Harga Bitcoin Ngamuk Gila-gilaan, 7 "Senjata" Ini Buat BTC Mematikan

Susi Setiawati, CNBC Indonesia
15 July 2025 08:45
bitcoin btc
Foto: bitcoin btc

Jakarta, CNBC Indonesia - Harga bitcoin (BTC) berhasil mencetak rekor tertinggi baru di level psikologis US$120.000 atau sekitar Rp 1,95 triliun (US$1=Rp 16.240).

Banyak faktor yang mendorong melonjaknya harga bitcoin mulai dari tingginya permintaan, terdapat regulasi di Amerika Serikat (AS) mengenai Crypto Week, kebijakan pro-kripto dari pemerintahan AS hingga masuknya dana institusional.

Pada perdagangan intraday hari ini pukul 08.00 WIB Selasa (15/7/2025), harga BTC berada di level US$119.516,53. Sementara pada perdagangan sebelumnya Senin (14/7/2025), harga BTC ditutup di zona penguatan di level US$120.222,27 dan dalam perdagangan intraday sempat menyentuh level tertinggi sepanjang masa di US$123.153,22.

Terpantau di sepanjang tahun harga BTC telah melesat hingga 27%. Permintaan yang tinggi sementara terbatasnya pasokan BTC menjadi salah satu penyebab kenaikan harga BTC.

Berikut catatan CNBC Indonesia faktor-faktor yang mendorong kenaikan harga BTC.

1. Pasokan Terbatas

Bitcoin memiliki pasokan maksimum tetap sebesar 21 juta koin. Sementara, per Juli 2025, sekitar 93,5% dari seluruh Bitcoin telah ditambang, dengan sisanya ditambang dengan tingkat penurunan akibat halving.

Halving pada tahun 2024 mengurangi hadiah blok menjadi 3.125 BTC, mengurangi pasokan baru, yang secara historis menyebabkan kenaikan harga dalam 12-18 bulan pasca-halving.

2. Institusi Besar Borong BTC

Institusional seperti ETF BlackRock, Fidelity, meningkatkan permintaan sementara pasokan tetap terbatas. Ketakutan akan investasi (FOMO) ritel sering muncul kembali ketika BTC mencapai titik tertinggi baru.

Pasar negara berkembang mengadopsi Bitcoin sebagai lindung nilai terhadap devaluasi mata uang lokal, sehingga meningkatkan permintaan tambahan.

Sementara itu, ETF Bitcoin spot AS dan global mendorong permintaan dengan memungkinkan institusi dan dana pensiun mendapatkan eksposur tanpa masalah kustodian.

ETF Bitcoin telah menghasilkan arus masuk bersih harian yang konsisten, sehingga mengurangi pasokan yang beredar.

Adapun, perusahaan seperti MicroStrategy dan kemungkinan lebih banyak perusahaan mengalokasikan sebagian cadangan mereka ke Bitcoin sebagai penyimpan nilai.

Bahkan sebagian kecil kas perusahaan yang beralih ke BTC dapat menyebabkan kenaikan harga yang besar karena kapitalisasi pasar Bitcoin yang kecil dibandingkan dengan pasar keuangan global.

3. Trump Pro Kripto

Kebijakan pro-kripto dari pemerintahan Trump, termasuk executive order untuk cadangan strategis BTC, turut menjadi pemicu kenaikan.

Sementara itu, regulasi AS di "Crypto Week": Kongres AS sedang membahas tiga RUU utama yakni Genius Act (regulasi stablecoin), Clarity Act (kerangka aset digital), dan Anti CBDC Surveillance State Act (pelarangan CBDC pribadi). Ekspektasi atas regulasi yang lebih jelas mendorong permintaan institusional.

4. Bitcoin Dianggap Nilai Lindung

Bitcoin dipandang sebagai emas digital, yang digunakan untuk lindung nilai terhadap penurunan nilai mata uang fiat dan inflasi. Jika inflasi global tetap di atas target bank sentral, permintaan akan aset keras meningkat.

5. Tren Suku Bunga

Potensi pemotongan suku bunga The Federal Reserve (The Fed) atau kebijakan moneter yang lebih longgar dapat mendorong likuiditas ke aset berisiko, termasuk Bitcoin. Secara historis, Bitcoin menguat ketika imbal hasil riil menurun.

6. Indikator Jaringan dan On-chain

Peningkatan berkelanjutan dalam dompet aktif, jumlah transaksi, dan volume transfer di jaringan Bitcoin biasanya berkorelasi dengan kenaikan harga.

Ketika sebagian besar pasokan Bitcoin dipegang oleh pemegang jangka panjang yang tidak ingin menjual, pasokan likuid menyusut, yang memperkuat kenaikan harga ketika permintaan meningkat.

Selain itu, hashrate yang lebih tinggi menunjukkan keamanan jaringan yang lebih kuat dan keyakinan penambang terhadap kelangsungan Bitcoin dalam jangka panjang.

7. Siklus Historis

Bitcoin secara historis bergerak dalam siklus empat tahun di sekitar halving.

Sanggahan: Artikel ini adalah produk jurnalistik berupa pandangan CNBC Indonesia Research. Analisis ini tidak bertujuan mengajak pembaca untuk membeli, menahan, atau menjual produk atau sektor investasi terkait. Keputusan sepenuhnya ada pada diri pembaca, sehingga kami tidak bertanggung jawab terhadap segala kerugian maupun keuntungan yang timbul dari keputusan tersebut.

CNBC INDONESIA RESEARCH

[email protected]

(saw/saw)
Tags

Related Articles

Most Popular
Recommendation