Perbedaan Sertifikat Hak Milik (SHM) dan Hak Guna Bangunan (HGB)

Chandra Dwi, CNBC Indonesia
24 January 2025 15:55
Ilustrasi Sertipikat . (Tangkapan Layar website Sinarmas Land)
Foto: Ilustrasi Sertipikat . (Tangkapan Layar website Sinarmas Land)

Jakarta, CNBC Indonesia - Bagi anda yang memiliki aset berupa tanah atau bangunan, tentunya memiliki sertifikat berupa Hak Guna Bangunan (HGB) dan Sertifikat Hak Milik (SHM).

Kedua sertifikat tersebut cukup penting karena berkaitan dengan kepemilikan tanah atau bangunan. Namun, keduanya memiliki perbedaan yang signifikan mulai dari segi hak maupun kewajiban pemegangnya.

Oleh sebab itu, memahami perbedaan HGB dan SHM penting terutama bagi kalian yang ingin membeli atau berinvestasi di properti. Hal ini juga berguna untuk menghindari kasus sengketa tanah, akibat ada kemungkinan pihak yang ingin mengklaim sebagai pemilik tanah.

Mengenal Hak Guna Bangunan (HGB) dan Sertifikat Hak Milik (SHM)

Mengutip buku Hukum Agraria oleh Liana Endah Susanti, HGB adalah hak untuk memiliki atau mendirikan bangunan-bangunan atas tanah yang bukan miliknya sendiri. Dalam HGB umumnya, hak ini paling lama berlaku 30 tahun dan diperpanjang untuk jangka waktu paling lama 20 tahun.

Tujuan dari penggunaan HGB yaitu untuk mendirikan bangunan dan dilarang digunakan untuk tujuan yang lain, contohnya untuk perkebunan atau pertanian.

Mengacu pada Peraturan Pemerintah Nomor 18 tahun 2021 tentang Hak Pengelolaan, Hak Atas Tanah, Satuan Rumah Susun, dan Pendaftaran Tanah, HGB di atas tanah hak milik diberikan untuk jangka waktu paling lama 30 tahun dan dapat diperbarui dengan akta pemberian HGB di atas hak milik.

Sesudah jangka waktu pemberian, perpanjangan, dan pembaruan selesai, tanah HGB kembali menjadi tanah yang dikuasai langsung oleh negara maupun tanah hak pengelolaan.

HGB juga bisa beralih dan dialihkan kepada orang lain. Namun, hanya warga negara Indonesia (WNI) serta badan hukum yang didirikan menurut hukum Indonesia dan berada di Indonesia yang bisa.

Sedangkan untuk SHM, Menurut Undang-undang Pokok Agraria (UUPA) Nomor 5 Tahun 1960 Pasal 20, adalah hak turun-temurun, terkuat, dan terpenuh yang bisa dipunyai orang atas tanah.

Singkatnya, SHM merupakan bukti kepemilikan terkuat atas suatu tanah. Di mana, berlakunya selama pemiliknya masih hidup dan bisa diturunkan oleh ahli waris.

SHM dikeluarkan oleh Badan Pertanahan Nasional (BPN) lewat Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) sesuai dengan Peraturan Pemerintah No. 37 Tahun 1998 tentang Peraturan Jabatan Pejabat Pembuat Akta Tanah.

Perbedaan HGB dan SHM

Seperti yang dijelaskan di atas, HGB dan SHM memiliki perbedaan yang signifikan mulai dari segi hak maupun kewajiban pemegangnya.

Tak hanya itu, perbedaan lainnya seperti jenis hak, status kepemilikan, durasi atau masa berlaku, penggunaan tanah, dan proses peralihan.

Berikut perbedaan HGB dan SHM.

CNBC INDONESIA RESEARCH

[email protected]

(chd/chd)
Tags

Related Articles

Most Popular
Recommendation