
8 Bencana dengan Kerugian Terbesar di RI, Megathrust Makin Mengancam

Jakarta, CNBC Indonesia - Indonesia menjadi salah satu negara yang rawan dilanda bencana besar dari tahun ke tahun, membuat pemerintah harus menyiapkan anggaran yang sangat besar.
Indonesia juga dilintasi oleh berbagai gunung api aktif atau dapat disebut sebagai 'Ring of Fire'. Posisi tersebut menjadi salah satu alasan mengapa Indonesia begitu rawan dilanda bencana.
Hal ini karena posisinya berada di Cincin atau Lingkar Api Pasifik. Wilayah ini membentang sepanjang 40.000 km di sekitar Samudra Pasifik yang sering terjadi gempa bumi dan letusan gunung api.
Wilayah tersebut dikenal sebagai jalur gempa teraktif di dunia yang terdiri dari palung samudra, busur vulkanik, dan sabuk vulkanik. Semuanya terletak saling berdekatan satu sama lain.
Karena terletak di jalur tersebut, Indonesia mengalami banyak gempa dan letusan gunung api. Terlebih posisinya berada di atas tiga tumbukan lempeng benua, yaitu Lempeng Indo-Australia di selatan, Lempeng Eurasia di utara, dan Lempeng Pasifik di timur.
Indonesia yang diapit oleh dua samudra membuat potensi gempa besar yang terjadi di beberapa wilayah pun tidak dapat dihindarkan, di mana salah satunya yakni potensi gempa megathrust.
Tak hanya itu saja, bencana yang melanda Indonesia tak hanya dari faktor alam seperti gempa bumi, tsunami, dan erupsi gunung api. Tetapi juga sering dilanda oleh banjir, angin puting beliung, tanah longsor, dan kebakaran hutan dan lahan (karhutla).
Adapun banjir, tanah longsor, dan karhutla lebih sering diakibatkan oleh perilaku manusia yang melakukan pembukaan lahan. Banjir dan tanah longsor terjadi akibat intensitas hujan tinggi disertai kurangnya daerah resapan di dataran tinggi karena masifnya pembukaan lahan. Begitu juga karhutla, di mana pembukaan lahan yang masif dengan cara membakar lahan juga menyebabkan bencana ini.
Kejadian bencana alam di Indonesia memiliki intensitas yang tinggi dan berpengaruh terhadap kehidupan sosial ekonomi masyarakat serta potensi risiko pembiayaan bencana yang bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN).
Dalam kurun waktu lima tahun terakhir, terjadi peningkatan kejadian bencana alam. Peningkatan kejadian bencana alam di Indonesia dengan keterjadian terbanyak yaitu banjir, tanah longsor, dan puting beliung.
![]() Bencana Alam di Indonesia 5 Tahun Terakhir (Dok: BNPB) |
Adapun selama 15 tahun terakhir, rata-rata kerugian per tahun akibat bencana alam mencapai Rp 22,85 triliun atau hampir Rp 23 triliun.
Bencana penyumbang kerugian secara finansial terbesar adalah gempa bumi, tsunami, letusan gunung api, kebakaran, dan banjir. Bencana Tsunami di Aceh pada 2004 menjadi bencana penyumbang terbesar kerugian negara hingga saat ini yakni sebesar Rp 51,4 triliun.
Potensi risiko fiskal yang bersumber dari bencana alam adalah kerugian finansial yang diakibatkan bencana alam melebihi anggaran bencana yang sudah dialokasikan di APBN.
Dalam rangka memitigasi risiko bencana alam, pemerintah menyediakan alokasi dana cadangan penanggulangan bencana di APBN. Rata-rata realisasi dana cadangan penanggulangan bencana pada APBN dalam periode tahun 2014-2024 adalah sekitar Rp 4,29 triliun per tahun.
Ancaman Gempa Megathrust di Indonesia
Seperti yang disebutkan sebelumnya, potensi Indonesia dilanda gempa megathrust cukup besar dan dapat membuat masyarakat semakin khawatir. Apalagi, gempa megathrust ini tentunya dapat membebani APBN.
Gempa megathrust adalah gempa bumi yang sangat besar yang terjadi di zona subduksi, wilayah tempat salah satu lempeng tektonik bumi terdorong di bawah lempeng lainnya.
Kedua lempeng biasanya terus bergerak mendekati satu sama lain, tetapi menjadi "terjebak" di tempat mereka bersentuhan. Akhirnya, penumpukan regangan melebihi gesekan antara kedua lempeng dan gempa megathrust yang besar terjadi.
Di Indonesia, ada beberapa wilayah yang perlu diwaspadai, di mana BMKG saat ini tengah memantau wilayah tersebut karena ada potensi dilanda gempa yang cukup besar. Wilayah tersebut adalah segmen Megathrust Mentawai-Suberut dan Megathrust Selat Sunda, di mana keduanya terakhir mengalami gempa lebih dari ratusan tahun lalu.
Berdasarkan pemetaan BMKG, sampai saat ini setidaknya ada 13 megathrust yang tersebar di Indonesia. Beberapa di antaranya mengalami pecah segmen hingga membentuk segmen yang baru, seperti Segmen Mentawai yang dibagi menjadi Segmen Mentawai-Siberut dan Segmen Mentawai-Pagai.
Ada juga segmen Jawa yang dibagi menjadi tiga segmen, yakni segmen Selat Sunda-Banten, Segmen Jawa Barat, dan Segmen Jawa Tengah-Jawa Timur.
Zona megathrust bukanlah hal baru. Di Indonesia, zona sumber gempa ini sudah ada sejak jutaan tahun lalu saat terbentuknya rangkaian busur kepulauan Indonesia.
Zona megathrust berada di zona subduksi aktif, seperti Subduksi Sunda mencakup Sumatra, Jawa, Bali, Lombok, dan Sumba, Subduksi Banda, Subduksi Lempeng Laut Maluku, Subduksi Sulawesi, Subduksi Lempeng Laut Filipina, dan subduksi Utara Papua.
Saat ini segmen zona megathrust Indonesia sudah dapat dikenali potensinya. Seluruh aktivitas gempa yang bersumber di zona megathrust disebut sebagai gempa megathrust dan tidak selalu berkekuatan besar.
Sebagai sumber gempa, zona megathrust dapat membangkitkan gempa berbagai magnitudo dan kedalaman. Data hasil monitoring BMKG menunjukkan, justru "gempa kecil" yang lebih banyak terjadi di zona megathrust, meskipun zona ini dapat memicu gempa besar.
![]() |
Namun, sejumlah studi mengungkap megathrust ini, termasuk yang di dekat Jawa, berpotensi memicu tsunami hingga puluhan meter.
Hasil monitoring BMKG menunjukkan bahwa zona megathrust selatan Jawa memang sangat aktif yang tampak dalam peta aktivitas kegempaannya (seismisitas).
Dalam catatan sejarah, sejak tahun 1700, zona megathrust selatan Jawa sudah beberapa kali terjadi aktivitas gempa besar (major earthquake) dan dahsyat (great earthquake).
Gempa besar dengan magnitudo antara 7,0 dan 7,9 yang bersumber di zona megathrust selatan Jawa sudah terjadi sebanyak 8 kali dan lebih dari magnitude 8,0 terjadi sebanyak 3 kali.
Sebagian yang tercatat di antaranya di Jawa Timur berkekuatan M8,5 pada tahun 1859, Banten M7,9 tahun 1903, Yogyakarta M8,1 tahun 1943, Banyuwangi M7,6 tahun 1994, dan Pangandaran M7,8 tahun 2006.
Namun, untuk gempa dengan kekuatan 9,0 atau lebih besar di selatan Jawa belum pernah tercatat dalam katalog sejarah gempa.
CNBC INDONESIA RESEARCH
(chd/luc)