
Mata Uang Asia Hancur Dihajar Dolar AS, Rupiah Paling Babak Belur

Jakarta, CNBC Indonesia - Mata uang Asia mayoritas ambruk di hadapan dolar Amerika Serikat (AS) pada pekan ini. Pelemahan justru datang setelah bank sentral AS The Federal Reserve (The Fed).
Nilai tukar rupiah ditutup melemah terhadap dolar AS pada penutupan perdagangan terakhir pekan ini, Jumat (19/9/2025).
Dilansir dari Refinitiv, mata uang garuda harus mengakui kekuatan dolar AS dengan ditutup terdepresiasi 0,52% ke posisi Rp16.585/US$. Hal ini melanjutkan pelemahan rupiah yang telah terjadi sejak perdagangan kemarin, Kamis (18/9/2025) di mana rupiah melemah 0,46% ke level Rp16.500/US$.
Level rupiah saat ini sekaligus menjadikan posisi terlemah sejak 14 Mei 2025 atau dalam empat bulan terakhir.
Dalam sepekan, mata uang Garuda ambruk 1,28%. Pelemahan ini memutus tren positif dalam dua pekan sebelumnya yang selalu menguat.
Ekonom Permata Bank, Josua Pardede, menegaskan bahwa pelemahan rupiah kali ini lebih banyak dipicu oleh interpretasi pasar terhadap sikap The Fed ketimbang besaran pemangkasan suku bunga itu sendiri.
"Rupiah cenderung melemah terhadap dolar AS pasca Federal Open Market Committee (FOMC) meeting bukan karena pemangkasan suku bunga AS itu sendiri, melainkan karena pesan keseluruhan dari rapatnya dianggap berhati-hati sehingga permintaan dolar kembali meningkat," jelas Josua.
Sementara itu, faktor dalam negeri dinilai turut menjadi penyebab melemahnya rupiah.
Rully Wisnubroto, Senior Ekonom Mirae Asset Sekuritas, menilai aliran modal asing keluar masih terjadi sejak adanya reshuffle kabinet, terutama pergantian Menteri Keuangan.
"Rupiah memang tertekan karena asing sampai kemarin masih terus keluar, sejak adanya instabilitas politik dan reshuffle, terutama pergantian Menkeu. Ada kekhawatiran terhadap independensi BI, karena cukup agresif melonggarkan kebijakan moneter," ungkapnya.
Mata Uang Asia Rontok
Mayoriitas mata uang Asia ambruk pekan ini. Rupiah menjadi yang terparah dengan melemah 1,28%.
Pelemahan juga terjadi pada baht Thailand, yuan China, yen Jepang hingga won Korea.
Sebaliknya, mata uang Peso menguat tajam 0,3% dan rupee akhirnya bangkit dengan menanjak 0,21% pada pekan ini.
Rupee menguat sepekan tetapi sempat turun ke level terendah intraday di INR 88,32 per dolar AS, mendekati rekor terendah INR 88,4550/US$1 yang dicapai pekan lalu. Mata uang ini terakhir diperdagangkan di 88,30.
Kelemahan mata uang Asia berlanjut pada Jumat, dipicu oleh kenaikan dolar AS setelah keputusan The Fed.
Seperti diketahui, The Fed memangkas suku bunga sebesar 25 bps menjadi 4,00 - 4,25%. Namun, The Fed justru menunjukkan sikap yang lebih hawkish untuk tahun depan.
Pemangkasan suku bunga sebesar 25 bps ini adalah yang pertama sepanjang tahun ini. The Fed masih memberikan adanya sinyal potensi pemangkasan suku bunga kembali di pertemuan mendatang hingga pertemuan di Desember 2025.
Berbanding terbalik dengan 2025, dalam proyeksi ekonomi dan suku bunga The Fed dalam pertemuan September 2025.
Bank sentral AS menunjukkan sikap lebih hawkish untuk 2026 dibandingkan proyeksi sebelumnya. Hal ini terlihat dari dot plot terbaru yang menempatkan federal funds rate lebih tinggi untuk tahun depan, meski baru saja memangkas suku bunga sebesar 25 basis poin.
Dalam konferensi pers, chairman The Fed Jerome Powell menyebut penurunan suku bunga bulan ini sebagai pemangkasan berbasis manajemen risiko. Komentarnya mengisyaratkan bahwa langkah ini lebih merupakan pemotongan preventif untuk berjaga-jaga jika ekonomi melambat drastis dan membuat kecewa pasar.
Indeks dolar, yang sempat menyentuh level terendah 96,22 pada hari keputusan The Fed (Rabu), telah pulih dan ditutup di 97,64 pekan ini atau terkuat sejak 10 September.
CNBC INDONESIA RESEARCH
[email protected]
