Misi Besar Prabowo Dongkrak Investasi Dihadang Pil Pahit

Revo M, CNBC Indonesia
23 August 2024 10:30
Presiden RI Joko Widodo didampingi Presiden terpilih Prabowo Subianto dan Ketua DPR RI Puan Maharani usai menghadiri sidang tahunan DPR/MPR RI, di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Jumat, (16/8/2024). (CNBC Indonesia/Muhammad Sabki)
Foto: Presiden RI Joko Widodo didampingi Presiden terpilih Prabowo Subianto dan Ketua DPR RI Puan Maharani usai menghadiri sidang tahunan DPR/MPR RI, di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Jumat, (16/8/2024). (CNBC Indonesia/Muhammad Sabki)

Jakarta, CNBC Indonesia - Target pertumbuhan ekonomi Indonesia relatif rendah pada 2025 di mana Presiden Terpilih Prabowo Subianto akan memimpin Indonesia secara penuh untuk pertama kalinya.

Asumsi dasar makro untuk Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (RAPBN) 2025 telah disampaikan oleh Presiden Joko Widodo (Jokowi) dalam Pidato Kenegaraan dalam rangka Hari Ulang Tahun (HUT) ke-79 Kemerdekaan RI di Gedung Nusantara MPR RI/DPR RI/DPD RI, Senayan, Jakarta, Jumat (16/8/2024).

Kendati disampaikan Jokowi tetapi APBN 2025 akan menjadi guidance bagi pemerintahan baru Presiden Prabowo Subianto. Inflasi akan dijaga pada kisaran 2,5%. Pertumbuhan ekonomi diperkirakan sebesar 5,2%.

Pertumbuhan ekonomi yang hanya 5,2% mengindikasikan pemerintahan baru tidak terlalu agresif. Padahal, dalam berbagai kesempatan, Prabowo menargetkan pertumbuhan ekonomi 6-8%.
Pertumbuhan ekonomi bahkan sama dibandingkan target tahun ini yakni di kisaran 5,2%. Sebagai catatan, ekonomi Indonesia hanya tumbuh 5,08% pada semester I-2024 .

Sebagai catatan, Jokowi langsung menargetkan pertumbuhan ekonomi tinggi sebesar 5,7% pada 2015 atau tahun pertamanya, Padahal, realisasi pertumbuhan pada 2014 hanya 5,06%.

"Karena kondisi ekonomi global yang masih relatif stagnan, pertumbuhan ekonomi kita akan lebih bertumpu pada permintaan domestik. Daya beli masyarakat akan dijaga ketat, dengan pengendalian inflasi, penciptaan lapangan kerja, serta dukungan program bansos dan subsidi," papar Jokowi.

Data Badan Pusat Staistik (BPS) menunjukkan rata-rata pertumbuhan ekonomi di era Jokowi hanya 4,2%, jauh lebih rendah dibandingkan 5,7%. Ekonomi bahkan sempat kontraksi pada 2020.

Menanggapi target pertumbuhan ekonomi 5,2% ini, Direktur Lembaga Penyelidikan Ekonomi dan Masyarakat Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia (LPEM FEB UI), Chaikal Nuryakin mengatakan bahwa target tersebut tergolong realistis.

"5,2% realistis ya," kata Chaikal kepada CNBC Indonesia.

Begitu pula dengan Kepala Ekonom Bank Central Asia (BCA), David Sumual yang menyampaikan bahwa asumsi pertumbuhan ekonomi relatif realistis mengingat tantangan perlambatan ekonomi global, terutama China dan dampaknya ke harga komoditas.

Sebagai informasi, pertumbuhan ekonomi China tampak mengalami melandai untuk kuartal II-2024. Perlambatan tersebut tercermin mengingat hanya tumbuh sebesar 4,7% (year on year/yoy) atau terendah sejak kuartal I-2023.

Angka tersebut lebih rendah dibandingkan dari perkiraan para analis. Dalam catatan AFP dan CNBC International, Bloomberg dan Reuters mensurvei PDB China 5,1%.

Lebih lanjut, International Monetary Fund (IMF) pada Juli 2024 menunjukkan bahwa pertumbuhan ekonomi China pada 2024 diperkirakan kembali melandai menjadi 4,5% yoy.

Hal ini berujung pada pemangkasan suku bunga China baik tenor satu maupun lima tahun sebesar 10 basis poin (bps) yakni menjadi 3,35% untuk tenor satu tahun dan 3,85% untuk tenor lima tahun.

Faktor lemahnya ekonomi China ini yakni permintaan domestik yang lesu, krisis properti yang persisten, meningkatnya restriksi perdagangan terhadap ekspor China, dan faktor penuaan demografi.

Lemahnya perekonomian China ini akan berdampak signifikan bagi Indonesia mengingat China merupakan mitra dagang utama Indonesia. Salah satu yakni batu bara, mengingat China merupakan konsumen dan produsen batu bara teratas di dunia.

Di tengah kondisi global dan China yang kurang mendukung, pertumbuhan ekonomi tahun depan akan mengandalkan permintaan domestik dan kebijakan fiskal yang efektif dalam menjaga stabilitas ekonomi serta mendorong transformasi ekonomi nasional.

Tingkat inflasi yang terkendali diharapkan mampu mendorong konsumsi rumah tangga, sementara belanja pemerintah, baik operasional maupun investasi, akan secara langsung mendukung permintaan domestik dan secara tidak langsung mendorong aktivitas sektor swasta.

Ekonom Senior Samuel Sekuritas Indonesia (SSI), Fithra Faisal memaparkan bahwa pertumbuhan ekonomi Indonesia 5,2% tersebut sedikit melebihi proyeksi pertumbuhannya sebesar 5%.

Lagi-Lagi Konsumsi Jadi Andalan

Bila dilihat lebih rinci, ekonomi Indonesia kembali akan mengandalkan konsumsi rumah tangga sebagai penopang ekonomi untuk tahun depan.

Konsumsi rumah tangga diperkirakan tumbuh sekitar 5% yoy, konsumsi pemerintah tumbuh 5% yoy, Pembentukan Modal Tetap Bruto (PMTB) tumbuh paling tinggi yakni 5,5% yoy, ekspor naik 5,4% yoy, dan impor naik 4,6% yoy.

Target konsumsi sebesar 5% kurang lebih sama dengan realisasi sepanjang semester I-2024 yakni 4,9%. Namun, rata-rata laju konsumsi rumah tangga di era Jokowi hanya mencapai 3,98% dalam 10 tahun terakhir. Dalam tiga kuartal terakhir, konsumsi bahkan tumbuh di bawah 5%.

Terakhir kali konsumsi rumah tangga menyentuh level 5% yakni pada kuartal III-2023. Sementara secara setahun penuh, konsumsi rumah tangga di atas 5% terjadi sebelum pandemi atau tepatnya 2019 yakni di angka 5,05% dan pada saat itu, pertumbuhan ekonomi Indonesia mampu tumbuh di atas 5% atau tepatnya 5,02%.

Padahal, sekitar 53-56% Produk Domestik Bruto (PDB) Indonesia bersandar pada konsumsi rumah tangga.

Makanan Bergizi Diharapkan Topang Konsumsi

Konsumsi rumah tangga memiliki peranan penting dan terbesar dalam menggenjot ekonomi.  Artinya pertumbuhan yang tinggi pada konsumsi rumah tangga, akan memberikan dampak yang signifikan bagi pertumbuhan ekonomi Indonesia, apalagi dengan adanya program Makan Bergizi Gratis (MBG).

Program MBG yang bertujuan untuk meningkatkan gizi anak sekolah, memberdayakan Usaha Mikro Kecil Menengah (UMKM) dan ekonomi kerakyatan, diproyeksikan akan mendorong pertumbuhan ekonomi Indonesia.

Penggunaan sumber pangan lokal dapat mengurangi rantai distribusi dan carbon footprint untuk bumi yang lebih hijau. Selain itu, pelibatan UMKM dalam pelaksanaan program tersebut juga diharapkan dapat menjadikan UMKM di seluruh Indonesia menjadi lebih berdaya. Pada akhirnya, program MBG juga diharapkan dapat memberikan dorongan terhadap pertumbuhan ekonomi yang lebih kuat dan inklusif.

Dalam pelaksanaan MBG tentunya tidaklah mudah. Pada tahap awal, MBG akan diprioritaskan untuk peserta didik prasekolah/PAUD dan peserta didik Sekolah Dasar, dan Sekolah Menengah di daerah Kabupaten/Kota yang memiliki status stunting dan kemiskinan tinggi, serta daerah yang sudah memiliki kesiapan fasilitas sarana dan prasarana untuk menjalankan Program MBG.

Kemudian secara bertahap, Program MBG akan diperluas ditujukan bagi peserta didik pada seluruh jenjang Pendidikan (prasekolah, pendidikan dasar, pendidikan menengah, baik umum maupun keagamaan) hingga menjangkau lebih banyak wilayah Kabupaten/Kota.

Rancangan anggaran sebesar Rp71 triliun pada program MBG tahun depan yang termasuk biaya makanan, distribusi (safe guarding), dan operasional lembaga yang menangani Program MBG, maka diharapkan dampak program ini sebesar 0,1 poin persentase terhadap total pertumbuhan ekonomi.

Nota KeuanganFoto: PROYEKSI DAMPAK PROGRAM MBG TERHADAP PERTUMBUHAN EKONOMI (%)
Sumber: Nota Keuangan

Target Investasi Terlalu Muluk?

Investasi ditargetkan tumbuh 5,0% pada tahun depan. Target ini terbilang tinggi mengingat rata-rata pertumbuhan investasi Indonesia di era Jokowi hanya 3,81%.

Laju investasi bahkan selalu di bawah 5%. Dalam 20 kuartal terakhir, investasi selalu tumbuh di bawah 5%, hanya tiga kuartal yang mampu menembus di atas 5%.

Salah satu yang membuat laju investasi rendah di era Jokowi adalah tidak meratanya pertumbuhan lapangan usaha. Di satu sisi, investasi di sektor pertambangan dan galian terbang sementara di sisi lain sektor manufaktur jeblok. Sub sektor manufaktur seperti industri tekstil dan alas sepatu bahkan sudah lama ambruk.

Data Badan Pusat Statistik (BPS) menunjukkan pertumbuhan manufaktur pada kuartal II-2024 di angka 3,95% (yoy) adalah yang terendah sejak kuartal IV-2021 atau 1,5 tahun terakhir. Ini juga menjadi kali pertama pertumbuhan manufaktur di bawah 4% dalam 1,5 tahun terakhir.

Jokowi pada masa kampanye dan awal pemerintahannya selalu menggembar-gemborkan pentingnya investasi dan perlunya mendongrak penanaman modal. Data Rancangan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2020-2024 bahkan menargetkan investasi tumbuh 6-7%. Namun, realisasinya jauh di bawah target.

Terkait investasi, ekonom BCA David Sumual menegaskan bahwa variabel yang paling memungkinkan untuk didorong tahun depan yakni dalam hal investasi.

Manufaktur elektronik, hilirisasi pertambangan, perkebunan, pertanian, perikanan, properti, dan pariwisata adalah bidang yang bisa didorong oleh Indonesia agar semakin banyak investasi yang masuk ke dalam negeri.

Pertumbuhan investasi secara kuartalan cenderung stagnan sejak kuartal III-2021. Kuartal III-2022 hingga kuartal I-2023, pertumbuhan investasi cenderung melandai dan mengalami kenaikan hingga kuartal III-2023 dan kembali melandai hingga kuartal I-2024.


Target investasi ke depan juga akan dibebani dengan melambatnya laju manufaktur.

Manufaktur Indonesia diperkirakan masih suram. Aktivitas manufaktur Indonesia mengalami kontraksi pada Juli 2024. Ini adalah kontraksi pertama sejak Agustus 2021 atau hampir tiga tahun terakhir.

Data Purchasing Managers' Index (PMI) yang dirilis S&P Global hari ini, Kamis (1/8/2024) menunjukkan PMI manufaktur Indonesia jatuh dan terkontraksi ke 49,3 pada Juli 2024. PMI Manufaktur Indonesia terus memburuk dan turun selama empat bulan terakhir. PMI anjlok dari 54,2 pada Maret 2024 menjadi 49,3 pada Juli 2024.

Puncaknya adalah konrtraksi pada Juli 2024 setelah PMI manufaktur Indonesia ada dalam fase ekspansif selama 34 bulan sebelumnya.

Inflasi Rendah Bisa Bantu Konsumsi

Inflasi Indonesia sendiri ditargetkan pada 2025 di sekitar 2,5% yoy. Angka ini tidak jauh berbeda dengan kondisi inflasi Indonesia per Juli 2024 yang berada di angka 2,13% yoy. 

Angka inflasi ini merupakan yang terendah sejak Februari 2022 atau sekitar dua tahun terakhir. Inflasi yang rendah merupakan modal penting bagi pemerintah untuk mendukung daya beli dan konsumsi rumah tangga.

Fithra juga menuturkan bahwa level inflasi yang ditargetkan cukup sehat dan menunjukkan pendekatan seimbang oleh pemerintah dalam mengelola pertumbuhan ekonomi tanpa mengorbankan inflasi yang tidak terkendali.

"Singkatnya, kami menggambarkan asumsi makro dan sikap fiskal APBN 2025 sebagai optimis namun hati-hati, mendorong pertumbuhan sambil secara bersamaan memastikan stabilitas," tutup Fithra.

Ekspor Terancan Melandainya Harga Komoditas

Mesin pertumbuhan ekonomi Indonesia lainnya adalah ekspor. Distribusinyayang berkisar 20% memberikan pengaruh cukup signifikan lebih dari empat tahun terakhir, nilai ekspor Indonesia selalu lebih tinggi dibandingkan impor yang berujung pada surplus neraca perdagangan.

Pada kuartal II-2024 saja, ekspor tumbuh didorong oleh ekspor barang migas dan nonmigas serta ekspor jasa. Namun, laju ekspor Indonesia sangat fluktuatif tergantung pada harga komoditas. Ekspor tumbuh di atas double digit pada 2021-2022 di saat terjadi booming komoditas. Sebaliknya, ekspor terkontraksi saat komoditas melandai seperti pada 2019.

Beberapa komoditas andalan Indonesia  mengalami peningkatan nilai dan volume ekspor dalam beberapa tahun terakhir. Di antaranya adalah batu bara, nikel, perhiasan, mesin & peralatan listrik. Selain itu, ekspor jasa didorong oleh peningkatan kunjungan wisatawan mancanegara (wisman).

Dalam Nota Keuangan, kecenderungan perbaikan ekspor diperkirakan terus berlanjut terutama terkait keberlanjutan hilirisasi dan masih kuatnya permintaan mitra dagang utama Indonesia seperti ASEAN, China, dan India. Di sisi produksi, keberlanjutan program hilirisasi juga akan mendorong sektor industri manufaktur, khususnya terkait industri logam dasar, kendaraan listrik, dan energi baru terbarukan.

Yang menjadi masalah yakni ketika ekonomi China belum juga pulih, maka permintaan barang impor dari Indonesia berpotensi melemah dan ada peluang menekan kinerja ekspor sehingga cukup sulit untuk tumbuh dengan baik. Maka dari itu, pemerintah Indonesia perlu membuka negara-negara non-traditional untuk dilakukan ekspor agar Indonesia tidak hanya bergantung padatraditionalcountries seperti China.

Selain itu, ekspor selain komoditas pun perlu terus dikembangkan dan meningkatkan nilai tambah agar dapat bersaing dengan produk internasional lainnya.

Ekspor jasa termasuk ekspor jasa melalui internet (digitally delivered services export) seperti animasi, desain, audio dan video, musik dan film, games, jasa konsultansi bisnis, periklanan, dan lainnya, diharapkan dapat meningkatkan kinerja ekspor nasional. Hal ini semakin memperkuat potensi pertumbuhan ekonomi Indonesia di 2025 semakin tinggi.

Ketegangan Geopolitik Jadi Tantangan Indonesia 2025

Tantangan lain yang dihadapi Indonesia pada 2025 yakni tensi geopolitik yang masih memanas. Menteri Keuangan Indonesia, SriMulyani Indrawati menyampaikan bahwa eskalasi tensi antara AS dan China, maraknya fragmentasi dan proteksionisme, konflik di Timur Tengah yang makin memburuk, perang Rusia-Ukraina, hingga kerentanan rantai pasok, merupakan risiko yang akan mewarnai APBN 2025.

Tensi geopolitik tersebut dikhawatirkan dapat meningkatkan kerentanan rantai pasok global dan menimbulkan kekhawatiran tentang stabilitas harga energi dan pangan global. Situasi tersebut terjadi ketika banyak bank sentral mempertahankan suku bunga tinggi untuk mengendalikan lonjakan inflasi yang terjadi pascapandemi.

Ancaman soal aliran dana asing berpotensi keluar dari negara berkembang termasuk Indonesia ketika tensi geopolitik memanas pun menjadi patut menjadi perhatian.

Lebih lanjut, ketika tensi geopolitik memuncak, maka harga komoditas umumnya mengalami lonjakan. Bagi Indonesia yang merupakan eksportir batu bara, hal ini cukup diuntungkan karena perusahaan batu bara di Indonesia akan mendapatkanrevenuedan profit yang besar di tengah melesatnya harga batu bara dunia.

Namun komoditas lainnya seperti minyak pun berpotensi merangkak naik. Indonesia sebagai net importir minyak tentu akan merasakan dampak negatif dan tertekan dengan kenaikan harga minyak dunia.

Beban subsidi pemerintah untuk menjaga stabilitas harga minyak di dalam negeri akan semakin membengkak dan berpengaruh terhadap biaya belanja negara maupun defisit anggaran.

CNBC INDONESIA RESEARCH

[email protected]

(rev/rev)
Tags

Related Articles

Most Popular
Recommendation