
Jokowi Akan Resmikan BSI, Begini Potret Perbankan Syariah RI

Jakarta, CNBC Indonesia - Konsolidasi (merger) PT Bank BRI Syariah Tbk (BRIS), PT Bank Syariah Mandiri (BSM), dan PT Bank BNI Syariah memiliki konsekuensi besar terhadap peta persaingan industri perbankan syariah nasional.
Penggabungan ketiganya akan membentuk satu entitas baru yang diberi nama PT Bank Syariah Indonesia Tbk atau BSI. Hari ini Senin (1/2/2021) Presiden Republik Indonesia Joko Widodo akan meresmikan pendirian BSI.
Bertindak sebagai surviving entity atau yang menerima penggabungan adalah BRIS yang sudah melantai di pasar modal sejak Mei 2018 silam. PT Bank Mandiri Tbk (BMRI) akan menjadi pemegang saham pengendali terbesar dengan total kepemilikan mencapai 51,2%.
Di posisi kedua ada PT Bank BNI Tbk (BBNI) yang memiliki 25% dan barulah PT Bank BRI Tbk (BBRI) yang memiliki 17,4% saham BSI yang akan tetap melantai di pasar modal dengan kode BRIS ini.
Penggabungan ketiga bank syariah anak usaha bank pelat merah tersebut akan bank syariah terbesar di Indonesia. Dari sisi aset jika dikonsolidasikan nilainya mencapai Rp 227,8 triliun atau setara dengan 40,5% dari total industri perbankan syariah yang terdiri dari Bank Umum Syariah (BUS) dan Unit Usaha Syariah (UUS).
Tidak hanya dari sisi aset saja yang kontribusinya besar tetapi juga dari pembiayaan yang disalurkan. Nilai pembiayaan total yang disalurkan oleh ketiga bank ini pada September tahun lalu tercatat mencapai Rp 152 triliun. Lagi-lagi lebih dari 40% dari total penyaluran pembiayaan oleh perbankan syariah.
Sebagai market leader di segmen syariah, BSI diharapkan mampu menjadi motor industri syariah di Tanah Air. Selain itu merger ini diharapkan bakal meningkatkan efisiensi bisnis internalnya.
Dengan aksi korporasi ini BSI akan menjadi Bank BUKU III dengan modal inti sebesar Rp 20,42 triliun. Pasar pun merespons positif atas aksi korporasi ini. Harga saham BRIS pun terbang tinggi.
Kendati mengalami koreksi yang tajam dan beberapa kali menyentuh level auto reject bawah (ARB) belakangan ini, harga saham BRIS masih terapresiasi lebih dari 650% dalam satu tahun terakhir.
Antusiasme pelaku pasar ini tak terlepas dari peningkatan valuasi perusahaan pasca-merger, prospek positif industri siklikal perbankan serta adanya tren bullish di pasar saham yang terjadi sejak pelonggaran lockdown ditempuh.
Setelah BSI resmi terbentuk nantinya Indonesia akan memiliki 12 bank syariah dan kurang lebih ada 20 unit usaha syariah yang dijalankan oleh lembaga keuangan perbankan nasional. Sehingga secara total ada 34 perusahaan dan unit bisnis yang bergerak di bidang syariah di Tanah Air.
Hanya saja total aset perbankan syariah masih terbilang kerdil jika dibandingkan dengan total aset bank umum konvensional. Pangsa aset bank syariah di Indonesia hanya 5% dari total aset bank konvensional. Kendati total aset unit usaha syariah juga dihitung pangsanya 7%.
Total aset bank syariah dan unit usaha syariah baru mencapai Rp 577 triliun. Sementara itu total aset bank-bank konvensional mencapai Rp 7.000 triliun atau lebih dari 40% produk domestik bruto (PDB) RI. Masih sangat minim tentunya jika melihat angka ini.
Secara global pun pangsa aset bank syariah Indonesia pun baru 2%. Kalah dengan negara tetangga seperti Malaysia. Padahal Indonesia menjadi negara dengan jumlah penduduk muslim terbesar di dunia.
Lebih dari 80% penduduk Indonesia beragama Islam. Tentu saja ini menjadi pasar yang menarik dan besar untuk digarap. Apalagi dengan total populasi unbanked di Tanah Air yang masih tinggi, peluang penetrasi perbankan syariah di Indonesia masih terbuka lebar.
Adopsi teknologi digital oleh masyarakat Indonesia menjadi tantangan sekaligus peluang. Tren praktik bank digital (digital banking) menjadi semakin marak. Lanskap kompetisi di lapak perbankan konvensional sudah mulai panas.
Tentu saja teknologi terutama digital menjadi faktor yang harus diprioritaskan agar tetap relevan dengan permintaan di pasar dan perubahan perilaku. Di sisi lain tantangan juga datang dari masih rendahnya literasi keuangan syariah masyarakat RI.
Dalam Survei Nasional Literasi Keuangan (SNLK) 2019, OJK mencatat literasi keuangan syariah ada di 8,93%. Memang naik ketimbang 2016 yang 8,1% tetapi tentu masih jauh di bawah harapan.
Pemerintah memang tidak mematok secara spesifik target untuk total aset perbankan syariah di Indonesia. Namun setidaknya pemerintah mematok target 20% pangsa pasar industri keuangan syariah hingga 2024 dari tahun 2018 yang hanya 8,6%.
Pemerintah terus berupaya menggenjot pertumbuhan industri keuangan syariah di Tanah Air dengan membuat aturan bahwa bank-bank konvensional yang memiliki unit usaha syariah diminta untuk menjadikannya bank syariah yang berdiri sendiri (standalone).
Kebijakan tersebut jelas mendukung pertumbuhan industri keuangan syariah untuk jangka menengah. Meski prospeknya positif, tetapi jalan industri perbankan syariah masih panjang.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(twg/twg) Next Article Digitalisasi & Milenial Jadi Kunci Keuangan Syariah