Investor Sport Jantung: Timur Tengah Mendidih, AS Beri Kabar Genting
- Pasar keuangan Indonesia merana pekan lalu di mana IHSG dan rupiah sama-sama jatuh
- Wall street terbang pada akhir pekan lalu ditopang memburuknya data tenaga kerja AS
- Pasar keuangan Indonesia pekan ini menghadapi sejumlah sentimen besar mulai dari panasnya perang di Lebanon hingga data inflasi AS
Jakarta, CNBC Indonesia - Pasar keuangan Indonesia ditutup melemah pada Jumat (4/10/2024). Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) turun begitu pula nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) yang anjlok. Sedangkan Surat Berharga Negara (SBN) juga tampak dijual investor asing.
Pasar keuangan diperkirakan masih bergerak volatil pada hari ini, Senin (7/10/2024) khususnya di tengah ketegangan yang terjadi di Timur Tengah belakangan ini. Selengkapnya mengenai sentimen pasar pekan ini bisa dibaca pada halaman 3 artkel ini.
Pada penutupan perdagangan Jumat kemarin, IHSG ditutup melemah 0,63% ke posisi 7.496,09. IHSG pun terkoreksi ke level psikologis 7.400 pada perdagangan akhir pekan lalu. Terakhir IHSG berada di level psikologis ini yakni pada perdagangan 22 Agustus lalu di 7.488,676.
Dalam sepekan terakhir, IHSG sudah ambles 2,61%. Sedangkan sebulan terakhir ambrol 2,41%. Namun sepanjang tahun ini masih melesat 3,07%.
Diketahui, IHSG mulai merana sejak berhasil menyentuh level psikologis 7.900 pada 19 September lalu. Sejak saat itu, IHSG sudah merosot 5,18%.
Sepanjang pekan lalu, asing terpantau melakukan penjualan sebesar Rp4,88 triliun. Angka ini lebih besar dibandingkan pekan sebelumnya yang terpantau net sell sebesar Rp3,37 triliun.
Begitu pula secara sektoral (mingguan), sektor teknologi ambruk paling dalam yakni sebesar 6,09%. Sektor consumer cyclicals turun sebesar 3,19% dan sektor infrastruktur terdepresiasi 3,11%.
Namun berbeda halnya dengan sektor basic materials yang justru menguat 1,53%.
Di saat yang bersamaan, nilai tukar rupiah terhadap dolar AS juga terpantau melemah ke angka Rp15.480/US$ pada perdagangan Jumat lalu atau turun 0,42% dari sehari sebelumnya (3/10/2024). Sedangkan secara mingguan, rupiah terpantau ambruk 2,38%.
Pelemahan ini menjadikan rupiah berada di posisi paling lemah sebulan lalu atau tepatnya sejak 3 September 2024.
Rupiah ambruk disinyalir oleh beberapa faktor, seperti dipengaruhi ketegangan geopolitik yang makin memanas di Timur Tengah, wait and see data ekonomi AS, efek stimulus jumbo China, sampai aliran dana asing yang masih deras keluar dari pasar keuangan domestik.
Ketegangan geopolitik yang semakin memanas antara Iran dan Israel menjadi salah satu sentimen utama yang mempengaruhi kondisi pasar.
Setelah Iran melancarkan serangan rudal besar-besaran ke Israel, Perdana Menteri Benjamin Netanyahu berjanji akan memberikan balasan yang besar, menimbulkan kekhawatiran akan potensi pecahnya perang di kawasan Timur Tengah.
Dukungan penuh Washington terhadap Israel serta serangan Israel yang berlanjut ke wilayah Lebanon turut memperparah situasi, memicu ketakutan atas lonjakan harga minyak global yang akan memengaruhi negara-negara pengimpor minyak, termasuk Indonesia.
Selain ketegangan di Timur Tengah, penguatan indeks dolar AS (DXY) juga menekan rupiah. Penguatan ini terlihat dalam empat hari berturut-turut, terutama setelah data non-manufaktur AS mencatat hasil yang lebih baik dari perkiraan.
Selanjutnya, beralih pada imbal hasil Surat Berharga Negara (SBN) tenor 10 tahun terpantau mengalami kenaikan menjadi 6,643% pada penutupan perdagangan kemarin.
Posisi ini merupakan yang tertinggi sejak 4 September 2024 atau sekitar satu bulan terakhir.
Perlu diketahui, hubungan yield dan harga pada SBN ini berbanding terbalik, artinya ketika yield turun berarti harga obligasi naik, hal ini menunjukkan minat investor mulai kembali lagi ke SBN.
(rev/rev)