
Lira Lebanon-Dulu Dipuja Dunia Kini Jadi Mata Uang Paling Tak Berharga

Jakarta, CNBC Indonesia - Mata Uang asal Lebanon, yakni lira Lebanon (LBP) saat ini menyandang predikat sebagai mata uang paling tidak berharga di dunia versi Wise tahun 2025. Sebuah hal pahit bagi mata uang yang dulunya pernah menjadi simbol kestabilan keuangan di kawasan Timur Tengah.
Dalam daftar nilai tukar global terbaru dari Wise, LBP berada di posisi terbawah bahkan lebih lemah dibanding mata uang dari negara-negara yang tengah dilanda konflik dan sanksi ekonomi seperti rial Iran. Ini menandakan betapa dalamnya krisis ekonomi yang menimpa Lebanon dalam beberapa tahun terakhir.
![]() Pund Lebanon. (AP Photo/Hussein Malla, File) |
Berdasarkan data Refinitiv per Kamis (17/7/2025), nilai tukar LBP anjlok ke level LBP 89.500 per US$1, menjadi rekor terlemah sepanjang sejarah. Padahal, pada awal 2019 LBP masih diperdagangkan stabil di sekitar LBP 1.505 per US$1. Artinya, dalam kurun waktu kurang dari delapan tahun mata uang Lebanon telah melemah sebesar 5.844,08%.
Depresiasi tajam ini mencerminkan krisis ekonomi dan hiperinflasi yang melanda Lebanon sejak 2019, dipicu oleh korupsi sistemik, kegagalan kebijakan fiskal dan moneter, serta keruntuhan sektor perbankan. Masyarakat pun kehilangan kepercayaan terhadap mata uang nasionalnya dan beralih menggunakan dolar AS dalam transaksi sehari-hari.
Kini, nilai LBP nyaris tidak memiliki daya beli. Upah pekerja tak lagi cukup untuk membeli kebutuhan pokok, dan tabungan dalam mata uang lokal praktis tergerus habis nilainya. Kondisi ini membuat Lebanon semakin terpuruk, dan reformasi ekonomi yang menyeluruh menjadi satu-satunya jalan keluar dari krisis yang berkepanjangan.
Penyebab Pelemahan Mata Uang Pound Lebanon
Pelemahan mata uang Lebanon ini dimulai ketika Lebanon mengalami krisis keuangan pada 2019 silam. Krisis ini tidak datang secara tiba-tiba, melainkan akumulasi dari praktik korupsi sistemik yang sudah berlangsung selama bertahun-tahun di kalangan pejabat tinggi Lebanon.
Pada tahun yang sama, Transparency International, yakni organisasi global yang fokus melawan korupsi memberikan Lebanon skor hanya 28 dari 100 dalam Indeks Persepsi Korupsi, ini mencerminkan tingkat korupsi yang sangat tinggi di negara tersebut.
Kecurigaan tersebut terbukti benar ketika pada 2022, jaksa penuntut Eropa menuduh Riad Salameh, Gubernur Bank Sentral Lebanon di kala itu, telah melakukan korupsi sebesar US$330 juta dalam periode 2002-2015. Skandal ini mengguncang kepercayaan publik dan investor terhadap sistem keuangan Lebanon.
Tak lama setelah itu, bank dunia mulai memberikan gambaran tentang ekonomi Lebanon sebagai "skema ponzi keuangan", hal ini dituduhkan karena ekonomi Lebanon hanya dijalankan oleh segelintir elit di negara tersebut.
Krisis makin dalam ketika cadangan devisa negara mulai menyusut drastis, memicu krisis kepercayaan terhadap LBP. Bank sentral Lebanon pun mencoba menyesuaikan nilai tukar resmi dari LBP 1.507,5/US$ menjadi LBP 15.000/US$ pada Februari 2023. Namun langkah ini dianggap pasar terlalu terlambat dan tidak realistis.
Pasar menilai nilai tukar resmi masih jauh dari nilai tukar riil. Sejak Februari 2024, LBP terjun bebas hingga menyentuh titik terendah dan terus bertahan di level tersebut hingga saat ini. Hal ini mencerminkan runtuhnya fondasi ekonomi dan hilangnya kepercayaan publik terhadap mata uang nasional.
Ancaman Bagi Masyarakat Lebanon
Sebuah survei yang dilakukan Human Rights Watch pada tahun 2022 terhadap rumah tangga Lebanon menunjukkan bahwa hampir 70% kesulitan untuk memenuhi kebutuhan dasar seperti makanan dan sewa tempat tinggal, sementara pendapatan bulanan median turun drastis menjadi hanya US$122.
![]() Smoke and flames rise near the hotel Beirut Golden Plaza, following an airstrike amid ongoing hostilities between Hezbollah and Israeli forces, in Beirut, Lebanon October 5, 2024, in this screengrab obtained from a social media video. SOCIAL MEDIA/via REUTERS THIS IMAGE HAS BEEN SUPPLIED BY A THIRD PARTY. NO RESALES. NO ARCHIVES. |
Sementara dalam laporan World Bank tahun 2024, kemiskinan di Lebanon telah meningkat lebih dari tiga kali lipat dalam satu dekade terakhir, dan kini memengaruhi 44% populasi.
Warga Lebanon dibayar dalam LBP yang nilainya terus merosot dari hari ke hari, tetapi mereka tetap harus membayar kebutuhan pokok seperti bahan makanan, bahan bakar, dan biaya sekolah yang sebagian besar kini telah dipatok dalam dolar AS.
![]() Suasana yang terjadi setelah Israel mengeluarkan peringatan evakuasi, di Toul, distrik Nabatieh, Lebanon selatan, Kamis (22/5/2025). (REUTERS/Ali Hankir) |
Kondisi ekonomi yang terpuruk juga menyeret Lebanon ke jurang krisis pangan. Per Juli 2025, sekitar 30% populasi Lebanon menghadapi kerawanan pangan. WFP memperkirakan bahwa 2,5 juta orang atau sekitar 40% dari total penduduk Lebanon membutuhkan bantuan pangan sepanjang tahun 2024.
Dengan ekonomi yang digambarkan Bank Dunia sebagai "skema ponzi keuangan" dan lemahnya reformasi struktural, masa depan mata uang Lebanon tampak suram. LBP, yang dulu dipatok stabil selama puluhan tahun, kini nyaris kehilangan seluruh nilainya.
