
Pekan Ini Harga Emas Akan Ditantang Amerika: Masih Bisa Pecah Rekor?

Jakarta, CNBC Indonesia - Harga emas mencetak rekor demi rekor pekan lalu dengan ditopang oleh kombinasi data tenaga Amerika Serikat (AS) yang lemah, ekspektasi The Federal Reserve (The Fed) yang dovish, serta permintaan bank sentral yang berkelanjutan.
Emas kini menguji level baru di level US$4.000.
Harga emas ditutup menguat 1,16% di posisi US$ 3.586,36 pada perdagangan terakhir pekan lalu, Jumat (5/9/2025). Harga tersebut adalah rekor penutupan tertinggi sepanjang masa.
Harga emas juga menyentuh rekor tertinggi intraday sepanjang masa di US$ 3.599 pada Jumat pekan lalu.
Pada hari ini, Senin (8/9/2025) pukul 0629 WIB harga emas dibanderol di US$ 3.591,25 per troy ons atau megnuat 0,14%. Dalam setahun, harga emas sudah terbang 37%.
Apa yang Membuat Harga Emas Terbang?
Melemahnya data-data ketenagakerjaan AS menjadi salah satu penopang emas. Dengan data yang melemah maka pasar semakin optimis The Fed memangkas suku bunga minggu depan.
Laporan Nonfarm Payrolls (NFP) bulan Agustus menjadi titik balik, menunjukkan hanya 22.000 pekerjaan baru tercipta dibandingkan ekspektasi 75.000. Klaim pengangguran juga naik 8.000 menjadi 237.000, sementara tingkat pengangguran naik ke 4,3% - tertinggi sejak 2021.
Sinyal melemahnya pasar tenaga kerja ini memperkuat taruhan bahwa The Fed akan segera memangkas suku bunga.
Pasar kini hampir pasti memperkirakan pemangkasan 25 basis poin pada pertemuan The Federal Open Market Committee (FOMC) 17 September, dengan ekspektasi yang semakin meningkat terhadap kemungkinan pemangkasan 50 basis poin. Pelemahan dolar AS (DXY turun ke 96,9) dan penurunan imbal hasil US Treasury ke 4,09% memberikan dorongan tambahan, memperkuat daya tarik emas sebagai aset safe haven tanpa imbal hasil.
Apa Penggerak Emas Pekan Ini?
Data ekonomi inflasi AS akan menjadi penentu arah pasar global. Laporan inflasi AS bersama sikap kebijakan ECB akan mendominasi, sementara data sentimen konsumen dapat mengonfirmasi apakah rumah tangga melihat tren disinflasi berkelanjutan.
- Inflasi PPI AS (Producer Price Index)
Pasar akan memantau tren harga grosir sebagai sinyal awal tekanan inflasi. Angka yang lebih tinggi dari perkiraan bisa memperkuat pandangan inflasi masih lengket, sedangkan hasil lebih rendah bisa mendorong ekspektasi pemangkasan suku bunga. - Inflasi CPI AS (Consumer Price Index)
Acara utama pekan ini. CPI akan sangat berpengaruh pada arah kebijakan Fed. Fokus ada pada inflasi inti, khususnya sektor perumahan dan jasa. Angka yang lebih dingin akan memperkuat sikap dovish The Fed, sementara kejutan ke atas bisa memicu kembali kekhawatiran kenaikan suku bunga. - Rapat Kebijakan ECB
Bank Sentral Eropa/ECB menghadapi dilema menyeimbangkan pertumbuhan yang melambat dengan risiko inflasi yang persisten. Investor akan mencari kejelasan apakah bank akan mempertahankan suku bunga tinggi lebih lama, atau mulai memberi sinyal kemungkinan pelonggaran kebijakan di akhir tahun. - Sentimen Konsumen & Ekspektasi Inflasi University of Michigan
Survei ini akan menjadi tolok ukur ke depan terkait kepercayaan rumah tangga dan prospek inflasi. Ekspektasi yang meningkat bisa mengguncang pasar bila mengindikasikan tekanan harga tetap tinggi, sedangkan hasil yang lebih rendah akan mendukung tanda-tanda pendinginan inflasi.
Jalan Menuju US$4.000 Masih Sulit?
Secara teknikal, momentum tetap bullish.
Meskipun pasar berjangka spekulatif menjadi pendorong utama reli, permintaan fisik di Asia mulai menunjukkan tanda-tanda jeda ketika harga melampaui $3.550. Pembeli di pasar utama seperti China dan India sementara waktu menahan diri, menunjukkan "sticker shock" pada level rekor ini.
Namun, permintaan dari bank sentral tetap menjadi jangkar penting. Bank sentral global membeli lebih dari 1.000 ton emas pada 2024, dan dengan inflasi serta volatilitas mata uang yang berlanjut, tahun ini diperkirakan akan kembali terjadi gelombang pembelian signifikan.
Data inflasi AS pekan ini akan datang bersamaan dengan sinyal kebijakan ECB, dapat menjadi katalis berikutnya bagi emas. Jika data mengonfirmasi ekonomi yang mendingin dan tren disinflasi yang berlanjut, ekspektasi pelonggaran agresif akan semakin kuat kemungkinan menjaga emas tetap diminati. Namun, kejutan inflasi bisa menantang momentum yang ada.
Goldman Sachs memperkirakan harga emas bisa melesat jauh di atas baseline $4.000 per troy ounce pada pertengahan 2026, jika investor swasta semakin agresif melakukan diversifikasi ke logam mulia tersebut.
Goldman memperkirakan harga emas mencapai $3.700 pada akhir 2025 dan $4.000 pada pertengahan 2026, dengan asumsi pembelian kuat dari bank sentral. Namun, pandangan baseline ini tidak memasukkan kemungkinan terjadinya pergeseran besar dari investor swasta keluar dari aset dolar AS ke emas - sebuah skenario yang dapat mendorong harga setinggi $4.500 per ons.
CNBC INDONESIA RESEARCH
[email protected]
