
Dulu Rp18.000 Kini 1 Pounds Rp22.000: ke Inggris Warga RI Jadi Miskin

Jakarta,CNBC Indonesia - Nilai tukar rupiah terhadap poundsterling sudah jatuh cukup dalam. Hal ini membuat warga Indonesia yang ingin pergi ke Inggris perlu mengeluarkan uang lebih besar lagi.
Dilansir dari Refinitiv, nilai tukar rupiah mencatat rekor terlemah dalam delapan tahun terakhir terhadap mata uang Inggris ini, yakni menyentuh RP22.653/GBP pada 28 April 2025.
Padahal, pada Februari 2023 lalu, kurs rupiah masih berada di kisaran Rp18.000/GBP.
Artinya, dalam dua tahun terakhir rupiah telah mengalami depresiasi sebesar 19,41% terhadap poundsterling.
Depresiasi ini membuat biaya hidup di Inggris semakin mahal bagi warga Indonesia yang ingin ke Inggris untuk berlibur misalnya.
Biaya Hidup Makin Mahal
Dikutip dari neverendingfootsteps.com, berikut ini adalah perkiraan pengeluaran harian selama di Inggris :
- Akomodasi: £97,5
- Transportasi: £9
- Makan: £55
- Aktivitas : £43
Total pengeluaran harian per orang mencapai £204. Dengan kurs saat ini di Rp22.268/GBP maka biaya harian setara dengan Rp4,54 juta.
Sebaliknya, jika kurs rupiah masih berada di level Rp18.000/GBP seperti dua tahun lalu, biaya yang sama hanya setara Rp3,67 juta.
![]() FILE PHOTO: British Pound Sterling banknotes are seen at the Money Service Austria company's headquarters in Vienna, Austria, November 16, 2017. REUTERS/Leonhard Foeger/File Photo |
Artinya, hanya karena pelemahan kurs, biaya hidup di Inggris naik hampir Rp1 juta atau naik sekitar 22% bagi masyarakat Indonesia yang ingin kesana.
Pelemahan nilai tukar rupiah terhadap poundsterling ini menunjukkan betapa kuatnya pengaruh kurs terhadap pengeluaran masyarakat Indonesia yang ingin berpergian ke Inggris.
Pound Inggris (sterling) melonjak ke level tertinggi dalam hampir empat tahun pada Kamis (26/6/2025), meskipun para analis masih terbelah pendapat mengenai potensi kenaikan lebih lanjut.
Pound sterling terakhir terlihat diperdagangkan lebih dari 0,5% lebih tinggi terhadap dolar AS, menyentuh $1,3736 - level tertinggi sejak Oktober 2021.
Sejauh tahun ini, nilai tukar pound telah melonjak hampir 10% terhadap dolar AS.
Menurut Janet Mui, kepala analisis pasar di RBC Brewin Dolphin, sebagian besar dari tren kenaikan pound ini lebih berkaitan dengan pelemahan dolar AS, bukan karena kepercayaan terhadap pound itu sendiri.
"Kekuatan relatif pound tahun ini lebih disebabkan oleh lemahnya dolar AS," kata Mui kepada CNBC International.
Kebijakan perdagangan Presiden AS Donald Trump yang tidak terduga sebelumnya mengguncang kepercayaan terhadap aset-aset Amerika, yang pada akhirnya memicu kekhawatiran pasar mengenai de-dolarisasi.
Paul Jackson, kepala riset alokasi aset global di Invesco, mengatakan bahwa sterling saat ini sedang dalam proses pemulihan dari "titik terendah ekstrem" yang terjadi setelah "mini-budget" Perdana Menteri Inggris saat itu, Liz Truss, yang menyebabkan penjualan besar-besaran pound dan obligasi pemerintah Inggris pada 2022.
Namun, Jackson setuju bahwa sebagian besar pergerakan pound tahun ini masih didominasi oleh pelemahan dolar AS, dengan menunjuk bahwa sterling juga mengalami depresiasi terhadap euro secara bersamaan.
CNBC INDONESIA RESEARCH
(evw/evw)