minus 3,49% pada kuartal II-2020, namun jika dibandingkan dengan pertumbuhan ekonomi pada kuartal I-2020 yang mencapai minus 5,32%, sudah menunjukkan adanya tren pertumbuhan menuju positif.
Di tengah pandemi covid-19 saat ini, digitalisasi menjadi sebuah keniscayaan. Semua kegiatan, mulai dari belanja kebutuhan sehari-hari hingga sekolah dan bekerja, dilakukan secara virtual atau online.
Oleh karena itu, fintech diharapkan mampu menjadi pendorong pertumbuhan ekonomi nasional di tengah pandemi covid-19 saat ini.
"Fintech diharapkan bisa menjawab tantangan terhadap potensi pengangguran terbuka. Sehingga fintech dapat mendorong kegiatan UMKM dan kewirausahaan," jelas Airlangga dalam acara Indonesia Fintech Summit 2020 yang diselenggarakan secara virtual, Rabu (11/11/2020).
Peran fintech terhadap pertumbuhan ekonomi di Indonesia, kata Airlangga telah mencapai US$ 40 miliar dan diprediksi bisa mencapai US$ 100 miliar pada tahun 2025.
Bahkan Google Temasek, pada 2019 lalu telah memproyeksikan, pertumbuhan fintech di Indonesia merupakan yang tercepat dibandingkan dengan negara Asean lainnya.
"Fintech terus mainkan peran penting. Dengan indeks inklusi keuangan 76% di tahun 2019, kita harap inklusi keuangan sesuai arahan Presiden ditargetkan 90% di 2020."
"Potensi fintech ini dengan tantangan yang ada adalah literasi keuangan digital, didukung oleh ekosistem dan kolaborasi yang lintas sektoral untuk memaksimalkan dari program dan inisiatif pemerintah," jelas Airlangga.
Dalam kesempatan yang sama, Ketua Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Wimboh Santoso mengungkap, Indonesia telah menjadi pasar incaran ekonomi digital secara global, karena masih banyaknya ruang untuk tumbuhnya digitalisasi di dalam negeri.
Kebijakan terkait fintech yang akomodatif dan tidak menekan inovasi, dengan tetap menekankan prinsip bisnis yang prudent akan menjadi komitmen dari pihak otoritas. Sehingga masyarakat bisa mendapatkan layanan dengan teknologi secara cepat, dengan ongkos yang murah dan kualitas yang bagus.
"Perbankan tidak perlu buka cabang di daerah-daerah. Platform digital sudah menjangkau di mana-mana, bahkan dalam alokasi bantuan sosial di daerah pun sudah menggunakan platform digital," ujar Wimboh.
Sementara, reformasi standardisasi open API atau Interface Pembayaran Terintegrasi (IPT), masih dilakukan oleh Bank Indonesia (BI).
Gubernur BI Perry Warjiyo mengatakan, standardisasi Open API banking, beserta aturan operasional dan regulatory reform masih dilakukan, dengan target bisa diluncurkan pada 2021 mendatang dan penerapannya dilakukan secara bertahap, mempertimbangkan keberagaman dalam industri sistem pembayaran di Indonesia.
BI memandang dengan standar Open API akan meningkatkan efisiensi dalam sistem transaksi dan pembayaran. Juga, mampu meningkatkan inovasi dan persaingan, meningkatkan inklusi keuangan, serta mengurangi dan memitigasi risiko.
Open API artinya pihak perbankan memberikan kesempatan kepada IT perusahaan e-commerce atau fintech untuk melakukan integrasi system to system, untuk memperoleh manfaat maksimal dari API, seperti melakukan transfer, informasi saldo, mutasi rekening, dan melihat lokasi ATM.
"Kami dalam proses menyambungkan interlink fintech dengan banking. Kami sudah meluncurkan consultative paper standar open API, sehingga kompetisinya ke depan adalah mengenai service dan size, dan ini terus digarap dengan industri," ujarnya dalam kesempatan yang sama.
BI juga kata Perry sedang membangun infrastruktur data hub yang akan menghubungkan data sistem pembayaran nasional. Dengan infrastruktur ini, diharapkan bisa memberikan perlindungan terhadap konsumen dan masyarakat.
"Dengan security, customer protection, consumer concern, dan segala macam, ini betul-betul bisa mendorong ekonomi digital dan industri keuangan kita, baik yang di-service oleh banking maupun fintech," kata Perry melanjutkan.
(dru)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Wah! Valuasi Unicorn Raksasa Dunia Anjlok Rp 488 Triliun