
Dunia Boncos Ribuan Triliun Karena Banjir, Indonesia Masuk Peta Bahaya

Jakarta, CNBC Indonesia - Bencana banjir tengah melanda Indonesia dan sejumlah negara lain di dunia. Banyaknya banjir membuat kerugian dari bencana tersebut akan terus membengkak.
Banjir menghantam Indonesia dari awal Juli 2025 mulai dari Kabupaten Bantaeng dan Bulukamba di Provinsi Sulawesi Selatan.
Terakhir, Jakarta juga dilanda banjir setelah dikepung hujan deras sepanjang akhir pekan lalu (5-6/7/2025).
Tidak hanya di Indonesia, akhir-akhir ini bencana banjir juga menghampiri kota-kota di seluruh dunia.
Seperti banjir yang terjadi di provinsi Henan, Hubei, dan Guizhou di Tiongkok pada minggu pertama Juli. Banjir hebat menerjang daerah China Tengah dan Selatan tersebut menewaskan 9 jiwa dan membuat puluhan ribu orang mengungsi.
Di minggu yang sama, banjir bandang melanda Texas Tengah, AS usai hujan 30-38cm hanya dalam beberapa jam. Dilansir dari AP News, korban tewas terus meningkat dari 43 jiwa (termasuk 15 anak-anak) menjadi setidaknya 82 jiwa pada Minggu (6/7/2025), dengan belasan hingga puluhan anak hilang.
Tragedi ini berpusat di Kerr County, wilayah Texas Hill Country, yang paling parah terdampak.
Camp Mystic, yang merupakan tempat kamping remaja di Texas Hill County mengalami kerusakan yang amat parah. Tim pencarian telah menemukan jenazah 68 orang, termasuk 28 anak-anak.
Ancaman Banjir Mengintai Ekonomi Dunia
Ketidakpastian iklim yang mengundang terjadinya banjir disebabkan oleh suhu permukaan bumi yang terus meningkat dari tahun ke tahun.
Menurut laporan Laporan "State of the Global Climate 2024" yang dirilis oleh World Meteorological Organization (WMO), suhu rata-rata global antara 2025 dan 2029 diperkirakan lebih tinggi 1,2°C-1,9°C dibandingkan dengan rata-rata suhu pada periode 1850-1900.
Ada kemungkinan 80% bahwa ke depannya akan ada tahun yang lebih panas daripada suhu tahun 2024 yang merupakan tahun terpanas yang tercatat. Tahun 2024 memiliki rata-rata suhu lebih dari 1,5°C di atas rata-rata periode 1850-1900. Tahun ini adalah tahun terpanas dalam catatan pengamatan selama 175 tahun.
Laporan Climate Risk Index 2025 mencatat bahwa dalam tiga dekade terakhir, dunia telah mengalami lebih dari 9.400 peristiwa cuaca ekstrem akibat perubahan iklim, dengan total kerugian ekonomi mencapai US$ 4,2 triliun atau sekitar Rp 68.943 triliun.
Bencana ekstrem yang terjadi dalam 30 tahun terakhir didominasi oleh tiga jenis utama, yaitu badai, heatwave, dan banjir.
Banjir menjadi bencana yang paling banyak berdampak pada populasi, dengan lebih dari 2,91 miliar orang atau hampir 3 miliar terdampak langsung dalam tiga dekade terakhir.
Selain itu, kekeringan dan kebakaran hutan juga berkontribusi besar terhadap dampak ekonomi dan sosial, terutama di negara-negara dengan ketahanan iklim yang rendah.
Menurut perkiraan World Bank, 1,81 miliar orang, atau 23% dari populasi dunia, secara langsung telah terpapar banjir dengan kedalaman lebih dari 0,15 meter dengan probabilitas 1 banding 100 tahun.
![]() 10 negara dengan dampak cuaca ekstrem terbesar sepanjang 1993-2022. |
Selain itu, 780 juta orang yang terpapar banjir hidup dengan penghasilan kurang dari US$5,50 per hari, dan 170 juta orang yang terpapar banjir hidup dalam kemiskinan ekstrem (dengan penghasilan kurang dari $1,90 per hari). Singkatnya, 4 dari setiap 10 orang yang terpapar risiko banjir secara global hidup dalam kemiskinan.
Sebuah penelitian yang berjudul "Flood exposure and poverty in 188 countries" pada tahun 2022 menyebutkan bahwa Kawasan Asia Timur dan Pasifik memiliki jumlah penduduk terbanyak yang terpapar risiko banjir signifikan, sekitar 28% dari 668 juta populasi di kawasan tersebut.
Di kawasan Asia Selatan, 576 juta orang terpapar risiko banjir yang signifikan (sekitar 30,4% dari populasi).
Indonesia sendiri termasuk dari 10 negara dengan penduduk yang terpapar risiko banjir paling tinggi di dunia.
Sepuluh negara tersebut mencakup negara-negara yang penduduknya banyak terkonsentrasi di sepanjang daerah sungai utama (misalnya Bangladesh, Mesir, Vietnam) atau di wilayah pesisir seperti Indonesia dan Jepang.
Dua negara dengan populasi terbesar, India dan China, memiliki jumlah orang yang terpapar risiko banjir tertinggi secara absolut, masing-masing 390 juta dan 395 juta. Jika digabungkan, jumlahnya mewakili sekitar sepertiga dari semua orang yang terpapar risiko banjir tinggi secara global.
Banjir memiliki dampak ekonomi yang besar. Jika banjir terjadi cukup parah, kegiatan ekonomi di suatu daerah dapat menjadi lumpuh total. Penelitian ini memperkirakan bahwa dari total $9,8 triliun nilai aktivitas ekonomi di daerah berisiko banjir, 84% berada di negara-negara berpendapatan tinggi dan menengah atas.
Di antara negara-negara dengan nilai ekonomi yang terpapar terbesar, China memimpin dengan $3,3 triliun, diikuti oleh AS ($1,1 triliun) dan Jepang ($0,7 triliun).
Dilansir dari Financial Times, Eropa mengalami kerugian asuransi sebesar hampir $5 miliar akibat banjir pada tahun 2023. Di Amerika Serikat, kerugian jaminan asuransi meningkat 36% menjadi $112,7 miliar pada tahun 2024, dengan sebagian besar disebabkan oleh banjir daratan dan pesisir yang dipicu oleh Badai Helene dan Milton.
