Trump Nominasi, Ini Daftar Pemenang Kontroversial Nobel Perdamaian

Emanuella Bungasmara Ega Tirta, CNBC Indonesia
26 June 2025 12:15
Sederet Perintah Eksekutif Trump Usai Dilantik Jadi Presiden ke-47 AS
Foto: Infografis/ Trump/ Edward Ricardo Sianturi

Jakarta, CNBC Indonesia- Tak semua yang dimahkotai Nobel Perdamaian berujung dikenang sebagai utusan damai. Di balik penghargaan paling prestisius itu, terselip nama-nama yang rekam jejaknya memantik debat panjang, bahkan luka sejarah.

Terbaru, Donald Trump kembali masuk nominasi Nobel Perdamaian, kali ini karena perannya dalam gencatan senjata antara Israel dan Iran. Ia disebut "menawarkan secercah harapan yang langka" oleh anggota parlemen Amerika Serikat (AS) yang mengusulkannya.

Namun publik dunia bertanya-tanya, bagaimana mungkin seorang yang mengizinkan serangan ke situs nuklir Iran bisa dianggap simbol perdamaian? Bahkan Trump sendiri berkata sinis di media sosial bahwa "apa pun yang saya lakukan, saya tidak akan diberi Nobel Perdamaian".

Tapi Trump bukan satu-satunya tokoh kontroversial di daftar Nobel. Jauh sebelumnya, diktator seperti Mussolini, Stalin, bahkan Hitler sempat diajukan sebagai kandidat Nobel Perdamaian.

Nama-nama lain seperti Yasser Arafat, Henry Kissinger, hingga Aung San Suu Kyi juga memenangkan penghargaan tersebut meski kemudian terjerat kontroversi atas jejak kekerasan, pelanggaran HAM, hingga perang yang mereka bidani.

In this handout image provided by the Myanmar State Counsellor Office, Myanmar leader Aung San Suu Kyi is shown while she attends a video conference, Friday, July 3, 2020, in Naypyitaw, Myanmar. Suu Kyi expressed sadness Friday over a landslide at a jade mining site in the country's north that took over 100 lives, blaming the tragedy on joblessness. (Myanmar State Counsellor Office via AP)Foto: Aung San Suu Kyi (Myanmar State Counsellor Office via AP)
In this handout image provided by the Myanmar State Counsellor Office, Myanmar leader Aung San Suu Kyi is shown while she attends a video conference, Friday, July 3, 2020, in Naypyitaw, Myanmar. Suu Kyi expressed sadness Friday over a landslide at a jade mining site in the country's north that took over 100 lives, blaming the tragedy on joblessness. (Myanmar State Counsellor Office via AP)

 

Yang menarik, dalam daftar penerima Nobel Perdamaian ini, Indonesia atau setidaknya tokoh yang punya kaitan erat dengan sejarah Indonesia pernah tercatat.

Tahun 1996, José Ramos-Horta dan Uskup Carlos Filipe Ximenes Belo dari Timor Leste menerima Nobel Perdamaian atas perjuangan damai mereka selama konflik dengan Indonesia. Meskipun secara formal berasal dari Timor Leste, penghargaan ini tak bisa dilepaskan dari dinamika hubungan Jakarta-Dili pasca-1975.

Presiden Joko Widodo menerima kunjungan kehormatan Presiden Timor Leste Jose Ramos Horta di Istana Bogor, Selasa (19/7/2022) pagi. (YouTube.com/Sekretariat Presiden)Foto: Presiden Joko Widodo menerima kunjungan kehormatan Presiden Timor Leste Jose Ramos Horta di Istana Bogor, Selasa (19/7/2022) pagi. (YouTube.com/Sekretariat Presiden)
Presiden Joko Widodo menerima kunjungan kehormatan Presiden Timor Leste Jose Ramos Horta di Istana Bogor, Selasa (19/7/2022) pagi. (YouTube.com/Sekretariat Presiden)

 

Pemberian Nobel kepada tokoh-tokoh seperti Le Duc Tho dari Vietnam (yang menolak hadiahnya) dan Kissinger dari AS (yang dituduh mendalangi kekacauan di Chile dan Timor Timur) membuktikan bahwa Nobel kerap lebih politis dari yang dibayangkan.

Bahkan dua anggota Komite Nobel mundur karena protes atas penghargaan kepada Kissinger.

Sejumlah tokoh yang tak pernah diberi Nobel pun jadi sorotan karena dianggap "terlalu agung untuk diabaikan." Mahatma Gandhi, misalnya, gagal menerima Nobel meski telah lima kali dinominasikan. Komite Nobel belakangan menyebut ini sebagai "penyesalan terbesar dalam sejarah 100 tahun mereka".

Seperti yang ditulis oleh sejarawan Nobel, Asle Sveen, pemberian Nobel Perdamaian berbeda dari penghargaan lainnya: ia diberikan bukan karena masa lalu, melainkan harapan akan masa depan. Namun di sinilah risikonya: ketika harapan berubah menjadi tragedi, sejarah yang menilai apakah Nobel telah menabur damai, atau justru menyiram bara.

CNBC INDONESIA RESEARCH
[email protected]

(emb/emb)
Tags

Related Articles

Most Popular
Recommendation