
Mengenal Sahm Rule, Pendeteksi Resesi yang Ditakuti Dunia

Jakarta, CNBC Indonesia - Memburuknya indikator ekonomi Amerika Serikat (AS) meningkatkan kekhawatiran adanya risiko resesi. Probabilitas terjadinya resesi di AS semakin mencuat setelah indikator Sahm mengalami kenaikan.
Merujuk Sahm Recession Indicator, risiko resesi muncul ketika rata-rata tingkat pengangguran dalam tiga bulan terakhir dikurangi dengan tingkat pengangguran terendah dalam setahun terakhir menghasilkan angka 0,50 poin persentase.
Rata-rata laju pengangguran AS dalam tiga bulan terakhir (Mei, Juni, dan Juli) tercatat sebesar 4,13% (4% pada Mei 2024, 4,1% pada Juni 2024, dan 4,3% pada Juli 2024. Sementara pada Juli 2023 sebesar 3,6%. Sebagai catatan, tingkat pengangguran pada Juli 2023 adalah yang terendah dalam setahun terakhir.
Hasil hitungan menunjukkan Sahm Rule Indicator pada Juli 2024 menunjukkan sebesar 0,53 poin persentase.
The Sahm Rule, adalah indikator resesi yang banyak diikuti. Indikator ini telah mendapatkan banyak perhatian dari para ahli yang menggunakannya untuk berargumen bahwa sebuah negara tidak berada dalam resesi, dan juga oleh mereka yang memanfaatkannya untuk menyatakan bahwa resesi akan segera terjadi.
Claudia Sahm merupakan pencipta indikator ini. Indikator ini kemudian digunakan sebagai alat untuk deteksi risiko sehingga pemangku kepentingan bisa memberikan stimulus lebih awal guna menghindari pemburukan ekonomi lebih lanjut. Ide utamanya adalah untuk bertindak cepat guna mengurangi keparahan resesi dan membantu masyarakat.
Data historis menunjukkan setelah peringatan Sham Rule muncul atau angka indikatornya menunjukkan 0,50 poin persentage, angka pengangguran terus meningkat. Bahkan dalam resesi yang paling ringan, seperti pada 2001, tingkat pengangguran naik dua poin persentase dari titik terendah sebelum resesi.
![]() Sumber: BLS (calculations by Sahm) |
Data dari Bank of America (BofA) menunjukkan bahwa sejak 1953, indikator Sahm tidak pernah salah dalam mendeteksi resesi. Indikator ini tidak pernah terpicu atau muncul di luar periode resesi.
![]() Sumber: Bank of America |
Pada dasarnya, indikator ini ditujukan untuk mengurangi dampak resesi ketika indikator terpicu (triggered).
Aturan Sahm ini diperkenalkan untuk mendukung langkah-langkah stimulus fiskal otomatis selama pelemahan ekonomi. Sahm menyarankan agar pemerintah mendistribusikan pembayaran stimulus langsung kepada keluarga ketika tingkat pengangguran mencapai ambang batas yang ditentukan. Bantuan ini bertindak sebagai penstabil otomatis untuk mengurangi dampak resesi. Pendekatan ini bertujuan untuk mendukung pengeluaran konsumen, yang cenderung menurun secara signifikan selama memburuknya ekonomi.
Situasi Saat Ini
Dilansir dari CNN International, angka pengangguran dan ketenagakerjaan memang terlihat cukup mengkhawatirkan namun hal ini tak serta-merta menunjukkan kepastian resesi di AS.
Sejumlah indikator menunjukkan angka yang bersebrangan setelah pasca Covid. Salah satunya adalah masih tingginya inflasi AS selama 2023 di tengah tingginya suku bunga. Dalam kondisi normal, inflasi biasanya melemah dengan cepat setelah adanya lonjakan suku bunga.
Sebagai catatan, inflasi AS masih berada di kisaran 3% pada Juli 2024, hanya turun tipis dibandingkan 3,2% pada Juli 2023. Padahal, suku bunga AS sudah melonjak di level 5,25-5,50% sejak Juli 2023. Konsumsi masyarakat masih kencang pada 2023-2024 karena banyak yang menabung selama pandemi Covid-19. Mereka banyak memiliki tabungan untuk menjadi bantalan konsumsi setelah pandemi.
Selain itu, tenaga kerja AS juga masih panas selama 2023-2024. Tingkat pengangguran AS juga sulit turun meskipun suku bunga tinggi. Pertumbuhan ekonomi AS juga masih tinggi 2,8% pada kuartal II-2024 di tengah lonjakan suku bunga.
Claudia Sahm, ekonom yang menciptakan aturan tersebut, memperingatkan bahwa terpicunya aturan ini mungkin tidak sama dengan resesi.
Ekonom senior di firma analitik tenaga kerja Lightcast, Elizabeth Crofoot memiliki sikap hati-hati yang serupa pada Jumat (2/8/2024).
"Saya sangat ragu untuk menggunakan kata 'R,' (resesi) karena saya tidak berpikir jika kita sudah sampai di sana tetapi ini adalah sesuatu yang perlu kita perhatikan." ujar Elizabeth, dikutip dari CNN International.
Bagi Elizabeth dan ekonom lainnya, bel resesi belum karena ekonomi masih tumbuh, konsumen masih berbelanja, partisipasi angkatan kerja tetap tinggi dan yang terpenting, Pemutusan Hubungan Kerja tidak meningkat.
CNBC INDONESIA RESEARCH
(rev/rev)