
Hubungan Trump-Presiden Kolombia Memanas, Kopi RI Bisa Ambil Peluang

Jakarta, CNBC Indonesia- Ketegangan diplomatik yang memanas antara Presiden AS Donald Trump dan Presiden Kolombia Gustavo Petro telah mengguncang pasar kopi dunia. Ancaman Trump untuk menerapkan tarif 25% pada barang impor Kolombia, termasuk kopi, menimbulkan spekulasi tentang lonjakan harga dan pergeseran peta perdagangan global. Kolombia, produsen kopi arabika terbesar ketiga di dunia, mengekspor 40% produknya ke AS, menjadikan pasar ini sangat sensitif terhadap setiap perubahan kebijakan bilateral.
Dalam konteks ini, harga kopi arabika di Intercontinental Exchange (ICE) melonjak hingga $3,45 per pound, mendekati rekor tertinggi. Kenaikan ini diperparah oleh kondisi cuaca buruk di Brasil, produsen kopi terbesar dunia, yang memengaruhi hasil panen mereka. Data Conab menunjukkan produksi kopi Brasil pada 2024 turun 1,6% menjadi 54,2 juta kantong. Penurunan produksi global menciptakan tekanan tambahan pada pasokan, sementara permintaan tetap tinggi.
Keputusan Trump untuk mengancam sanksi terhadap Kolombia berakar pada sengketa penerimaan deportasi imigran oleh Kolombia. Meskipun situasi ini berakhir dengan kesepakatan sementara, ketegangan yang terjadi menciptakan ketidakpastian pasar. Tarif yang diusulkan akan menaikkan biaya kopi Kolombia bagi konsumen AS, membuka peluang bagi eksportir lain, termasuk Indonesia, untuk meningkatkan pangsa pasar mereka.
Indonesia, dengan kontribusi 5% terhadap produksi kopi dunia, memiliki peluang untuk mengisi kekosongan yang ditinggalkan Kolombia jika sanksi benar-benar diterapkan. Data USDA 2023 menunjukkan bahwa Indonesia mengekspor kopi senilai $1,1 miliar, dengan robusta sebagai andalannya. Robustanya populer di Eropa dan Asia, tetapi ada potensi untuk memperluas pasar arabika di AS dengan memanfaatkan ketidakpastian yang terjadi.
Namun, tantangan tetap ada. Infrastruktur dan produktivitas pertanian Indonesia masih harus ditingkatkan untuk bersaing dengan negara seperti Brasil dan Vietnam, yang menguasai pangsa pasar lebih besar. Selain itu, kebutuhan akan strategi branding dan diversifikasi produk kopi premium menjadi penting untuk menarik pasar AS yang lebih menyukai arabika.
Dari sisi domestik, kenaikan harga kopi global bisa menjadi pedang bermata dua. Di satu sisi, ini memberikan peluang bagi petani kopi untuk mendapatkan pendapatan lebih tinggi. Di sisi lain, kenaikan ini juga dapat memicu inflasi harga kopi di pasar domestik, memengaruhi konsumsi rumah tangga.
Kisruh ini menunjukkan bahwa perubahan kecil dalam hubungan diplomatik dapat berdampak besar pada pasar komoditas global. Dengan memanfaatkan peluang ini, Indonesia dapat meningkatkan daya saingnya di pasar kopi internasional, selama pemerintah dan pelaku industri mampu bersinergi untuk mengatasi tantangan yang ada. Dunia terus mengamati, sementara lonjakan harga kopi menjadi sinyal akan potensi pergeseran kekuatan dalam perdagangan global.
CNBC Indonesia Research
(emb/emb)