
Ini Sejarah Dividen Bank Mandiri, Intip Proyeksinya Tahun Ini

Jakarta, CNBC Indonesia - Emiten bank pelat merah, PT Bank Mandiri Tbk (BMRI) jadi salah satu big bank yang belum merilis laporan keuangan. Perkiraan hasilnya akan lebih moderat, tetapi laba tahun ini diprediksi tetap memberikan dividen ciamik.
Sampai Mei 2025, BMRI mencatat laba sebesar Rp19,65 triliun, tumbuh tipis 0,13% secara tahunan (yoy). Hanya tersisa kinerja pada bulan Juni untuk melengkapi kinerja selama setengah tahun ini.
Kami mencoba menghitung dengan pertumbuhan konstan, proyeksi laba sepanjang paruh pertama 2025 BMRI akan berada di sekitar Rp23,58 triliun, sementara dalam setahun Rp52,78 triliun.
Dari nilai tersebut, earning per share (EPS) yang potensi didapatkan pada 2025 mencapai 565,60. Lebih rendah dibandingkan capaian 2024 sebesar 597,67.
Perlu diakui, perlambatan kinerja keuangan bank Mandiri ini tak hanya dialami sendiri. Seluruh industri perbankan bisa dibilang mengalami masa yang sulit pada paruh pertama tahun ini, mulai dari awal tahun dengan suku bunga tinggi, ketidakpastian geopolitik, sampai tarif Trump yang membuat investor asing terus melakukan aksi jual.
Hasilnya, jika ditarik dari awal tahun sampai perdagangan Senin hari ini (4/8/2025) pukul 09.15 WIB, saham BMRI pun masih terkontraksi ke zona merah lebih dari 20%.
Namun, penurunan harga saham ini kemudian menjadi penyeimbang yang membuat prospek dividen masih moncer.
Jika payout ratio (DPR) bisa dipertahankan di kisaran 80%, maka dividen per lembar potensi mencapai Rp452,48. Nilai ini jika dibandingkan harga saham BMRI terkini di Rp4540 per lembar, akan menghasilkan yield sebesar 9,96%.
Potensi cuan itu bisa dibilang sangat menarik, karena secara historis itu bakal jadi yield terbesar sepanjang sejarah.
Bisa dilihat pada tabel berikut, dari laba tahun buku 2024, BMRI memberikan yield dividen sekitar 9,14% berdasarkan harga saham ketika cum date. Cuan ini juga hampir mendekati level All Time High (ATH) di sekitar 9,58% yang pernah dicapai pada 2004 silam atau lebih dari dua dekade.
CNBC INDONESIA RESEARCH
(tsn/tsn)