Special Report Bitcoin

Bitcoin Mata Uang Digital yang Tak Bisa Dipalsukan

Arys Aditya, CNBC Indonesia
11 January 2018 16:04
Satoshi Nakamoto memperkenalkan bitcoinBitcoin berasal dari
Foto: Aristya Rahadian Krisabella
Jakarta, CNBC Indonesia -- Kalau saja pada pertengahan 2010 anda iseng masuk ke forum dan milis para kriptografer, lalu mengunduh bitcoin wallet, saat itu anda akan dengan mudah mendapatkan 100 bitcoin atau bahkan 1.000 bitcoin lalu melupakannya begitu saja. Tanpa perlu tahu apa guna memiliki bitcoin. Hari tiba-tiba, tanpa melakukan apa-apa, Anda menjadi seorang multimiliarder.

[Gambas:Video CNBC]

Dalam beberapa bulan terakhir bitcoin menjadi fenomena yang hadir di publik dan media sosial. Lonjakan harga yang terjadi secara cepat sekaligus fluktuatif membuat investor ritel penasaran. Di grup-grup aplikasi pesan, investor yang biasa membahas tentang perkembangan harga saham dan komoditas seperti emas dan batu bara, kini menambah topik, yaitu bitcoin.

Sebagian bahkan sudah mencoba untuk memulai melakukan ‘investasi’ dengan membeli sepersekian unit bitcoin dan secara reguler memantau pergerakan harga instrumen dengan kode ‘BTC’ atau ‘XBT’ ini. Ketika pertama kali transaksi bitcoin tercatat pada 19 Juli 2010, satu bitcoin dihargai tidak lebih dari US$0,06.

Pada akhir 2016 atau kurang dari tujuh tahun kemudian, satu bitcoin bernilai sekitar US$960 atau Rp13 juta. Lalu pada Desember 2017, bitcoin terus-menerus mencetak rekor tertinggi dan sempat menyentuh level US$19.000 atau setara Rp 256,5 juta per koin! Dari perspektif investor, tidak ada instrumen investasi lain yang lebih menguntungkan ketimbang mata uang digital ini.

Apakah Keputusan itu Tepat?

Bitcoin Mata Uang Digital yang Tak  Bisa DipalsukanFoto: Aristya Rahadian Krisabella


Sebelum menjawab pertanyaan itu, penting untuk memahami bagaimana salah satu mata uang kripto atau cryptocurrency ini bekerja.

Beberapa saat setelah Lehman Brothers bangkrut yang menandai sebuah krisis finansial global dalam beberapa puluh tahun terakhir, pada sekitar akhir Oktober atau awal November 2008 atau, beredar sebuah makalah atau modul komputasi oleh seorang sosok bernama Satoshi Nakamoto di di forum para kriptografer metzdowd.com. Makalah bertajuk ‘Bitcoin: A Peer-to-Peer Electronic Cash System’ tersebut berisi tentang sistem yang menjadi tulang punggung bitcoin, yakni blockchain.

Seperti judul makalah Satoshi, bitcoin membawa napas peer-to-peer atau desentralisasi sehingga setiap pengguna atau pemilik akun wallet bitcoin adalah bank sentral bagi dirinya sendiri. Para pengguna bitcoin bisa mengirimkan ‘uang’ atau melakukan transaksi dalam seketika di seluruh dunia, tanpa money changer dan dapat langsung dibelanjakan di merchant tertentu.

Penggunaan bitcoin menjadi sangat simpel. Hanya memerlukan scanner QR dan keranjang atau dompet (bitcoin wallet) yang tersedia dalam aplikasi. Syaratnya hanya dua, yaitu jaringan internet dan telepon pintar alias smartphone.

Mekanisme kerja blockchain berawal dari setiap transaksi yang dilakukan oleh seseorang akan tercatat dalam sebuah buku kecil milik masing-masing pengguna atau disebut block. Dalam block, akan tercantum tiga informasi dasar mengenai transaksi, yaitu siapa pengirim, siapa penerima dan jumlah bitcoin yang ditransaksikan. 

Dalam setiap transaksi, setiap pengguna (user) akan mendapat dua kunci, yaitu kunci pribadi (private key) dan kunci publik (public key). Kunci pribadi bertujuan untuk menuliskan catatan transaksi yang dilakukan oleh seseorang atau pihak pertama di dalam block personal, sementara kunci publik digunakan oleh pihak kedua serta seluruh pengguna untuk mencatat transaksi tersebut. Dalam transaksi tersebut, pihak kedua juga akan mendapat kunci pribadi yang akan menuliskan transaksi di blocknya. 

Bitcoin Mata Uang Digital yang Tak  Bisa DipalsukanFoto: Aristya Rahadian Krisabella


Dengan skema blockchain, setiap block akan memverifikasi informasi yang tercatat di dirinya dengan block lain mengenai transaksi yang baru saja dilakukan. Apabila verifikasi berhasil, maka transaksi tersebut akan tercatat dalam setiap block yang ada dalam jaringan (oleh sebab itu disebut blockchain).

Hal ini bereda dengan sistem transaksi saat ini yang mengisyaratkan bank sentral dari suatu negara akan mencatat setiap nominal uang yang dikeluarkan dan juga merekam setiap transaksi yang terjadi jika melewati yurisdiksi suatu negara.

Pada dasarnya, blockchain memuat informasi mengenai seluruh transaksi bitcoin yang pernah terjadi. Sistem kerja blockchain ini diklaim oleh para penggunanya membuat bitcoin nyaris tidak bisa dipalsukan karena transaksi hanya bisa diotorisasi apabila terverifikasi oleh seluruh block milik pengguna bitcoin. Sistem blockchain akan secara otomatis akan menolak apabila ada satu bitcoin yang hendak ditransaksikan secara berulang.

Sementara, setiap pengguna yang secara aktif menjalankan blockchain dengan algoritma tertentu akan mendapatkan ‘hadiah’ berupa sekian bitcoin. Semakin lama, seiring dengan jumlah transaksi yang semakin banyak, sistem akan menciptakan pekerjaan atau soal yang makin kompleks yang harus dipecahkan oleh pengguna yang menjalankan blockchain. 

Belakangan, pekerjaan menjalankan sistem blockchain ini disebut menambang (mining) dan penggunanya dipanggil penambang atau miner. Mining sendiri adalah salah satu dari berbagai tipe pekerjaan yang bisa dikerjakan di dalam sistem blockchain untuk mendapatkan bitcoin.

Pandu Sastrowardoyo, Chairwoman of the Board Blockchain Zoo, mengemukakan bahwa sistem blockchain sangat aman terhadap manipulasi. Hal ini disebabkan karena oknum yang ingin melakukan manipulasi tercatat informasi yang ada di blockchain harus bekerja ekstra keras.

“Kalau ada orang yang ingin menghack sistem ini, berarti dia harus meretas seluruh block, ini tidak mungkin karena block itu sangat banyak dan tidak ada yang tersentral,” ungkapnya.
(roy) Next Article Psst.. Teknologi Canggih Blockchain Mulai Diterapkan di UMKM

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular