Bank Sentral Jepang Bikin Kaget Dunia, RI Mesti Waspada Tinggi!

Revo M, CNBC Indonesia
31 July 2024 19:00
Seorang anggota pasukan kehormatan memegang bendera nasional Jepang. (Bloomberg via Getty Images)
Foto: Seorang anggota pasukan kehormatan memegang bendera nasional Jepang. (Bloomberg via Getty Images)

Jakarta, CNBC Indonesia - Bank of Japan (BoJ) memutuskan untuk mengerek suku bunganya menjadi 0,25% dari sebelumnya 0-0,1%. Kenaikan ini akan berdampak pada Indonesia yang merupakan mitra dagang Jepang.

Keputusan BoJ ini di luar ekspektasi pasar yang semula memproyeksi bank sentral akan mempertahankan suku bunga.

BoJ dikenal luas sangat konvensional dan lebih mempertahankan suku bunga ultra rendahnya, bahkan di tengah lonjakan suku bunga global.

Tidak hanya itu, BoJ juga memutuskan untuk melakukan pengetatan (Quantitative Tightening/QT) yang akan mengurangi pembelian obligasi bulanan menjadi sekitar setengahnya, yaitu JPY 3 triliun (US$19,6 miliar atau sekitar Rp317,5 triliun), dari JPY 6 triliun saat ini, mulai Januari-Maret 2026.

Perubahan Jepang menuju kebijakan moneter yang lebih ketat sangat kontras dengan perubahan besar menuju suku bunga yang lebih rendah di ekonomi utama lainnya, dengan kemungkinan bank sentral AS (The Fed) untuk memangkas suku bunga pada bulan September semakin tinggi seiring dengan meredanya tekanan harga di AS.

"Meski belanja konsumen lesu, pejabat moneter memberikan sinyal tegas dengan menaikkan suku bunga dan memungkinkan pengurangan neraca yang lebih bertahap," kata Fred Neumann, ekonom utama Asia di HSBC dikutip dari Reuters.

"Ekspektasi inflasi yang meningkat juga membuka jalan untuk normalisasi kebijakan moneter yang berkelanjutan oleh BoJ. Kecuali terjadi gangguan besar, BoJ akan melanjutkan pengetatan, dengan kemungkinan kenaikan suku bunga lainnya pada awal tahun depan," tambahnya.

Tidak sampai di situ, ekspektasi kenaikan inflasi di Jepang bersumber dari kenaikan upah pekerja di Jepang. Kondisi ini bisa mendorong perusahaan untuk meneruskan biaya tenaga kerja yang lebih tinggi melalui kenaikan harga layanan.

Harga impor juga kembali meningkat sehingga meningkatkan risiko inflasi yang melampaui target.

Dampak ke RI

Dengan naiknya upah masyarakat Jepang, maka kemampuan untuk melakukan pembelian (naiknya permintaan/demand) berpotensi terjadi.

Hal ini berujung pada impor Jepang dari negara mitra dagangnya berpotensi melonjak, salah satunya yakni Indonesia.

Berdasarkan data Kementerian Perdagangan (Kemendag), ekspor Indonesia ke Jepang cenderung menurun sejak puncaknya pada 2022 yakni US$24,85 miliar. Kemudian penurunan terjadi menjadi US$20,78 miliar pada 2023 dan cenderung kembali menurun menjadi US$8,72 miliar pada periode Januari-Mei 2024.

Namun, kenaikan suku bunga juga bisa membuat permintaan masyarakat Jepang tertekan akibat meningkatnya ongkos bunga pinjaman. Kondisi ini  bisa menekan ekonomi Jepang dan berdampak luas ke Indonesia.

Produk Domestik Bruto (PDB) riil Jepang kontraksi sebesar 2,9% secara tahunan (year on year/yoy) pada Januari-Maret 2024. Kontraksi tersebut lebih dalam dari perhitungan sebelumnya yaitu 1,8%.

Bila ekonomi Jepang terus mengalami perlambatan maka permintaan dari dalam Negara Sakura bisa turun sehingga mempengaruhi penjualan produk ekspor Indonesia ke Jepang. Di sisi lain, pelemahan Jepang bisa membuat produk Jepang semakin murah di Indonesia sehingga penjualan produk Jepang di Indonesia bisa meningkat.

Lebih lanjut, dengan lemahnya ekonomi Jepang, maka semakin sedikit jumlah utang yang diberikan ke Indonesia.

Untuk diketahui, Jepang merupakan salah satu negara yang menjadi kreditor bagi Indonesia terlihat memiliki porsi yang semakin sedikit dan terus mengalami penurunan dari Desember 2023 sebesar US$8,46 miliar menjadi US$7,65 miliar pada April 2024.

Penurunan ini telah terjadi secara berturut-turut selama empat bulan terakhir dengan total penurunan sebesar US$0,82 miliar dalam periode Desember 2023 hingga April 2024.

Kenaikan suku bunga di Jepang juga bisa membuat investor Jepang yang semula menanam modal di Indonesia di Surat Berharga Negara (SBN) balik ke Jepang mengingat keuntungan investasi jadi lebih besar.
Kondisi ni bisa menyurutkan minat investor Jepang untuk membeli SBN. Padahal, investor Jepang adalah salah satu pembeli besar instrumen SBN. Pemerintah bahkan menerbitkan surat utang berdenominasi yen bernama Samurai Bond.

Dalam cakupan lebih luas, investor asing non-Jepang juga bisa berbondong-bondong ke Jepang untuk berinvestasi ke Negeri Sakura. Indonesia bisa terkena imbas ditinggalkan investor.

CNBC INDONESIA RESEARCH

[email protected]

(rev/rev)
Tags

Related Articles

Most Popular
Recommendation