
SARS & MERS Bisa Hilang Ditelan Bumi, Kalau COVID-19 Piye?

Jakarta, CNBC Indonesia - Wabah SARS, MERS dan COVID-19 pada dasarnya disebabkan oleh kelompok virus yang sama yaitu virus corona. Namun dua wabah pendahulunya bisa 'hilang' dari peredaran sementara yang terakhir justru makin mengganas dan belum bisa 'dijinakkan'.
Lantas mengapa hal tersebut bisa terjadi? Kira-kira bagaimana skenario akhir dari pandemi COVID-19 ini? Tenang, ilmuwan punya jawaban dari pertanyaan ini.
Sebagai pengingat saja, wabah SARS juga pertama kali merebak di China akhir tahun 2002. Kala itu China sedang menyambut musim dingin. Tak berapa lama kemudian infeksi semakin meluas hingga menyebar ke berbagai penjuru dunia.
Namun pada 2004, Center for Disease Control & Prevention (CDC) mengatakan tidak ada lagi infeksi SARS yang dilaporkan di seluruh penjuru dunia.
Kemudian ada juga wabah lain yang disebabkan oleh virus corona yaitu MERS. Menurut CDC, wabah ini pertama kali dilaporkan di Arab pada September 2012. Namun setelah dilalukan pelacakan ternyata ada kasus serupa yang ditemukan di Yordania pada April 2012.
Tidak seperti SARS, transmisi MERS cenderung bersifat terlokalisasi di Semenanjung Arab Saja. Namun pada 2015, kasus MERS terparah juga dilaporkan di Korea Selatan. Jika berbicara tingkat fatalitasnya MERS jauh lebih mematikan ketimbang SARS. Namun setelah itu MERS juga tak pernah terdengar lagi dan seolah hilang ditelan bumi.
Direktur Center for Infectious Disease Dynamics PennState University Dr. Elizabeth McGraw mengatakan ada beberapa faktor yang membuat SARS dan MERS bisa tiba-tiba hilang begitu saja.
Dalam sebuah paparan video berdurasi 1 menit 40 detik tersebut Dr. Elizabeth menjelaskan kunci utama SARS dan MERS bisa berhenti adalah tingkat fatalitasnya. Tingkat kematian akibat SARS berada di angka 10% sementara MERS di angka 34%. Jauh lebih tinggi dibanding COVID-19 saat ini.
Hal tersebut membuat seorang yang terinfeksi mudah dideteksi karena menunjukkan gejala yang tampak. Sehingga mereka bisa langsung diisolasi dan ditangani di rumah sakit. Kasus penularan pun kebanyakan terjadi di rumah sakit karena rendahnya kontak langsung antara pasien dengan lingkungan luar atau komunitas masyarakat.
Hal itu berbeda dengan SARS-CoV-2 (virus penyebab COVID-19). Banyak orang yang terjangkit tidak menunjukkan adanya gejala (asimptomatis), beberapa bahkan sudah mampu menularkan ke orang lain saat awal-awal gejala tampak. Hal ini lah yang membuat wabah COVID-19 jauh lebih susah dikendalikan.
"Meskipun tingkat kematian akibat COVID-19 lebih rendah di angka 1,8% - 3,4%, tetapi dampaknya jauh lebih parah dan lebih lama karena kapasitas virus yang dapat menular secara diam-diam" katanya.
Hal serupa juga disampaikan oleh seorang peneliti virus bernama Connor Bamford dari Queens University Belfast dalam tulisannya yang dimuat di The Conversation.
Menurutnya SARS tidak hilang dengan sendirinya, melainkan berhasil dijinakkan dengan intervensi di sektor kesehatan mulai dari testing, isolasi hingga penyembuhan sehingga mampu secara efektif menurunkan rantai transmisinya mengingat virus dapat sangat menular jika inangnya mulai menunjukkan gejala.
Lebih lanjut Bamford mengatakan ada beberapa tantangan besar untuk menekan terjadinya penularan wabah lebih lanjut seperti pemahaman yang minim tentang jalur apakah seseorang yang terjangkit kemudian sembuh bakal kebal atau tidak.
Faktor tersebut membuatnya berpendapat bahwa virus ini tak akan benar-benar musnah. COVID-19 akan jadi penyakit musiman seperti virus corona sebangsanya yang acap kali menyerang ketika musim dingin.
Bamford juga menegaskan itu bukanlah hal yang mustahil karena pernah terjadi sebelumnya. Ia mencontohkan bahwa dalam 100 tahun terakhir dunia diserang oleh lima pandemi influenza. Namun nyatanya virus H1N1 penyebab influenza 2009 sampai saat ini masih bersirkulasi.
Oleh karena itu, di tengah kondisi yang genting seperti sekarang ini di mana vaksin yang ampuh juga belum tersedia, satu-satunya langkah paling ampuh untuk menekan penyebaran virus adalah dengan menggunakan masker sesuai ketentuan di ruang publik, menjaga jarak aman serta menerapkan pola hidup yang higienis.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(twg/roy)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article Saat Menkes Sebut Virus Corona Tak Sefatal Virus Ebola