Awas! IHSG Rawan Kelelahan Usai 9 Hari terbang, Dolar Lagi Menggila
Pasar keuangan RI kemarin bergerak variatif, IHSG melanjutkan penguatan selama 9 hari, sayangnya rupiah dan obligasi loyo.
Wall Street kompak menguat bahkan mencetak rekor tertinggi sepanjang masa
Akhir pekan menantang, posisi IHSG di resistance, saham IPO digembok, dan efek suku bunga belum terasa ke sektor perbankan - properti.
Jakarta, CNBC Indonesia - Pasar keuangan RI kemarin Kamis (17/7/2025) bergerak variatif. Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) makin gacor menguat 9 hari beruntun, tetapi rupiah dan obligasi loyo.
Pasar keuangan Indonesia diharapkan bergerak di zona hijau pada hari ini. Selengkapnya mengenai sentimen dan proyeksi ekonomi hari ini bisa dibaca pada halaman 3 artikel ini.
IHSG pada penutupan kemarin parkir di zona positif lagi, menguat signifikan 1,32% atau 95 poin ke posisi 7.287,02.
Penguatan kemarin terbilang paling kencang jika dibandingkan delapan hari sebelumnya yang tentunya ditutup di zona hijau.
Perdagangan pasar saham kemarin terbilang ramai dengan turnover Rp14,29 triliu, melibatkan 24,37 miliar lembar saham yang berputar 1,60 juta kali, mengimplikasikan 355 saham menguat, 234 saham melemah, sementara 217 saham stagnan. Adapun market cap IHSG bertengger di Rp13,04 kuadriliun.
Investor asing akhirnya mencatatkan net buy sebesar Rp 636,3 miliar pada perdagangan kemarin,
Sektor teknologi menjadi pendongkrak utama IHSG, tetapi hanya ditopang oleh satu emiten saja, yakni emiten data center milik Toto Sugiri dan Grup Salim, PT DCI Indonesia Tbk (DCII) dengan kontribusi indeks poin sebanyak 48,65.
Diikuti emiten BUMN PT Telkom Indonesia Tbk (TLM) yang melesat 4,53% ke Rp2770 per saham, memberikan sumbangsih 6,88 indeks poin. Tak luput juga emiten holding bisnis Prajogo Pangestu, PT Barito Pacific Tbk (BRPT) menyumbang 10,64 poin.
Lainnya, ada emiten batu bara grup Sinarmas PT Dian Swastatika Sentosa Tbk (DSSA) berkontribusi 5,4 poin dan emiten waralaba Alfamart (AMRT) sebanyak 4,75 poin.
Beralih ke mata uang Garuda, pada kemarin malah terpantau loyo di hadapan dolar Amerika Serikat (AS).
Merujuk data Refintiiv, rupiah bertengger di posisi Rp16.325/US$, melemah 0.37% dalam sehari. Mata uang RI sudah empat hari ini terus melemah dan menandai level paling lemah sejak 24 Juni.
Pelemahan rupiah terjadi seiring dengan indeks dolar AS yang menguat 0,44% ke posisi 98,71 pada perdagangan hari ini sampai pukul 15.00 WIB.
Selain karena dolar AS yang menguat, pelemahan mata uang Garuda dipicu oleh sentimen negatif dari kondisi perekonomian global yang tengah penuh gejolak, hingga membuat Bank Indonesia (BI) harus melakukan intervensi di pasar uang.
Sejalan dengan pelemahan rupiah, pasar obligasi juga terpantau ikut mengalami aksi jual.
Merujuk data Refinitiv, yield obligasi acuan RI tenor 10 tahun menguat 2,1 basis poin (bps) menjadi 6,59%, mencatat penguatan yield terkencang dalam kurun waktu sekitar dua minggu terakhir.
Perlu dipahami bahwa, pergerakan yield dan harga pada obligasi itu berlawanan arah. Jadi, ketika yield naik, artinya harga sedang turun atau investor sedang ramai jualan.
(tsn/tsn)