Ngeri, Ini 3 Warning Besar di Balik Gembar-Gembor Investasi AI

Gelson Kurniawan,  CNBC Indonesia
06 November 2025 08:15
Ilustrasi Transformasi Digital. (Dok. Freepik)
Foto: Ilustrasi Transformasi Digital. (Dok. Freepik)

Jakarta, CNBC Indonesia - Lanskap keuangan global saat ini menghadirkan sebuah paradoks yang berbahaya.

Di satu sisi, euforia Kecerdasan Buatan (AI) telah mendorong pasar ke level stratosfer, dengan Nvidia menjadi perusahaan US$5 triliun pertama. Namun di sisi lain, tiga sinyal peringatan besar-yang secara independen mengkhawatirkan namun secara kolektif berpotensi menjadi bencana, muncul secara bersamaan.

Ketiga ancaman utama tersebut adalah sinyal "siklus berdarah" dari indikator makro Warren Buffett , taruhan short mikro dari Michael Burry yang mengincar "cacat struktural" dalam pendanaan AI , dan risiko sistemik demografis tersembunyi yang melibatkan dana pensiun raksasa yang diawali dengan penurunan sentimen Palantir.

Buffett Indicator di Level 223%, "Tidak Ada Ruang untuk Kesalahan"

Peringatan pertama datang dari metrik valuasi paling sederhana namun paling andal: Buffett Indicator. Indikator ini mengukur rasio total kapitalisasi pasar saham terhadap PDB. Per November 2025, indikator ini telah menembus 223%.

Angka ini adalah anomali historis. Level ini jauh melampaui puncak gelembung dot-com tahun 2000 (138%) dan puncak gelembung stimulus pasca-COVID 2021 (193%). Pada Kemarin Rabu (5/11/2025) tercatat bahwa indikator buffet tersebut berada pada level yang telah menembus dua kali simpangan baku dari rata-rata historis (μ+2 std dev), sebuah peristiwa statistik langka yang secara historis selalu diikuti oleh siklus berdarah atau koreksi cukup dalam.

Ini adalah sinyal bahwa pasar saham telah sepenuhnya terlepas dari fundamental ekonomi riil. Euforia AI telah mendorong investor untuk "membeli" potensi keuntungan 10 tahun ke depan hanya dalam 18-24 bulan. Dalam kondisi ini, tidak ada lagi ruang untuk kesalahan-baik itu kejutan inflasi, perlambatan AI, atau risiko geopolitik.

Adanya Potensi Cacat Struktural di Jantung AI

Jika Buffett Indicator adalah digabungkan dengan taruhan Michael Burry ini adalah sinyal yang cukup bearish bagi pasar. Burry, yang terkenal lewat "The Big Short", dilaporkan mengambil posisi short terhadap pilar-pilar AI seperti Nvidia (NVDA) dan Palantir (PLTR) melalui skema put option.

Tesisnya diyakini lebih dalam dari sekadar "valuasi mahal". Burry menyoroti kekhawatiran tentang "circular financing" yaitu sebuah cacat struktural yang mirip dengan tesisnya di 2008 yang berpotensi terjadi di waktu jangka pendek ke depan.

Bagaimana uang ini beredar?

  • Investasi Menjadi Pendapatan: Raksasa teknologi (investor) berinvestasi miliaran dolar di startup AI (pelanggan). Microsoft menginvestasikan lebih dari $13 miliar di OpenAI; sebagai imbalannya, OpenAI berkomitmen membelanjakan $250 miliar untuk layanan cloud Azure milik Microsoft. Amazon dan Google melakukan hal serupa dengan Anthropic.
  • Mendanai Pelanggan Sendiri: Nvidia, yang diuntungkan oleh startup yang menghabiskan 80% modal ventura mereka untuk GPU , kini juga berinvestasi kembali ke ekosistem tersebut. Nvidia telah berjanji menginvestasikan hingga $100 miliar di OpenAI, yang akan menggunakan dana tersebut untuk membeli lebih banyak GPU Nvidia.

Burry bertaruh bahwa "permintaan" yang menggelembungkan pendapatan Nvidia ini bukanlah permintaan organik, melainkan ilusi yang diciptakan oleh pendanaan sirkular yang rapuh.

ai money rotationFoto: AI Money Rotation

Membedah Senjata Pilihan Burry (2008 vs. 2025)

Untuk memahami keyakinan Burry, kita harus membedakan strateginya. Konsepnya sama (bearish), tetapi instrumennya berbeda secara fundamental, yang menyoroti perubahan sifat risiko pasar.

Pada tahun 2008, Burry bertaruh melawan utang. Kini, dia bertaruh melawan ekuitas. Dan Michael Burry mempertaruhkan hartanya sebesar US$1,1 milyar terhadap Palantir (US$ 912,1 juta) dah Nvidia (US$ 186,58 juta).

Perbedaan utamanya adalah risiko. Di 2008, Burry berisiko tidak dibayar. Di 2025, dengan menggunakan put option yang diperdagangkan di bursa, risikonya telah terdefinisi (terbatas pada premi) dan dijamin oleh lembaga kliring (OCC), memungkinkannya untuk fokus murni pada tesisnya.

Potensi Risiko Sistemik Baru: "The Great Decumulation"

Saat Burry dan Buffett melihat gelembung, ada risiko ketiga yang lebih tenang namun tak terhindarkan: demografi.

  • "Peak 65": Gelombang pensiun terbesar dalam sejarah sedang terjadi. Di AS, sekitar 10.000 - 13.000 Baby Boomers mencapai usia 65 setiap hari, dengan rekor 4,2 juta orang pensiun pada tahun 2025 saja dan akan bertumbuh terus menerus hingga beberapa tahun ke depan.
  • "The Great Decumulation": Selama 40 tahun, generasi ini berada dalam mode akumulasi (menabung). Kini, mereka serentak beralih ke mode dekumulasi (menarik dana untuk biaya hidup).
  • Peran Asset Management: Siapa yang mengelola dana ini? Salah satunya adalah BlackRock, dengan Aset Kelolaan (AUM) $13,4 triliun, di mana segmen terbesarnya (54% atau setara $7,29 triliun) adalah klien dana pensiun atau retirement assets.

Ini menciptakan skenario potensial beruapa keadaan "likuidasi beruntun" (sequential liquidation):

  • Pemicu: Gelembung AI pecah, pasar saham jatuh.
  • Krisis Uang Tunai: Dana pensiun menghadapi dua kewajiban sekaligus yaitu membayar jutaan pensiunan "Peak 65" ,dan menutup margin call dari strategi Liability-Driven Investing (LDI) mereka yang menggunakan leverage.
  • Penjualan Paksa: Untuk mendapatkan uang tunai, mereka terpaksa melakukan fire sale-menjual aset likuid (saham dan obligasi) ke pasar yang sudah jatuh.
  • Lingkaran Setan: Penjualan paksa ini menekan pasar lebih rendah, memicu lebih banyak margin call, dan memaksa lebih banyak penjualan. Ini adalah bom waktu demografis.

Efek Penularan: Mengapa Indonesia Tidak Kebal

Narasi bahwa Indonesia kebal adalah ilusi. Sejarah membuktikan sebaliknya. Selama krisis subprime 2008, IHSG terkoreksi parah sebesar ~51%. Penularan dari pecahnya gelembung AI di AS akan terjadi melalui tiga saluran:

Capital Outflow: Ketika investor global beralih ke mode risk-off, mereka akan menjual aset berisiko seperti saham Indonesia untuk beralih ke Dolar AS. Ini akan menghantam IHSG dan Rupiah secara bersamaan. Risiko ini diperparah oleh kerentanan fiskal domestik yang sudah ada.

Korelasi Sektoral: Sentimen teknologi global sangat terkorelasi. Jika Nasdaq jatuh dipimpin oleh Nvidia, ini akan secara langsung menekan sentimen pada saham teknologi besar di Indonesia, dan perbankan sebagai landasan ekonomi di Indonesia dikarenakan momentum bearish yang terjadi di makroekonomi.

Sektor Riil: Potensi Bubble di AS dan Eropa akibat gelembung pecah akan menghancurkan permintaan global untuk komoditas. Harga CPO, batu bara, dan nikel-tulang punggung ekspor Indonesia-akan jatuh, menekan pendapatan negara dan ekonomi riil, mirip dengan dampak rambatan krisis 2008.

Hasil Dari Preseden Yang Terjadi

Pasar saat ini berdiri di atas fondasi yang rapuh. Kombinasi dari valuasi paling ekstrem dalam sejarah (Buffett Indicator 223%), struktur permintaan AI yang berpotensi sirkular (tesis Burry) , dan tekanan jual paksa yang tak terhindarkan dari gelombang pensiun terbesar dalam sejarah (risiko dana pensiun) menciptakan "badai sempurna".

Bagi investor Indonesia, pesan dari sejarah 2008 jelas yaitu ketika Amerika bersin, Indonesia tidak hanya kedinginan melainkan Indonesia bisa terkena badai flu atau bahkan demam. Karena diyakini akan ada ancaman entah dari arah mana ke depannya di saat momentum steep bear market hendak berjalan.

-

Sanggahan: Artikel ini adalah produk jurnalistik berupa pandangan CNBC Indonesia Research. Analisis ini tidak bertujuan mengajak pembaca untuk membeli, menahan, atau menjual produk atau sektor investasi terkait. Keputusan sepenuhnya ada pada diri pembaca, sehingga kami tidak bertanggung jawab terhadap segala kerugian maupun keuntungan yang timbul dari keputusan tersebut.

CNBC INDONESIA RESEARCH

[email protected]

(gls/gls)
Tags

Related Articles

Most Popular
Recommendation