
Harga Batu bara Terkubur 8 Hari, Siapa Sanggup Menolong?

Jakarta, CNBC Indonesia - Harga batu bara belum keluar dari tren negatif. Merujuk Refinitiv, harga batu bara pada perdagangan kemarin, Rabu (13/8/2025) ditutup di US$ 111,6 per ton atau stagnan. Harga ini adalah yang terendah sejak 21 Juli 2025.
Harga batu bara pada Selasa mencatat kinerja buruk dengan melemah 4,9% dalam delapan hari beruntun. Pelemahan selama delapan hari beruntun ini adalah yang terburuk sepanjang tahun ini.
Terakhir kali batu bara melemah selama delapan hari terjadi pada November 2024.
Harga batu bara tidak kunjung naik meskipun ada kabar gembira dari China.
Harga batubara termal di China mencapai titik tertinggi dalam lima bulan terakhir, dipicu oleh dua faktor utama.
Di antaranya gelombang panas ekstrem yang meningkatkan permintaan listrik secara signifikan serta gangguan pasokan akibat hujan lebat di daerah tambang, yang memperlambat operasional tambang dan distribusi.
Suhu yang sangat tinggi mendorong lonjakan konsumsi listrik untuk penyejuk ruangan, sehingga meningkatkan kebutuhan batubara sebagai sumber utama pembangkit listrik termal.
Selain cuaca panas, curah hujan yang berlebihan di daerah-daerah pertambangan membuat produksi dan logistik terganggu, membatasi pasokan batubara ke pembangkit.
Kombinasi permintaan yang melonjak dan pasokan yang terganggu mendorong tekanan positif pada harga hingga mencapai rekor lima bulan terakhir.
Menurut laporan dari SteelMint yang dikutip oleh BigMint, harga batubara termal asal Afrika Selatan juga meningkat tipis secara week-on-week (w-o-w) meskipun aktivitas perdagangan tetap rendah mengindikasikan permintaan yang lemah.
Sentimen memang naik secara harga, tetapi karena volume transaksi yang terbatas, pasar dinilai masih datar. Diharapkan dalam beberapa hari ke depan akan ada kejelasan lebih lanjut tentang harga. Peningkatan harga memang ada tetapi pasar masih menunjukkan dinamika hati-hati.
Transaksi nyata mungkin tidak banyak berlangsung, sering kali mencerminkan ketidakyakinan atau permintaan yang lemah. Pelaku pasar sedang menunggu sinyal lebih lanjut, bisa dari data impor, pasokan, atau tren harga global untuk menentukan pembelian berikutnya.
CNBC INDONESIA RESEARCH
[email protected]
