Unicorn RI dan Bahaya Investor Asing yang Hanya Cari Cuan!
Herdaru Purnomo, CNBC Indonesia
20 February 2019 11:57

Jakarta, CNBC Indonesia - Sederet unicorn di tanah air mendapatkan dana triliunan dari investor asing. Banyak pula yang membanggakan investasi asing yang masuk dalam negeri tersebut.
Asing tetaplah asing yang cari cuan. Ingat! Tak ada yang gratis di dunia ini.
Bankir kawakan yang merupakan sebuah Presiden Direktur salah satu bank swasta di Indonesia bercerita kepada CNBC Indonesia tentang ketakutannya. Bahaya akan unicorn yang dapat suntikan modal dari investor asing ini.
"Tak ada yang gratis itu benar. Bayangkan, masuknya angel investor ke unicorn ini mendelusi perlahan kepemilikan saham sang founder dan pengendali," ungkap bankir kawakan yang tak ingin disebutkan namanya ini.
Besarnya kepemilikan asing di startup unicorn atau bervaluasi di atas US$ 1 miliar memang belum menjadikan sang pendiri yang tadinya menguasai 100% tak punya kewenangan. Karena sampai detik ini, sang pendiri startup masih menjadi pengendali perusahaan dan pemimpin.
Sebut saja Nadiem Makarim, yang menurut keterangan Momentum Works seperti ditulis Deal Street Asia, pendiri dan CEO Go-Jek ini memegang 4,81% total saham Go-Jek dengan jumlah 58.416 lembar. Hal yang sama terjadi juga di unicorn lainnya, di mana Achmad Zaky dengan Bukalapak, Ferry Unardi di Traveloka dan William Tanuwidjaja di Tokopedia tak lagi 100% menguasai perusahaan yang didirikannya.
"Setelah angel investor masuk, maka perusahaan harus bisa berkembang. Jika sudah maka yang diinginkan angel investor ada keuntungan. Lalu bagaimana cara pendiri-pendiri tersebut mengembalikan dana suntikan modal tersebut ke investor asing?" tanya bankir tersebut lebih jauh.
"Yang paling mungkin adalah melantai di bursa atau IPO [Initial Public Offering]," tuturnya.
Jika bicara IPO maka cara mendapatkan dananya adalah dengan menjual saham ke masyarakat. Hal ini bisa positif dan negatif.
"Ketika IPO dilakukan maka dana segar datang. Di mana angel investor bisa cabut kapan saja dengan menggunakan dana hasil IPO. Tak lain tak bukan, bisa saja sang pendiri cabut."
Perusahaan yang sudah didirikannya harus bisa berjalan sendiri. Bicara soal startup, maka harus bicara soal keberlangsungan usaha. Industri yang belum jelas seperti startup, sambung bankir tersebut bisa jadi hanya di awalnya saja.
Ada beberapa unicorn yang ternyata bangkrut. Salah satunya adalah Theranos.
Startup di bidang kesehatan ini dibentuk Elizabeth Holmes pada tahun 2003. Startup ini menjanjikan bisa menjalankan ratusan tes kesehatan dari setetes darah, sebuah konsep yang jika mampu dilakukan, akan merevolusi sektor kesehatan.
Forbes melaporkan, Selama perjalanannnya Theranos sudah mengumpulkan dana investor sebesar US$910 juta dan memiliki valuasi US$9 miliar. Sedikit lagi menyandang status decacorn.
Namun kemudian Theranos divonis melakukan kebohongan publik. Penelitian test darahnya palsu. Akhirnya perusahaan ditutup dan menyatakan diri bangkrut.
Contoh lainnya, startup penyewaan sepeda, Ofo. Startup ini sangat populer di China, bahkan sudah merambah beberapa negara seperti Singapura. Ofo Bahkan disokong oleh Alibaba Grup.
Business Insider melaporkan, Ofo didirikan oleh Dai Wei. Startup ini awalnya merupakan penelitiannya ketika kuliah. Pada tahun 2017, Ofo berhasil mengumpulkan dana sebesar US$2 miliar dari investor.
Dalam sebuah surat internal yang telah beredar luas di media lokal, pendiri dan CEO Ofo Dai Wei mengakui bahwa startup ini sedang berada dalam tekanan cashflow 'besar' selama setahun terakhir dan diisukan dengan mengajukan kebangkrutan.
Ofo menghadapi arus kas berdarah-darah karena persaingan yang ketat di pasar yang masih belum terbukti secara komersial, kata para analis. Kebijakan perang harga dengan menurun biaya sewa menjadi 1 yuan per jam bahkan gratis bikin keuangan perusahaan babak belur.
"Ofo dibajak dengan modal," kata Zhang Yi, pendiri perusahaan konsultan iiMedia Research. "Investor ingin perusahaan bersaing, tetapi persaingan telah berubah, kacau dan tidak rasional. Sekarang, dengan penilaian tinggi, tidak ada yang mau mendanai bisnis ini lagi."
BACA : Jangan Takabur, Startup Ini Bangkrut Meski Berstatus Unicorn
Jika sederet unicorn Indonesia sudah melantai di bursa. Maka akan jadi beban dari masyarakat yang membeli sahamnya. Ini bicara jika perusahaan rintisan tersebut tak mampu lagi bangkit.
"Apa yang terlihat mudah didirikan belum tentu juga mudah untuk dijalankan. Bisa jadi hanya di awal. Jika nanti angel investor kabur menarik dana, kemudian masyarakat Indonesia yang menanggung, hati-hati bisa saja ada guncangan krisis," tutupnya.
Simak Video Strategi Jokowi & Sri Mulyani Kembangkan Unicorn RI
[Gambas:Video CNBC]
(dru/wed) Next Article Ada 21 Startup Unicorn di Indonesia, Ini Daftar Lengkapnya
Asing tetaplah asing yang cari cuan. Ingat! Tak ada yang gratis di dunia ini.
Bankir kawakan yang merupakan sebuah Presiden Direktur salah satu bank swasta di Indonesia bercerita kepada CNBC Indonesia tentang ketakutannya. Bahaya akan unicorn yang dapat suntikan modal dari investor asing ini.
![]() |
Besarnya kepemilikan asing di startup unicorn atau bervaluasi di atas US$ 1 miliar memang belum menjadikan sang pendiri yang tadinya menguasai 100% tak punya kewenangan. Karena sampai detik ini, sang pendiri startup masih menjadi pengendali perusahaan dan pemimpin.
Sebut saja Nadiem Makarim, yang menurut keterangan Momentum Works seperti ditulis Deal Street Asia, pendiri dan CEO Go-Jek ini memegang 4,81% total saham Go-Jek dengan jumlah 58.416 lembar. Hal yang sama terjadi juga di unicorn lainnya, di mana Achmad Zaky dengan Bukalapak, Ferry Unardi di Traveloka dan William Tanuwidjaja di Tokopedia tak lagi 100% menguasai perusahaan yang didirikannya.
"Setelah angel investor masuk, maka perusahaan harus bisa berkembang. Jika sudah maka yang diinginkan angel investor ada keuntungan. Lalu bagaimana cara pendiri-pendiri tersebut mengembalikan dana suntikan modal tersebut ke investor asing?" tanya bankir tersebut lebih jauh.
"Yang paling mungkin adalah melantai di bursa atau IPO [Initial Public Offering]," tuturnya.
Jika bicara IPO maka cara mendapatkan dananya adalah dengan menjual saham ke masyarakat. Hal ini bisa positif dan negatif.
"Ketika IPO dilakukan maka dana segar datang. Di mana angel investor bisa cabut kapan saja dengan menggunakan dana hasil IPO. Tak lain tak bukan, bisa saja sang pendiri cabut."
Perusahaan yang sudah didirikannya harus bisa berjalan sendiri. Bicara soal startup, maka harus bicara soal keberlangsungan usaha. Industri yang belum jelas seperti startup, sambung bankir tersebut bisa jadi hanya di awalnya saja.
Ada beberapa unicorn yang ternyata bangkrut. Salah satunya adalah Theranos.
Startup di bidang kesehatan ini dibentuk Elizabeth Holmes pada tahun 2003. Startup ini menjanjikan bisa menjalankan ratusan tes kesehatan dari setetes darah, sebuah konsep yang jika mampu dilakukan, akan merevolusi sektor kesehatan.
Forbes melaporkan, Selama perjalanannnya Theranos sudah mengumpulkan dana investor sebesar US$910 juta dan memiliki valuasi US$9 miliar. Sedikit lagi menyandang status decacorn.
Namun kemudian Theranos divonis melakukan kebohongan publik. Penelitian test darahnya palsu. Akhirnya perusahaan ditutup dan menyatakan diri bangkrut.
Contoh lainnya, startup penyewaan sepeda, Ofo. Startup ini sangat populer di China, bahkan sudah merambah beberapa negara seperti Singapura. Ofo Bahkan disokong oleh Alibaba Grup.
Business Insider melaporkan, Ofo didirikan oleh Dai Wei. Startup ini awalnya merupakan penelitiannya ketika kuliah. Pada tahun 2017, Ofo berhasil mengumpulkan dana sebesar US$2 miliar dari investor.
Dalam sebuah surat internal yang telah beredar luas di media lokal, pendiri dan CEO Ofo Dai Wei mengakui bahwa startup ini sedang berada dalam tekanan cashflow 'besar' selama setahun terakhir dan diisukan dengan mengajukan kebangkrutan.
Ofo menghadapi arus kas berdarah-darah karena persaingan yang ketat di pasar yang masih belum terbukti secara komersial, kata para analis. Kebijakan perang harga dengan menurun biaya sewa menjadi 1 yuan per jam bahkan gratis bikin keuangan perusahaan babak belur.
"Ofo dibajak dengan modal," kata Zhang Yi, pendiri perusahaan konsultan iiMedia Research. "Investor ingin perusahaan bersaing, tetapi persaingan telah berubah, kacau dan tidak rasional. Sekarang, dengan penilaian tinggi, tidak ada yang mau mendanai bisnis ini lagi."
BACA : Jangan Takabur, Startup Ini Bangkrut Meski Berstatus Unicorn
Jika sederet unicorn Indonesia sudah melantai di bursa. Maka akan jadi beban dari masyarakat yang membeli sahamnya. Ini bicara jika perusahaan rintisan tersebut tak mampu lagi bangkit.
"Apa yang terlihat mudah didirikan belum tentu juga mudah untuk dijalankan. Bisa jadi hanya di awal. Jika nanti angel investor kabur menarik dana, kemudian masyarakat Indonesia yang menanggung, hati-hati bisa saja ada guncangan krisis," tutupnya.
Simak Video Strategi Jokowi & Sri Mulyani Kembangkan Unicorn RI
[Gambas:Video CNBC]
(dru/wed) Next Article Ada 21 Startup Unicorn di Indonesia, Ini Daftar Lengkapnya
Most Popular