Dunia Lagi "Bersih-Bersih", Batu Bara Jadi Korban

Susi Setiawati, CNBC Indonesia
23 October 2024 07:10
FILE PHOTO: A worker walks past coal piles at a coal coking plant in Yuncheng, Shanxi province, China January 31, 2018. Picture taken January 31, 2018.  REUTERS/William Hong/File Photo
Foto: REUTERS/William Hong

Jakarta, CNBC Indonesia - Harga batu bara merosot selama tiga hari beruntun. Berkurangnya penggunaan bahan bakar fosil, memicu jatuhnya harga batu bara.

Melansir data Refinitiv, pada perdagangan Selasa (22/10/2024) harga batu bara acuan ICE Newscastle melemah 1,10% di level di US$ 144 per ton. Harga tersebut merupakan yang terburuk dalam tiga  minggu. Pelemahan kemarin juga memperpanjang tren negatif batu bara yang sudah anjlok selama tiga hari beruntun dengan pelemahan sebesar 2,5%.

Jatuhnya harga batu disebabnya berkurangnya permintaan terhadap energi fosil. Salah satu negara di wilayah Eropa, Belanda tercatat terjadi penurunan impor terhadap batu bara termal. Sekitar 1,25 juta ton diimpor pada September, volume bulanan tertinggi sejak Januari. Akan tetapi pada pengiriman sepanjang Oktober turun ke bawah 1 juta ton, jauh di atas rata-rata bulanan tahun berjalan sebesar 0,65 juta ton.

Namun, kini Eropa tengah mendekati musim dingin. Data pelacakan kapal Kpler menunjukkan bahwa Belanda sedang meningkatkan impor batu bara termal sebagai persiapan untuk kemungkinan peningkatan permintaan musim dingin ini.

Sementara itu, Bosschaart memperingatkan bahwa peningkatan pembakaran batu bara pasti akan menghasilkan emisi yang lebih tinggi.

Emisi yang terealisasi di empat unit pembangkit listrik berbahan bakar batu bara di negara tersebut berjumlah total 10,7 juta ton pada tahun 2022 dan 6,6 juta ton pada tahun 2023, menurut data Otoritas Emisi Nasional Belanda.

Montel Analytics memperkirakan sementara emisi tahun 2024 sebesar 6,2 juta ton, naik menjadi 8,7 juta ton tahun depan.

Hal ini mendorong wilayah Eropa mulai beralih ke energi bersih dan mulai meninggalkan energi kotor seperti batu bara.

Dari China, menurut laporan tahunan tentang sumber daya mineral China yang dirilis pada tanggal 15 Oktober oleh Kementerian Sumber Daya Alam, selama dekade terakhir, proporsi sumber energi nonfosil seperti tenaga air, tenaga nuklir, tenaga angin, dan tenaga surya di negara tersebut telah meningkat sebesar 7,7 poin persentase.

Produksi energi China telah berubah secara signifikan sejak tahun 2012, dengan kekuatan pendorong yang beralih dari sumber daya tradisional ke energi baru. Struktur energinya juga telah beralih dari ketergantungan yang besar terhadap batu bara, kini mulai beralih ke sumber yang lebih beragam dan lebih bersih.

China telah berkomitmen pada tujuan "karbon ganda" untuk mencapai puncak emisi karbon pada tahun 2030 dan memperoleh netralitas karbon pada tahun 2060.

Komitmen beberapa negara untuk menuju energi bersih menjadikan batu bara semakin ditinggalkan.


CNBC Indonesia Research

[email protected]

(saw/saw)
Tags

Related Articles

Most Popular
Recommendation