
Makin Semerbak: Produksi Jengkol RI Melonjak Hampir 2 Juta Kuintal

Jakarta, CNBC Indonesia - Memiliki aroma yang kuat ternyata menjadikan jengkol sesuatu yang memikat. Produksi jengkol kian mencatatkan tren kenaikan dari tahun ke tahun sejak 2020.
Tak hanya cita rasa yang khas, tapi juga manfaat kesehatan, mulai dari mendukung sistem pencernaan hingga menjaga kesehatan jantung, membuat permintaan dan penawarannya bertumbuh seiring waktu.
Menurut data Statistik Hortikultura 2024 milik BPS, produksi jengkol di tahun 2024 hampir mencapai 1.7 juta kuintal setelah mengalami peningkatan konsisten dari tahun 2020. 5 tahun lalu, produksi jengkol hanya sebesar 1.3 juta ton.
Meskipun peningkatan pada tahun 2021, 2022 dan 2023 tidak begitu signifikan, produksi jengkol tidak pernah mengalami penurunan sepanjang lima tahun terakhir.
Pada 2020, produksi jengkol tercatat sebesar 1,29 juta kuintal dan meningkat sekitar 18% di tahun 2021 menjadi 1,53 juta kuintal
Peningkatan cukup signifikan kembali terjadi pada tahun 2023 ke 2024, dari 1,57 juta kuintal menjadi 1,7 juta kuintal pada 2024.
Sepak Terjang Ekspor Jengkol
Tidak hanya permintaan dalam negeri, produksi yang besar ini ditopang oleh permintaan ekspor yang cukup besar.
Jalan jengkol menuju pasar ekspor tidak selalu mulus. Pada 2020, ekspor sempat terkendala karena regulasi residu pestisida. Pemerintah merespons dengan memperketat pengawasan kualitas.
Upaya ini membuahkan hasil, pada 2021, Sumatera Barat berhasil menembus pasar Jepang, dengan pengiriman perdana 100 kg jengkol yang lolos uji karantina.
Dalam sistem klasifikasi perdagangan internasional, jengkol dikategorikan dalam kode HS 07089000 dan HS 07099990, kelompok sayuran yang dapat dimakan. Permintaan berasal terutama dari komunitas diaspora Indonesia dan Malaysia, yang tersebar di berbagai belahan dunia.
Malaysia tercatat sebagai pasar utama. Pada 2022, Indonesia mengekspor 723.934 kg jengkol ke Negeri Jiran. Meski sempat stagnan di 2023 (723.709,9 kg), volume ekspor melonjak tajam pada 2024 menjadi 947.710,54 kg, menjadikan Malaysia pasar paling stabil dan bertumbuh.
Pasar Hong Kong dan Jepang juga menunjukkan antusiasme, meski fluktuatif. Ekspor ke Hong Kong naik dari 23.419 kg (2022) menjadi 25.814,9 kg (2023), tapi merosot menjadi 15.835,97 kg pada 2024. Pola serupa terjadi di Jepang: dari 25.441 kg (2022) ke 27.837,9 kg (2023), kemudian turun ke 17.859,97 kg tahun ini.
Singapura mencatat peningkatan dari 95.940,9 kg (2022) menjadi 127.091,13 kg (2023), namun menurun menjadi 99.816,06 kg (2024). Sementara itu, Arab Saudi mengalami penurunan signifikan dari 52.953,75 kg (2022) ke hanya 16.640,97 kg di 2024.
CNBC INDONESIA RESEARCH
[email protected]
(mae)
