
China Doyan Makan Belut dari RI, Berani Beli Rp 300 Ribu/Kg

Jakarta,CNBC Indonesia - Di antara lekukan sungai dan rawa Nusantara, belut menjadi harta tersembunyi yang tak hanya bernilai bagi kuliner lokal, tetapi juga berlayar jauh menembus batas negara. Ekspor belut Indonesia (HS 03019200) mencatatkan kisah menarik yang menunjukkan potensi besar sektor perikanan tanah air di pasar global. Salah satu tujuan utamanya adalah China, pasar yang lapar akan komoditas ini.
Data dari Badan Pusat Statistik (BPS) menunjukkan bahwa ekspor belut RI terus tumbuh secara konsisten dalam beberapa tahun terakhir. Pada 2023, total nilai ekspor belut Indonesia mencapai US$ 18,9 juta, naik dari US$ 15,4 juta pada tahun sebelumnya. Dari jumlah tersebut, China menjadi tujuan utama, menyerap sekitar 62% dari total ekspor, menjadikannya pasar yang sangat strategis bagi komoditas ini.
Ketergantungan pada China sebagai pasar utama bukan tanpa alasan. Negeri Tirai Bambu memiliki permintaan yang sangat tinggi terhadap belut, baik untuk konsumsi domestik maupun sebagai bahan baku industri. Belut merupakan salah satu komponen penting dalam hidangan tradisional seperti eel rice bowl dan olahan premium lainnya yang menjadi favorit masyarakat China. Selain itu, belut juga digunakan dalam industri farmasi karena kandungan gizinya yang kaya.
Daya tarik belut Indonesia di pasar China juga tidak terlepas dari keunggulan kualitasnya. Dibandingkan dengan belut dari negara lain, belut Indonesia dikenal memiliki tekstur yang lembut, kandungan lemak yang seimbang, dan rasa yang khas. Dengan harga rata-rata belut di China berkisar US$ 15-20 per kilogram atau sekitar Rp 316 ribu (kurs Rp 15.800/US$) untuk segmen pasar premium, peluang bagi eksportir Indonesia sangat menjanjikan.
Namun, potensi besar ini juga disertai dengan tantangan. Sebagai eksportir utama, Indonesia harus bersaing dengan negara lain seperti Jepang dan Vietnam yang juga memasok belut ke China. Selain itu, standar kualitas dan ketentuan impor yang ketat dari pemerintah China seringkali menjadi kendala bagi pelaku usaha, terutama usaha kecil dan menengah yang belum memiliki fasilitas pemrosesan yang memadai.
Meski begitu, prospek ekspor belut Indonesia tetap cerah. Tren konsumsi makanan sehat yang terus meningkat di China menjadi katalisator utama bagi pertumbuhan permintaan belut. Jika dikelola dengan baik, Indonesia tidak hanya dapat mempertahankan posisinya sebagai pemain utama, tetapi juga memperluas pangsa pasarnya di Tiongkok dan negara lain.
Dengan segala potensinya, belut RI seakan meluncur lincah dalam arus perdagangan internasional, mencatatkan jejak yang semakin kokoh. Langkah selanjutnya adalah memastikan bahwa momentum ini dapat terus dimanfaatkan untuk meningkatkan kontribusi sektor perikanan terhadap perekonomian nasional.
CNBC Indonesia Research
(emb/emb)