
Harga Perak Tembus US$48, Dekati Rekor Tertinggi dalam 11 Tahun

Jakarta, CNBC Indonesia — Harga perak dunia melesat tajam sepanjang pekan ini, menembus level US$48 per troy ounce pada Jumat (3/10/2025). Angka tersebut menjadi yang tertinggi sejak 2011, mendekati rekor sepanjang masa yang nyaris menyentuh US$50 per ounce.
Kenaikan perak kali ini mencatatkan lonjakan hampir 60% secara year-to-date (ytd), menjadikannya salah satu aset logam paling bersinar di tengah ketidakpastian global. Sebagai pembanding, emas sepanjang tahun ini naik sekitar 47%, tertahan oleh penguatan dolar AS dan dinamika kebijakan suku bunga global.
Perak dikenal sebagai logam yang kerap tertinggal di awal reli harga emas, namun kemudian melesat lebih cepat. Pola yang sama terlihat tahun ini. Setelah sempat stagnan di awal kuartal pertama, harga perak terus menanjak seiring meningkatnya permintaan industri dan sentimen terhadap logam mulia.
Laporan Silver Institute mencatat bahwa permintaan industri terhadap perak mencapai rekor 680,5 juta ons pada 2024. Kenaikan ini didorong oleh meningkatnya kebutuhan perak untuk jaringan listrik, kendaraan listrik, dan panel surya. Meski total permintaan turun tipis 3% dibanding tahun sebelumnya, pasar perak masih mencatat defisit pasokan sebesar 148,9 juta ons, memperpanjang kondisi kekurangan suplai empat tahun berturut-turut.
Dari sisi makroekonomi, reli perak juga dipengaruhi oleh beberapa faktor eksternal. Ketegangan geopolitik, penurunan imbal hasil obligasi AS, serta ekspektasi penurunan suku bunga global memberi dorongan besar pada aset-aset safe haven. Kondisi politik di Amerika Serikat yang masih diwarnai isu penutupan pemerintahan turut memperkuat posisi logam mulia sebagai aset lindung nilai.
Namun sejumlah analis memperingatkan bahwa pasar perak saat ini berada di area jenuh beli. Potensi koreksi jangka pendek dianggap wajar sebelum tren kenaikan berikutnya terbentuk. Meski demikian, prospek jangka panjang masih dinilai kuat, terutama dengan meningkatnya kebutuhan logam ini untuk sektor energi bersih dan teknologi tinggi.
"Jika gangguan suplai terjadi bersamaan dengan tekanan utang dan gejolak mata uang global, pasar perak bisa masuk ke fase yang jauh berbeda dibanding 1980 atau 2011," ujar Chris Marcus, pendiri Arcadia Economics, dikutip dari Investing News Network.
Seiring harga perak mendekati puncak historisnya, investor kini menimbang kembali peluang jangka panjang logam putih ini. Sejumlah proyeksi ekstrem bahkan memprediksi harga bisa menembus tiga digit, meski sebagian besar analis menilai skenario itu masih bergantung pada stabilitas ekonomi global dan tren inflasi energi.
Untuk saat ini, perak masih menjadi cerita utama di pasar logam dunia. Di tengah gejolak kebijakan moneter dan kekhawatiran ekonomi, logam putih ini menunjukkan bahwa daya tariknya bukan hanya pada kilau, tetapi juga pada fondasi permintaan riil yang terus menguat.
CNBC INDONESIA RESEARCH
(emb/emb)