Krisis Negara Kaya Minyak: Harga Air Minum Lebih Mahal dari Bensin!

Elvan Widyatama, CNBC Indonesia
02 August 2025 14:00
FILE PHOTO: Iran's national flags are seen on a square in Tehran February 10, 2012, a day before the anniversary of the Islamic Revolution. REUTERS/Morteza Nikoubazl/File Photo
Foto: Iran (REUTERS/Morteza Nikoubazl/)

Jakarta, CNBC Indonesia - Iran tengah menghadapi krisis berlapis yang semakin memburuk seiring puncak musim panas 2025. Suhu ekstrem yang menembus hampir 50°C, kelangkaan air bersih, dan kurangnya pasokan listrik menjadi kenyataan pahit yang dihadapi jutaan warga setiap hari.

Di tengah keterbatasan akses terhadap kebutuhan dasar, harga air minum dalam kemasan kini bahkan lebih mahal dari bensin. Suatu ironi di negeri yang dikenal sebagai salah satu produsen minyak terbesar dunia.

Kondisi ini diperparah oleh kekeringan yang telah berlangsung selama lima tahun berturut-turut. Curah hujan nasional turun drastis 40% dibanding tahun sebelumnya, dan volume air yang masuk ke bendungan anjlok 43%.

Lebih dari separuh kapasitas bendungan di negara itu kini kosong, dengan beberapa reservoir utama seperti di Provinsi Hormozgan benar-benar kering. Akibatnya, aliran air di banyak wilayah hanya berlangsung selama dua jam dalam dua hari, memicu protes warga di berbagai kota besar.

Sebagai respons, pemerintah menerapkan langkah darurat seperti menetapkan hari libur nasional dan mempersingkat jam kerja untuk mengurangi beban listrik dan air. Namun, sejumlah pihak menilai pendekatan ini belum menyentuh akar masalah.

Krisis air yang meluas ini menjadi gambaran nyata tantangan lingkungan dan tata kelola sumber daya yang dihadapi Iran, dan berpotensi berdampak lebih besar terhadap ekonomi, pangan, hingga stabilitas sosial jika tak segera ditangani secara menyeluruh.

Undated picture shows a general view of dried up grounds in Shahreza, Iran. Tasnim News Agency/ via REUTERSFoto: Undated picture shows a general view of dried up grounds in Shahreza, Iran. Tasnim News Agency/ via REUTERS
Undated picture shows a general view of dried up grounds in Shahreza, Iran. Tasnim News Agency/ via REUTERS

Apa Penyebab Iran Krisis Air?

Salah satu penyebab utamanya adalah kekeringan ekstrem yang terus berlangsung selama lima tahun berturut-turut, yang telah secara drastis menurunkan curah hujan dan ketersediaan air permukaan. Data dari Kementerian Energi Iran menunjukkan bahwa curah hujan nasional merosot 40% dibandingkan tahun lalu, sementara volume air yang masuk ke bendungan turun 43%.

Hal ini mengakibatkan, lebih dari separuh kapasitas tampungan air nasional kini kosong, dan beberapa bendungan utama seperti di Provinsi Hormozgan benar-benar mengering.

Selain itu, pengelolaan sumber daya air yang buruk selama bertahun-tahun memperparah krisis. Pemerintah lebih banyak berfokus pada pembangunan bendungan dan pengalihan aliran sungai ke kawasan industri atau pertanian besar, tanpa mempertimbangkan daya dukung lingkungan.

Air dialihkan ke wilayah kering di pusat negara, menyebabkan kawasan seperti Khuzestan kehilangan pasokan air alami dari Sungai Karun yang merupakan salah satu sungai terbesar Iran yang kini juga mengalami penyusutan drastis.

Di sisi lain, sektor pertanian yang boros air menjadi beban besar dalam konsumsi air nasional. Sekitar 90% dari pasokan air Iran dikonsumsi oleh pertanian, yang sebagian besar masih mengandalkan sistem irigasi tradisional dengan efisiensi rendah.

Kebijakan swasembada pangan turut mendorong eksploitasi besar-besaran terhadap air tanah. Akibatnya, cadangan air bawah tanah mengering, tanah menjadi asin, dan risiko amblesan tanah pun meningkat.

Tak hanya itu, minimnya kebijakan konservasi dan lemahnya regulasi membuat masalah semakin kompleks. Sumur-sumur ilegal terus bermunculan, infrastruktur irigasi banyak yang bocor dan usang,

serta kurangnya pengawasan menyebabkan pasokan air terbuang sia-sia sebelum sampai ke pengguna akhir.

Lebih jauh lagi, perubahan iklim global memperparah tekanan yang ada. Suhu rata-rata di Iran terus meningkat, musim kering makin panjang, dan pola curah hujan menjadi makin tak menentu.

Data satelit dari peneliti University of California dan Universitas Stuttgart menunjukkan bahwa sejumlah bulan dalam dua tahun terakhir seperti Januari, Maret, dan Oktober yang mencatat rekor sebagai bulan terkering dalam empat dekade terakhir.

Kumpulan faktor-faktor inilah yang akhirnya menciptakan krisis air besar di Iran. 

Harga Air Lebih Mahal dari Bensin

Krisis air bersih di Iran makin memukul kehidupan sehari-hari rakyatnya. Data terbaru menunjukkan harga air minum kemasan kini tembus 60.000 rial Iran per liter, atau setara Rp22.500. Sebagai perbandingan, harga bensin nonsubsidi di Iran hanya sekitar 30.000 rial per liter atau Rp11.250.

Kesenjangan makin mencolok ketika melihat harga bensin bersubsidi. Di seluruh Iran, warga masih bisa membeli bensin seharga 1.250 rial per liter, atau hanya Rp500. Artinya, harga air minum 45 kali lebih mahal dibanding bensin bersubsidi, dan dua kali lebih mahal dibanding bensinharga normal.

Fenomena ini menggambarkan ironi besar di tengah negara kaya sumber energi, tapi justru menghadapi krisis parah dalam penyediaan air bersih. Di saat bensin bisa dibeli sangat murah karena subsidi pemerintah, warga harus mengeluarkan uang lebih besar hanya untuk sekadar membeli air layak minum.

Bagi masyarakat berpenghasilan rendah, selisih harga ini sangat menyesakkan. Pengeluaran untuk kebutuhan dasar seperti air minum kini melampaui biaya transportasi. Ini menjadi bukti nyata bahwa krisis air di Iran bukan lagi sekadar isu lingkungan, melainkan sudah menjadi krisis kemanusiaan.

Iran Juga Dilanda Krisis Listrik

Krisis air juga berdampak langsung pada pasokan listrik. Iran sangat bergantung pada pembangkit listrik tenaga air, yang produksinya anjlok akibat keringnya bendungan. Ditambah dengan peningkatan konsumsi listrik karena penggunaan pendingin udara secara masif, jaringan listrik nasional mengalami kelebihan beban.

Pemerintah mengumumkan pemadaman bergilir di berbagai wilayah, termasuk kota-kota besar seperti Teheran dan Shiraz. Warga diperingatkan untuk membatasi penggunaan listrik di siang hari, sementara banyak kantor dan pusat perbelanjaan harus tutup lebih awal.

Selain itu, gangguan suplai energi juga berdampak pada sektor industri dan rumah sakit. Perusahaan manufaktur terpaksa mengurangi jam produksi, sementara rumah sakit mengandalkan genset untuk mempertahankan layanan kritis.

A view of Tehran capital of Iran is seen, early Saturday, Oct. 26, 2024. (AP Photo/Vahid Salemi)Foto: AP/Vahid Salemi
A view of Tehran capital of Iran is seen, early Saturday, Oct. 26, 2024. (AP Photo/Vahid Salemi)

CNBC INDONESIA RESEARCH 

[email protected]

(evw/luc)
Tags

Related Articles

Most Popular
Recommendation