Bursa Dunia Panik: AS Dihantui Resesi, Nasib RI Diumumkan Hari Ini
- Pasar keuangan RI bergerak beragam pekan lalu, IHSG masih sideways, tetapi rupiah menguat, sementara obligasi masih diburu investor.
- Bursa saham dunia berguguran gara-gara ancaman resesi AS, volatilitas di pasar masih akan tinggi.
- Sentimen pekan ini dan hari ini masih ada banyak data genting, dari pertumbuhan ekonomi domestik, jatuhnya saham teknologi, sampai respon pasar terhadap ancaman resesi AS.
Jakarta, CNBC Indonesia - Pasar keuangan RI bergerak beragam pekan lalu, Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) masih lanjut sideways, sementara rupiah menguat, obligasi RI masih diburu investor.
Pasar keuangan Indonesia diperkirakan akan bergerak volatile pada pekan ini dan hari ini. Sentimen selengkapnya yang potensi mempengaruhi pasar pada hari ini, Senin (5/8/2024) silahkan dibaca pada halaman tiga artikel ini.
Pada akhir perdagangan pekan lalu, Jumat (2/8/2024), IHSG berakhir di posisi 7.308,12, dalam sehari susut 0,24%, sementara dalam sepekan IHSG masih naik tipis 0,27%.
Pergerakan IHSG dalam beberapa hari terbilang terbilang galau, pada awal sesi IHSG sering dibuka hijau, namun tak berselang lama, penguatan tersebut menyusut.
Transaksi perdagangan juga masih relatif sepi, di mana turnover rata-rata dalam beberapa hari terakhir tak lebih dari Rp10 triliun. Pada Jumat kemarin, nilai transaksi dari pagi hingga sore hanya mencapai Rp9,73 triliun.
Nilai tersebut mewakili 14,27 miliar lembar saham yang berpindah tangan sebanyak 900.661 kali. Adapun 240 saham menguat, 295 saham melemah, sementara 255 lainnya bergerak stagnan.
Pergerakan IHSG terbilang masih galau setelah the Fed menahan suku bunga, meskipun memberikan bank sentral AS tersebut sudah memberikan nada dovish lebih jelas diutarakan.
Meski demikian, asing dalam sepekan sudah mencatat net buy hingga Rp2,67 triliun di keseluruhan pasar yang menunjukkan aliran dana asing masuk semakin deras. Rinciannya, Rp421,95 miliar dari pasar reguler, sementara sisanya Rp2,25 triliun dari pasar nego dan tunai.
Saham banking big caps masih menjadi incaran asing di pekan lalu, saham PT Bank Central Asia Tbk (BBCA) memimpin dengan akumulasi asing mencapai Rp635,5 miliar, diikuti PT Bank Mandiri Tbk (BMRI) Rp284,3 miliar.
Di luar banking, dalam sepekan asing getol membeli saham PT Astra International Tbk (ASII) Rp243,1 miliar, PT United Tractors Tbk (UNTR) Rp102,3 miliar, dan PT Adro Energy Indonesia Tbk (ADRO) 91,5 miliar.
Prospek pemangkasan suku bunga the Fed menjadi salah satu pendorong aliran dana asing kembali masuk ke RI. Pasalnya, ketika suku bunga yang potensi turun ini semakin dekat, likuiditas akan kembali longgar, indeks dolar AS akan melandai, sehingga tekanan ke rupiah bisa semakin pudar.
Melansir data Refintiiv, nilai tukar rupiah ditutup di posisi Rp 16.195/US$1 atau menguat 0,22% pada perdagangan Jumat kemarin.
Penguatan kemarin membawa rupiah ke posisi terbaiknya sejak 19 Juli 2024 atau 10 hari terakhir. Penguatan kemarin juga memperpanjang rally rupiah dengan menguat selama tiga hari beruntun.
Dalam sepekan nilai tukar rupiah menguat 0,55%. Penguatan ini mengakhiri catatan buruk pada dua pekan sebelumnya yang selalu melemah.
Seiring dengan rupiah yang menguat, instrumen surat utang juga cukup menarik perhatian investor ditandai dengan yield obligasi RI bertenor 10 tahun yang melandai sepanjang pekan lalu.
Melansir data Refintiiv, yield obligasi acuan ini pada Jumat lalu berakhir di posisi 6,84%. Dalam sehari menguat tipis 0,09%, tetapi dalam sepekan masih dalam tren penurunan, dengan susut 1,75%.
Perlu dipahami bahwa, gerak harga dan yield pada obligasi berlawanan arah. Oleh karena itu, dengan yield yang melandai, ini menandai harga surat utang RI terkerek naik yang menunjukkan investor sudah mulai memburu instrumen ini.
(tsn/tsn)