
3 Faktor Buat Harga Emas Ambruk, Berapa Lama Terjebak di Titik Kritis?

Jakarta, CNBC Indonesia - Harga emas dunia tengah mengalami tekanan serius, mencatatkan penurunan selama empat hari berturut-turut sejak 23 Juli 2025.
Hingga penutupan perdagangan Senin (28/7/2025), harga emas telah terjun 4,01% dalam empat hari beruntun ke level US$3.314 per troy ons, menjadi penurunan mingguan terbesar dalam hampir tiga bulan terakhir.
Meskipun pada perdagangan hari ini Selasa (29/7/2025) hingga pukul 16.34 WIB, harga emas dunia di pasar spot terpantau menguat 0,36% di posisi US$3.325,94 per troy ons.
Analis Pepperstone, Dilin Wu, menjelaskan bahwa emas saat ini berada di persimpangan jalan, ditarik oleh berbagai faktor fundamental yang saling bertolak belakang. Di satu sisi, sentimen positif terhadap ekonomi global, didorong oleh membaiknya prospek perdagangan internasional dan solidnya data ekonomi AS, mendorong investor keluar dari aset safe haven seperti emas.
Di sisi lain, ketegangan geopolitik, ketidakpastian inflasi, serta pembelian emas oleh bank sentral masih menjadi bantalan yang menahan harga emas dari koreksi lebih dalam.
Wu memperkirakan volatilitas harga emas akan tetap tinggi dalam waktu dekat, seiring pasar menanti tiga agenda besar yakni negosiasi tarif dagang lanjutan, keputusan suku bunga The Federal Reserve (The Fed), serta rilis data tenaga kerja non-pertanian AS.
1. Kepastian Mereda, Trump Redakan Ketegangan Dagang
Salah satu pemicu utama pelemahan harga emas saat ini adalah meredanya ketidakpastian perdagangan global yang selama ini menjadi faktor pendukung reli emas. Presiden Amerika Serikat Donald Trump yang sebelumnya dikenal agresif dalam menerapkan kebijakan proteksionis, mulai berhasil mencapai kesepakatan dengan negara mitra dagangnya.
Selama Juli 2025, Trump berhasil menjalin kesepakatan dagang dengan berbagai mitra utama AS, seperti Jepang, Inggris, Vietnam, Indonesia, Filipina, dan yang paling signifikan Uni Eropa. Kesepakatan dagang dengan UE menjadi sorotan karena kedua pihak merupakan kekuatan ekonomi utama yang mencakup hampir sepertiga dari perdagangan global.
Kesepakatan tersebut mencakup pengenaan tarif impor sebesar 15% untuk sebagian besar barang asal Uni Eropa atau hanya setengah dari tarif ancaman sebelumnya. Langkah ini dinilai berhasil mencegah pecahnya perang dagang besar yang berpotensi mengguncang pasar global. Kesepakatan ini juga mencerminkan strategi kompromi serupa yang sebelumnya dijalankan AS saat bernegosiasi dengan Jepang.
Menurut Manav Modi, Senior Analyst di Motilal Oswal Financial Services Ltd, "Kesepakatan dagang ini menurunkan permintaan terhadap aset aman karena pasar melihat risiko geopolitik dan ketidakpastian ekonomi mulai mereda. Ini menjelaskan mengapa emas kehilangan daya tariknya selama beberapa hari terakhir."
2. Dolar AS Perkasa, Emas Terpukul
Selain sentimen ketidakpastian yang membaik, tekanan pada emas juga datang dari penguatan indeks dolar AS yang sempat melonjak signifikan usai tercapainya kesepakatan dagang antara AS dan Uni Eropa.
Dalam kesepakatan tersebut, AS menetapkan tarif impor sebesar 15% untuk sebagian besar barang asal Eropa setengah dari tarif ancaman sebelumnya dan berhasil menghindari potensi perang dagang besar antar kedua kekuatan ekonomi global tersebut.
Indeks dolar AS (DXY) telah mengalami penguatan sejak Kamis (24/7/2025) pekan lalu, hingga puncaknya di perdagangan kemarin Senin (28/7/2025), DXY mengalami penguatan sebesar 1,01% dalam satu hari di level 98,63.
Penguatan dolar biasanya menjadi kabar buruk bagi emas karena membuat logam mulia ini menjadi lebih mahal bagi pemegang mata uang lain. Sebagai catatan, pembelian emas dikonversi dalam dolar AS sehingga kenaikan dolar AS membuat harga emas lebih mahal dibeli.
Meski demikian, sejumlah analis menilai reli dolar kali ini bisa jadi bersifat sementara.
"Pasar valuta asing telah menghukum dolar AS sepanjang tahun ini karena dua tekanan domestik yakni meningkatnya ketidakpastian kebijakan dan tekanan terhadap daya beli konsumen akibat guncangan pendapatan riil setelah pengumuman tarif," ujar Javier Corominas, Direktur Strategi Makro Global di Oxford Economics.
javier juga menambahkan bahwa dibanding mitra dagangnya, AS justru lebih rentan terhadap dampak tarif ini, karena eksportir dari negara lain seperti China telah terbukti cukup adaptif dengan mendiversifikasi pasar tujuan selama masa jabatan pertama Trump.
3. Pasar Menanti Keputusan The Fed
Faktor lain yang juga menjadi sorotan pelaku pasar adalah arah kebijakan moneter The Fed. Bank sentral AS dijadwalkan akan mengumumkan keputusan suku bunganya pada Rabu (30/7/2025), di tengah proyeksi bahwa suku bunga akan tetap tinggi lebih lama.
Ekspektasi jika The Fed akan mempertahankan sikap hawkish nya memberikan tekanan tambahan terhadap emas, karena suku bunga tinggi meningkatkan opportunity cost dalam memegang aset tanpa imbal hasil seperti emas.
Di sisi lain, jika The Fed mulai memberi sinyal dovish atau melihat pelemahan dalam pasar tenaga kerja, maka harga emas berpotensi kembali menemukan momentum penguatannya.
CNBC INDONESIA RESEARCH
(evw/evw)