
Benci Tapi Cinta! Ramalan Nasib Batu bara 2025-2026 Penuh Tanda Tanya

Jakarta, CNBC Indonesia- Batu bara masih menjadi tulang punggung sistem energi dunia. Di tengah desakan transisi energi global, konsumsi batu bara justru menembus rekor tertinggi dalam sejarah pada 2024. Produksi dan perdagangan pun mengikuti, menandakan bahwa energi fosil yang satu ini belum benar-benar ditinggalkan.
Namun, laporan Coal Mid-Year Update 2025 yang dirilis oleh International Energy Agency (IEA) menunjukkan sinyal awal perubahan. Konsumsi batubara global mulai melandai pada 2025 dan diperkirakan akan tetap stagnan hingga 2026. Asia terutama China dan India tetap menjadi pusat permintaan, sementara negara maju terus memangkas ketergantungannya.
Di sisi lain, harga dan volume perdagangan internasional mulai menurun, menunjukkan tekanan baru di pasar global batubara.
Meski batubara kerap jadi sorotan dalam diskusi transisi energi, faktanya komoditas ini masih mendominasi bauran energi global, terutama di Asia. IEA mencatat bahwa konsumsi, produksi, hingga perdagangan batubara dunia saat ini berada di level tertinggi sepanjang sejarah.
Namun, tahun 2025 menunjukkan tanda-tanda pergeseran. Konsumsi global batubara mulai stagnan setelah mengalami lonjakan selama periode pasca-Covid dan perang energi 2022. Meski demikian, Asia masih jadi pusat gravitasi pasar batubara dunia, dengan China dan India menyumbang mayoritas permintaan.
Konsumsi Batubara Global Capai Rekor, Tapi Mulai Stagnan
Tahun 2024 menjadi tonggak penting. Konsumsi batu bara global tumbuh 1,5% menjadi 8,79 miliar ton, rekor tertinggi yang pernah dicapai. Sebagian besar pertumbuhan itu berasal dari China (+82 juta ton atau 1,7%) dan India (+45 juta ton atau 4%), diikuti oleh Indonesia dan Vietnam. Sebaliknya, negara-negara maju seperti Uni Eropa dan Amerika Serikat mencatat penurunan signifikan, masing-masing turun 11% dan 4%.
Pada 2025, permintaan global diperkirakan stagnan. Laporan dari IEA menyebutkan hanya ada kenaikan marginal sebesar 0,2%, yang berarti total konsumsi masih berada di kisaran 8,78-8,79 miliar ton.
![]() Aktivitas pertambangan batubara milik Bayan Resources di Tabang/Pakar, Kalimantan, Jumat (17/11/2023). (CNBC Indonesia/Muhammad Sabki) |
China justru mengalami penurunan konsumsi sebesar 0,5% karena pertumbuhan listrik yang lemah dan lonjakan energi terbarukan. India pun turun 2,1% di paruh pertama tahun ini akibat awal musim hujan dan basis konsumsi tinggi pada 2024.
Namun demikian, Amerika Serikat mengalami lonjakan konsumsi hingga 12% di paruh pertama 2025, dipicu oleh tingginya permintaan listrik dan lonjakan harga gas alam.
Uni Eropa juga mengalami rebound singkat karena rendahnya output angin dan hidro, serta tingginya harga gas. Permintaan batubara di Indonesia pun tumbuh signifikan hingga 7% pada 2025, didorong oleh sektor kelistrikan dan smelter.
Asia Kuasai 77% Konsumsi Batu Bara Dunia
Asia tetap menjadi pusat konsumsi batubara global. IEA mencatat bahwa China, India, dan negara ASEAN menguasai sekitar 77% konsumsi batubara dunia pada 2024, lebih dari dua kali lipat proporsinya pada awal abad ke-21.
China tetap menjadi pemain utama. Negara ini menyumbang 56% konsumsi batubara global, dengan pembangkit listrik menyerap sekitar sepertiga dari total konsumsi dunia. Bahkan ketika China mencatat penurunan konsumsi tahun ini, volumenya tetap mendominasi.
India diperkirakan mencatat pertumbuhan konsumsi sebesar 1,3% tahun ini, mencapai 1,31 miliar ton, dengan dorongan dari sektor baja dan listrik yang mulai pulih di semester kedua. Indonesia sendiri mencatat konsumsi 268 juta ton pada 2025.
Proyeksi 2026, Masih Stabil, Tapi Ada Penurunan di Negara Maju
Ke depan, IEA memperkirakan konsumsi batubara global akan sedikit menurun di 2026, tetapi masih berada di level tinggi, yakni 8,78 miliar ton. China diperkirakan akan rebound dan hampir menyentuh kembali angka 5 miliar ton, sementara India naik 2,5% menjadi 1,35 miliar ton.
Sebaliknya, konsumsi di Uni Eropa diperkirakan turun drastis sebesar 61 juta ton, seiring percepatan pensiun pembangkit batubara dan ekspansi energi terbarukan. Jepang dan Korea juga terus mencatat penurunan.
![]() Change in global coal consumption, 2024–2026 |
Produksi dan Perdagangan Masih Tinggi, Tapi Menuju Penurunan
Meskipun permintaan stagnan, produksi batubara global pada 2024 justru menyentuh rekor 9,15 miliar ton, didorong oleh produksi tinggi di China, India, dan Indonesia. Di 2025, produksi diprediksi kembali naik ke 9,2 miliar ton, meski tekanan stok dan harga mulai terasa.
Indonesia, misalnya, diperkirakan memangkas produksinya sebesar 10% pada 2025 karena lesunya harga ekspor dan gangguan cuaca. Sebaliknya, produksi di India terus naik didorong oleh tambang swasta dan captive mining blocks.
Sementara itu, perdagangan batubara global juga mencapai rekor pada 2024, tembus 1,55 miliar ton. Namun pada 2025 dan 2026, IEA memproyeksi dua tahun berturut-turut penurunan perdagangan sesuatu yang belum pernah terjadi sepanjang abad ini.
Setelah melonjak pada 2022, harga batubara kini menurun drastis. Harga thermal coal di China turun ke level terendah sejak 2021, sementara harga internasional seperti Newcastle dan ARA juga stabil di kisaran US$ 100 per ton pada pertengahan 2025.
Harga batubara dari Rusia pun kehilangan daya saing karena diskon besar yang tak lagi berkelanjutan, terutama di tengah sanksi dan beban biaya ekspor yang tinggi.
Meski dunia bergerak ke arah transisi energi, batubara belum sepenuhnya ditinggalkan. Permintaan masih tinggi terutama di Asia dan produksi tetap berjalan meskipun permintaan mulai datar. Namun tren 2025-2026 menunjukkan awal dari pergeseran pasar, bahwa konsumsi negara maju menurun, perdagangan internasional mulai surut, dan harga semakin tertekan.
Bagaimanapun, selama China dan India belum beralih penuh ke energi bersih, batubara akan tetap jadi bagian penting dari sistem energi global.
CNBC INDONESIA RESEARCH
[email protected]
