
Wait & See: Investor Tunggu Negoisasi, Ada Rapat Genting di AS & China

Pasar keuangan RI sepanjang pekan lalu bergerak variatif, IHSG berhasil menguat, obligasi kembali diburu investor, tetapi rupiah masih dalam tren pelemahan.
Wall Street juga ditutup mixed dibayangi ketidakpastian soal tarif yang memicu perang dagang, terutama dengan China.
Pasar keuangan pada hari ini akan fokus data dalam negeri terkait neraca dagang dan mencerna lagi efek hasil negosiasi tarif impor barang RI ke AS.
Jakarta, CNBC Indonesia - Pasar keuangan RI sepanjang pekan lalu bergerak variatif. Bursa saham berhasil menguat, obligasi kembali diburu investor, tetapi rupiah masih dalam tren pelemahan. Pekan lalu terbilang singkat, hanya empat hari perdagangan karena ada libur peringatan Jumat Agung.
Pasar keuangan pekan ini diperkirakan masih wait and see menunggu perkembangan perang tarif Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump dan keputusan penting Bank Indonesia (BI). Selengkapnya mengenai sentimen pasar sepanjang pekan ini bisa dibaca pada halaman 3 artikel ini.
Dalam pekan yang singkat pekan lalu, Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) bergerak dalam tren penguatan, obligasi juga diburu investor, tetapi rupiah masih melemah.
Pada perdagangan terakhir pekan lalu, Kamis lalu (17/4/2025) berakhir menguat 38,21 poin atau 0,60% ke posisi 6.438,27. Dalam sepekan IHSG masih mempertahankan zona hijau sebesar 2,95%.
Sebanyak 324 saham naik, 267 saham turun, dan 214 stagnan. Nilai transaksi terbilang sepi dibandingkan perdagangan sebelumnya, yakni Rp 9,75 triliun yang melibatkan 15,81 miliar saham dalam 1,15 juta kali transaksi.
Mengutip Refinitiv, seluruh sektor mengalami penguatan, dengan sektor bahan baku naik cukup tinggi dibandingkan dengan yang lain, yaitu 2,40%.
Adapun saham PT Amman Mineral Internasional Tbk (AMMN) dan PT Telkom Indonesia TLKM menjadi penggerak utama IHSG ke zona hijau. AMMN naik 5,76% dan TLKM naik 2,82%, masing-masing berkontribusi atas penguatan 11,07 dan 8 indeks poin.
Saham lain yang menjaga IHSG di zona hijau adalah PT Merdeka Copper Gold/MDKA)(6,54 indeks poin), PT Dian Swastatika Sentosa Tbk/ DSSA (3,85 indeks poin) dan BRPT (2,18 indeks poin).
Fluktuasi pergerakan IHSG ditengarai terjadi jelang libur panjang Jumat Agung yang diperkirakan memicu aksi jual besar-besaran pelaku pasar saham karena mereka mengantisipasi hal buruk.
Seiring dengan hal tersebut perang dagang semakin memanas setelah Amerika Serikat (AS) mengancam akan mengenakan tarif hingga 245% kepada China. Namun, China diperkirakan tidak akan gentar menghadapi ancaman tersebut.
Gedung Putih mengatakan pengenaan tarif hingga 245% merupakan aksi balas ke China yang mengerek tarif produk AS sebesar 125%, sebesar 145% untuk barang asal China dan dibalas dengan tarif 125%, kini Washington mengancam Beijing dengan tarif hingga 245%.
"China kini menghadapi tarif hingga 245% atas impor ke Amerika Serikat sebagai akibat dari tindakan pembalasannya," tulis pernyataan Gedung Putih. Selasa (15/4/2025) waktu setempat.
China belum membalas lagi kenaikan tarif ini. Sebelumnya, kedua negara saling balas perang tarif selama berhari-hari.
Kendati belum membalas serangan terbaru dari Presiden AS Donald Trump, China mengaku tidak takut.
Dikutip dari China Daily, Juru Bicara Kementerian Luar Negeri Lin Jian mengatakan Beijing tak gentar.
"Silakan bawa angka itu ke pihak AS untuk dijawab. Tiongkok tidak ingin berperang (perang dagang), tapi juga tidak takut untuk melawan," ujarnya saat ditanya dalam konferensi pers tentang respons China atas kebijakan AS.
Dalam perkembangan terpisah, Bank sentral Amerika Serikat (AS) The Federal Reserve (The Fed) mulai gamang menghadapi dampak perang dagang.
Chairman The Fed, Jerome Powell, mengatakan The Fed kini dihadapkan pada dilemma dalam menentukan kebijakan ke depan karena dampak perang dagang akan mempengaruhi laju inflasi hingga pertumbuhan ekonomi,
Seperti diketahui, perang dagang memanas sejak Maret setelah Presiden AS Donald Trump mengumumkan tarif ke Meksiko, China,d an Jepang.
Perang semakin memanas setelah Trump pada Rabu (2/4/2025) menegaskan AS akan memberlakukan tarif 10% kepada semua negara dan tarif resiprokal.
Beralih ke pergerakan mata uang Garuda, dalam sepekan terpantau masih dalam pelemahan.
Merujuk data Refinitiv, pada perdagangan terakhir pekan ini, Kamis (17/4/2025) mata uang Garuda bergerak stagnan dalam sehari ditutup ke posisi Rp16.820/US$. Sementara dalam sepekan rupiah tercatat kontraksi 0,18%.
Pelemahan rupiah sepanjang pekan terjadi meskipun indeks dolar AS atau DXY juga cenderung melandai. Hal ini dipengaruhi mata uang Garuda masih mengalami tekanan arus dana keluar asing terutama pada periode saat ini bersamaan momentum pembagian dividen yang membuat adanya aksi repatriasi.
Sementara itu, untuk obligasi negara terpantau masih diburu investor. Melansir data Refinitiv, yield obligasi acuan RI dengan tenor 10 tahun mengalami penurunan hingga 1,87% atau sekitar 13 poin dari level 7% ke posisi 6,93%.
Sebagai catatan, pergerakan harga dan yield pada obligasi itu berlawanan arah. Jadi, ketika yield mengalami penurunan berarti harga obligasi sedang naik.
Pasar saham Amerika Serikat (AS) atau Wall Street bergerak mixed pada perdagangan Kamis lalu (17/4/2025) di tengah kekhawatiran pasar akan kebijakan tarif yang makin memanas.
Indeks S&P 500 mencatat kenaikan tipis 0,13% menjadi 5.282,70, sementara Nasdaq Composite turun tipis 0,13% ke posisi 16.286,45.
Dow Jones Industrial Average Index (DJI) menjadi perhatian karena turun signifikan hingga 1,33% menuju 39.142,23 akibat anjloknya saham kesehatan.
Saham UnitedHealth terpantau ambles 22% setelah perusahaan asuransi itu membukukan laba di bawah ekspektasi.
Dow Jones dan Nasdaq tercatat mengalami penurunan selama tiga hari berturut-turut.
Tekanan juga datang dari saham perusahaan raksasa teknologi, Nvidia yang koreksi nyaris 3%.
Nvidia mengungkapkan ada beban kuartalan sekitar US$ 5,5 miliar akibat pembatasan ekspor chip GPU H20 ke China dan negara lainnya, imbas kebijakan kontrol ekspor AS.
Secara keseluruhan pasar masih dibayangi oleh ketidakpastian tarif, terutama setelah Chairman The Fed Jerome Powell mengingatkan bahwa tarif Trump bisa mendorong inflasi dan menyulitkan kebijakan moneter ke depan.
Akibat itu, secara mingguan indeks acuan Wall Street masih kompak terkapar di zona merah. Dow dan Nasdaq masing-masing melemah lebih dari 2%, sementara S&P 500 turun 1,5%.
Perdagangan pasar keuangan pada hari ini tampaknya masih akan diwarnai sejumlah sentimen baik dari dalam dan luar negeri.
Dari dalam negeri data neraca dagang yang berakhir bulan lalu akan dicermati, termasuk kinerja ekspor dan impor.
Sementara dari luar negeri, tarif trump masih membayangi prospek perdagangan dan pasar menanti efek dari hasil negosiasi yang sudah dilakukan pekan lalu.
Selain hari ini, sejumlah sentimen penting pekan ini juga akan menjadi perhatian investor, terutama keputusan BI terkait suku bunga.
Berikut rincian sentimen yang akan mempengaruhi perdagangan pasar hari ini :
Hasil Awal Negosiasi Tarif RI - AS : Ada Dibahas 60 Hari
Pada akhir pekan lalu, Pemerintah Indonesia memulai langkah diplomasi cepat menyusul kebijakan tarif baru yang diterapkan Amerika Serikat (AS).
Lewat pertemuan langsung dengan US Trade Representative (USTR) dan Department of Commerce di Washington, Indonesia berhasil menyampaikan sejumlah poin penting dalam negosiasi dagang bilateral.
Menko Perekonomian Airlangga Hartarto menyebut, negosiasi berlangsung hangat dan konstruktif. Kedua negara telah menyepakati format kerja sama yang akan dibahas tuntas dalam waktu 60 hari ke depan.
Berikut 10 poin hasil awal negosiasi tarif dagang RI-AS, sebagaimana konferensi dari daring yang disampaikan pemerintah langsung dari AS Kamis waktu setempat atau Jumat (18/4/2025) waktu RI:
1. Komitmen Indonesia Meningkatkan Impor Energi dari AS
RI menyampaikan rencana pembelian gas alam cair (LNG) dan minyak mentah (sweet crude oil) sebagai bagian dari upaya menjaga keseimbangan perdagangan.
2. Peningkatan Impor Produk Agrikultur AS
Indonesia siap memperluas impor gandum dan produk hortikultura dari AS, yang selama ini jadi ekspor andalan Negeri Paman Sam.
3. Fasilitasi Investasi Perusahaan AS di RI
Pemerintah Indonesia menjanjikan percepatan perizinan dan kemudahan investasi bagi perusahaan AS yang ingin memperluas bisnis di Tanah Air.
4. Kerja Sama Strategis Mineral Kritis (Critical Minerals)
Indonesia menawarkan kolaborasi dalam pengelolaan dan hilirisasi mineral penting, termasuk dalam rantai pasok global yang berkelanjutan.
5. Kemitraan SDM dan Ekonomi Digital
RI mendorong penguatan kerja sama dalam bidang pendidikan, teknologi, ekonomi digital, dan pengembangan talenta di sektor sains dan engineering.
6. Evaluasi Tarif Produk Ekspor RI yang Terlalu Tinggi
Indonesia menyoroti lonjakan tarif bea masuk yang kini mencapai hingga 47% untuk produk tekstil, garmen, alas kaki, furnitur, dan udang. Pemerintah menekankan perlunya kesetaraan tarif dengan negara pesaing.
7. Kesepakatan Menyusun Kerangka Kerja Sama dalam 60 Hari
Kedua negara sepakat untuk merumuskan format kemitraan perdagangan dan investasi, serta penyusunan peta jalan final dalam waktu dua bulan ke depan.
8. Relaksasi TKDN Dibahas
AS meminta relaksasi Tingkat Komponen Dalam Negeri (TKDN). Pemerintah RI tengah merancang ulang format TKDN menjadi berbasis insentif, bukan pembatasan, untuk mendorong efisiensi dan inovasi, tanpa melemahkan posisi industri dalam negeri.
9. Pemerintah Siapkan Paket Deregulasi
Indonesia menyiapkan paket ekonomi dan deregulasi komprehensif untuk industri yang terdampak tarif, seperti industri padat karya dan perikanan. Tiga satgas telah dibentuk untuk fokus pada efisiensi, daya saing, dan deregulasi.
10. Dorong Diversifikasi Pasar Ekspor
Pemerintah menegaskan akan mengurangi ketergantungan pada pasar AS (saat ini sekitar 10% dari total ekspor), dan mulai menjajaki pasar alternatif seperti Meksiko, Inggris, Uni Eropa, dan negara ASEAN lainnya.
Selain hal-hal itu, AS menyoroti penggunaan sistem pembayaran Indonesia, seperti Quick Responese Indonesian Standard (QRIS) dan Gerbang Pembayaran Nasional.
Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, Airlangga Hartarto menegaskan pemerintah telah berkoordinasi dengan Bank Indonesia (BI) dengan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) terkait masukan dari pihak AS.
"Kami sudah berkoordinasi dengan OJK dan BI, terutama terkait dengan payment yang diminta oleh pihak Amerika," ujar Airlangga dalam konferensi pers secara daring, dikutip Minggu (20/4/2025).
Penggunaan QRIS dan GPN ini hanya dikhususkan secara domestik yang membebaskan biaya administrasi. Hal ini cukup menjadi sorotan dan potensi menuai kontroversi karena GPN diprediksi menekan laba Mastercard dan Visa. Terutama dari fee kartu kredit yang keuntungannya besar Indonesia.
Sebelum ada GPN, Visa dan Mastercard bisa langsung memproses transaksi nasabah Indonesia tetapi di Singapura.
Menanti Data Neraca Dagang RI
Pada siang hari ini, Badan Pusat Statistik (BPS) akan melaporkan kinerja neraca dagang untuk periode Maret 2025.
Neraca perdagangan diproyeksikan masih mencatat surplus pada Maret 2025. Surplus diperkirakan akan lebih rendah sejalan dengan melemahnya harga batu bara dan minyak sawit mentah (Crude Palm Oil/CPO).
Sebagai catatan, Badan Pusat Statistik (BPS) akan merilis data neraca perdagangan Indonesia periode Maret2025 pada Senin (21/4/2025).
Konsensus pasar yang dihimpun CNBC Indonesia dari 10 lembaga memperkirakan surplus neraca perdagangan pada Maret 2025 akan mencapai US$2,63 miliar dengan median ekspor sebesar terkontraksi 3,41% (year on year/yoy) dan impor tumbuh 6,48% yoy.
Jika neraca perdagangan kembali mencetak surplus maka Indonesia sudah membukukan surplus selama 59 bulan beruntun sejak Mei 2020.
Surplus tersebut lebih rendah dibandingkan Februari 2025 yang mencapai US$3,12 miliar. Ekspor pada Februari mencapai US$ 21,97 milar atau naik 14,05% (yoy). Sementara itu, impor menyentuh US$ 18,86 miliar atau naik 2,3% (yoy).
Ekonom Bank Danamon, Hosianna Situmorang, memperkirakan surplus perdagangan bakal mengecil pada Maret 2025 karena tertekan harga batu bara.
"Ekspor tertekan oleh penurunan harga batu bara akibat oversupply global dan permintaan yang lemah dari Tiongkok dan India. Namun, ekspor Indonesia mendapat penopang dari lonjakan harga emas dan tembaga," ujar Hosianna, kepada CNBC Indonesia.
Merujuk Refinitiv, harga batu bara pada Maret rata-ratanya ada d US$ 104,16 per ton atay melemah 2,59% dibandingkan Februari (mtm) dan ambruk 19% (yoy).
Rata-rata harga CPO ada d MYR 4.534,65 per ton atau melemah 2,5% (mtm) tetapi masih melonjak 9,2% (yoy)).
Seperti diketahui, ekspor CPO dan batu bara menyumbang sekitar 27-30% dari total ekspor. Sebaliknya, harga emas terus mencetak rekor pada Maret karena ketegangan perang dagang yang dipicu kebijakan Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump.
Suku Bunga China
Pada hari Senin (21/4/2025), Bank Sentral China atau PBoC akan mengumumkan kebijakan suku bunga negaranya. Di tengah memanasnya perang dagang dengan AS, rapat PBoC bulan ini sangat ditunggu-tunggu karena pasar global menunggu antisipasi bank sentral China dalam meredam dampak tarif Trump.
China diperkirakan akan mempertahankan suku bunga pinjaman acuannya tidak berubah pada periode April 2025 menurut survei Reuter. Akan tetapi pasar bertaruh pada lebih banyak stimulus yang akan segera diluncurkan dalam menghadapi perang dagang antara China dengan Amerika Serikat (AS) yang meningkat.
Para pembuat kebijakan harus berjalan di atas tali yang ketat karena yuan telah berada di bawah tekanan setelah serangan tarif Presiden AS Donald Trump, sementara margin bunga yang menyusut pada pemberi pinjaman terus membatasi ruang lingkup pelonggaran moneter.
Suku bunga pinjaman utama (LPR), yang biasanya dibebankan kepada klien terbaik bank, dihitung setiap bulan setelah 20 bank komersial yang ditunjuk mengajukan usulan suku bunga kepada Bank Rakyat China (PBOC).
Dalam survei Reuters terhadap 31 pengamat pasar yang dilakukan minggu ini, 27, atau 87% dari semua responden memperkirakan LPR satu tahun dan lima tahun akan tetap stabil, sementara empat peserta lainnya memproyeksikan penurunan 10 hingga 15 basis poin pada suku bunga lima tahun.
Sebagian besar pinjaman baru dan yang beredar di China didasarkan pada LPR satu tahun, sementara suku bunga lima tahun memengaruhi harga hipotek.
Diketahui China terakhir kali memangkas suku bunga kebijakannya pada bulan September dan LPR acuan pada bulan Oktober.
Sentimen Pekan Ini
Selain sejumlah informasi dan agenda penting hari ini, pelaku pasar juga perlu mencermati sejumlah sentimen sepekan ke depan.
Kebijakan Suku Bunga BI
Pada Rabu (23/4/2025), Bank Indonesia (BI) akan mengumumkan kebijakan suku bunganya. Investor pun berharap BI dapat memangkas suku bunga pada periode ini.
Kebijakan suku bunga BI pada bulan ini menjadi penting karena diputuskan di tengah panasnya perang dagang Trump. Sejumlah negara sudah memangkas suku bunga acuan mereka sebagai upaya mendongkrak pertumbuhan ekonomi dalam negeri untuk mengantisipasi pelemahan karena perang dagang. Di antaranya adalah India, Eropa, dan Singapura.
Uang Beredar RI
Pada akhir pekan Jumat (25/4/2025), terdapat rilis uang beredar atau M2 Indonesia periode Maret 2025. Peredaran uang pada Maret sangat penting karena akan mencerminkan seberapa besar konsumsi hingga tabungan masyarakat selama Ramadan. Bila peredaran rendah maka ini akan menjadi sinyal bahaya bagi ekonomi.
Sebelumnya, Bank Indonesia (BI) mencatat likuiditas perekonomian atau uang beredar dalam arti luas (M2) pada Februari 2025 mengalami pertumbuhan. Posisi M2 pada Februari 2025 tercatat sebesar Rp 9.239,9 triliun atau tumbuh sebesar 5,7% (yoy), lebih tinggi dibandingkan pertumbuhan pada Januari 2025 sebesar 5,5% (yoy).
Perkembangan tersebut didorong oleh pertumbuhan uang beredar sempit (M1) sebesar 7,4% (yoy) dan uang kuasi sebesar 1,8% (yoy)
Rapat IMF
Pertemuan Musim Semi 2025 antara Kelompok Bank Dunia (WBG) dan Dana Moneter Internasional (IMF) akan berlangsung dari tanggal 21 hingga 26 April 2025 di Washington, D.C, Amerika Serikat. Rapat IMF kali ini sangat penting karena menjadi yang pertama setelah Trump resmi memulai perang dagang.
Menarik ditunggu apa komentar dari hasil rapat hingga keputusannya.
Acara-acara utama akan meliputi Pertemuan Komite Pembangunan, Komite Moneter dan Keuangan Internasional, serta acara dan forum yang berfokus pada pembangunan internasional, ekonomi global, dan pasar keuangan.
Dalam rapat IMF, biasanya dibahas berbagai isu global terkait ekonomi, keuangan, dan moneter. Topik-topik utama meliputi prospek ekonomi, stabilitas keuangan, lapangan kerja, pertumbuhan ekonomi, pengentasan kemiskinan, pembangunan, dan efektivitas bantuan. Juga dibahas isu-isu seperti perubahan iklim, ekonomi digital, urbanisasi, dan pembiayaan infrastruktur.
PMI Manufaktur, Jasa & Komposit AS
PMI Manufaktur Global AS S&P untuk periode April 2025 akan dirilis pada Rabu (23/4/2025). Data tersebut akan memberikan wawasan tentang keadaan sektor manufaktur AS, termasuk aktivitas bisnis dan kinerja harga, terutama mengingat pembaruan tarif terkini. Bidang-bidang utama yang perlu diperhatikan termasuk inflasi harga input dan perubahan sentimen bisnis.
Sebelumnya, PMI Manufaktur Global AS S&P mencapai 50,2 pada Maret 2025, melampaui estimasi awal sebesar 49,8 tetapi lebih rendah dari pembacaan akhir Februari sebesar 52,7. Sementara angka terbaru mengisyaratkan sedikit perbaikan dalam kondisi operasi, hal itu menandai ekspansi terlemah tahun ini sejauh ini.
Produksi menurun untuk pertama kalinya sejak Desember, menyusul pertumbuhan output tertajam pada Februari dalam hampir tiga tahun, sebagian besar didorong oleh upaya untuk melakukan tarif awal.
Sementara itu, pesanan baru mengalami kenaikan yang moderat, sementara lapangan kerja tetap stagnan setelah empat bulan berturut-turut mengalami pertumbuhan.
Di sisi harga, inflasi biaya input melonjak ke level tertinggi sejak Agustus 2022, dan inflasi harga output meningkat ke level tertinggi dalam 25 bulan. Akhirnya, keyakinan bisnis melemah ke level terendah sejak Desember, karena ketidakpastian atas kebijakan pemerintah federal membebani prospek.
Selain manufaktur, PMI Jasa Global AS dari S&P untuk periode April 2025 juga akan dirilis di hari yang sama. Data PMI ini merupakan indikator utama yang mengukur aktivitas bisnis dalam sektor jasa, yang memberikan informasi berharga tentang kondisi ekonomi secara keseluruhan.
Sebelumnya, PMI Jasa Global AS S&P direvisi lebih tinggi menjadi 54,4 pada Maret 2025 dari angka awal 54,3, menandai pembacaan tertinggi tahun ini.
Berikut sejumlah agenda dan rilis data yang terjadwal untuk hari ini:
Neraca dagang Indonesia, termasuk ekspor dan impor oleh BPS
Suku bunga acuan kredit China untuk tenor 1 tahun dan 5 tahun
Berikut sejumlah agenda emiten di dalam negeri pada hari ini:
Cum date dividen JPFA, AVIA, BBHI, OBAT, dan LPPF
Berikut untuk indikator ekonomi RI :
CNBC INDONESIA RESEARCH
(tsn/tsn) Next Article IHSG & Rupiah Menggantungkan Nasib ke BI & Cuan Dagang RI