Fenomena Langka! 10 Tetangga RI Ramai-Ramai Timbun Emas Puluhan Ton

Elvan Widyatama, CNBC Indonesia
21 October 2025 15:35
emas
Foto: Pexels

Jakarta, CNBC Indonesia - Emas kembali bersinar sebagai aset safe haven di tengah ketidakpastian global yang tak kunjung reda. Harga emas dunia kini menembus rekor tertingginya di level US$4.325 per troy ons pada 16 Oktober 2025, atau naik 185% sejak awal 2020.

Sejak pandemi Covid-19 merebak pada awal 2020, tren harga emas global terus menanjak tajam. Kala itu, kekacauan ekonomi akibat pandemi membuat harga emas melonjak dari US$1.469,8 per troy ons hingga menembus US$2.063,19 pada Agustus 2020.

Harga logam mulia ini kembali menguat setelah invasi Rusia ke Ukraina pada Februari 2022 memicu kekhawatiran geopolitik yang meluas. Emas pun kembali diperdagangkan mendekati level US$2.000 per troy ons.

Belum reda ketegangan di Eropa Timur, dunia kembali dikejutkan oleh konflik Israel yang Palestina yang pecah pada Oktober 2023. Mendorong harga emas untuk menembus dan bertahan di atas US$2.000 per troy ons sepanjang 2024.

Puncaknya terjadi pada April 2025, ketika Presiden Amerika Serikat Donald Trump mengumumkan kebijakan resiprokal tarif terhadap negara-negara mitra dagang utama. Pasar global pun kembali bergejolak karena kekhawatiran akan perang dagang jilid baru.

Harga emas yang sudah mencapai US$3.000 per troy ons melonjak lebih lanjut hingga US$3.300 per troy ons, dan terus menanjak ke rekor terbaru US$4.325 per troy ons pada Oktober 2025.

Banyak bank sentral di kawasan Asia tercatat aktif melakukan akumulasi emas sebagai bagian dari cadangan devisa mereka dalam lima tahun terakhir.

Berdasarkan data World Gold Council (WGC), sejak pandemi Covid-19 pada 2020 hingga Agustus 2025, sejumlah negara di Asia secara agresif menambah kepemilikan logam untuk menambah bantalan cadangan devisa negaranya.

Tiga negara tercatat paling banyak memborong emas, yakni China, Turki, dan India. Ketiganya menjadi motor utama permintaan emas bank sentral di seluruh Asia.

China menempati posisi teratas dengan total pembelian mencapai 354 ton emas sejak 2020. Turki berada di urutan kedua dengan 260 ton, disusul India dengan 245 ton emas yang diakumulasi sebagai bagian dari strategi diversifikasi cadangan devisa.

Jika dilihat dari pergerakan tahunan, ketiga negara menunjukkan pola pembelian yang berbeda. China mencatat lonjakan terbesar pada 2023, ketika bank sentralnya menambah cadangan hingga 224,9 ton, tertinggi sejak 2015.

Turki justru mencatat puncak pembelian pada 2022 dengan total 147,6 ton, sedangkan India paling aktif pada 2021 dengan tambahan sekitar 77,5 ton emas.

Langkah memborong emas sebagai cadangan devisa di bank-bank sentral Asia dipicu oleh meningkatnya ketidakpastian global dan menurunnya kepercayaan terhadap dolar AS.

Pembekuan cadangan devisa Rusia oleh AS pada 2022 membuat banyak negara menyadari risiko politik dari aset berbasis dolar. Berbeda dengan mata uang fiat, emas tidak bisa dicetak, dibekukan, atau dijatuhi sanksi. Oleh karen itu, emas kembali dipandang sebagai benteng kedaulatan finansial dan aset paling aman bagi bank sentral dunia.

Di tengah masifnya aksi pembelian emas oleh bank sentral negara-negara Asia, beberapa justru mengambil langkah sebaliknya dengan melepas sebagian cadangan emasnya. Tercatat sejumlah negara di Asia melakukan aksi jual emas.

Kazakhstan menjadi negara dengan penurunan cadangan terbesar, menjual sekitar 69 ton emas yang disusul oleh Filipina yang melepas 66,7 ton. Sri Lanka dan Mongolia juga tercatat menjual masing-masing 19,1 ton dan 15,8 ton di tengah tekanan ekonomi domestik dan kebutuhan likuiditas.

Menariknya, Indonesia turut masuk daftar dengan distribusi atau penjualan emas sebesar 12,9 ton selama periode tersebut. Langkah ini kemungkinan dilakukan untuk menjaga stabilitas cadangan devisa dan mendukung kebutuhan pembiayaan di tengah fluktuasi nilai tukar. Selain itu, Tajikistan menjual cadangan emasnya sebanyak 11,9 ton.

CNBC INDONESIA RESEARCH

[email protected]

(evw/evw)
Tags

Related Articles

Most Popular
Recommendation