Lagi-Lagi! Harga Batu Bara Merana Karena Eropa

Chandra Dwi, CNBC Indonesia
26 July 2024 07:20
Aktivitas pertambangan batubara milik Bayan Resources di Tabang/Pakar, Kalimantan, Jumat (17/11/2023). (CNBC Indonesia/Muhammad Sabki)
Foto: Aktivitas pertambangan batubara milik Bayan Resources di Tabang/Pakar, Kalimantan, Jumat (17/11/2023). (CNBC Indonesia/Muhammad Sabki)

Jakarta, CNBC Indonesia - Harga batu bara acuan dunia ditutup di zona merah pada perdagangan Kamis (25/7/2024), di tengah melandainya harga gas alam Eropa yang masih terjadi hingga Kamis kemarin.

Berdasarkan data dari Refinitiv pada Kamis kemarin, harga batu bara acuan ICE Newcastle untuk kontrak Agustus 2024 ditutup turun 0,11% di posisi US$ 138,4 per ton.

Harga batu bara melandai karena salah satunya yakni harga gas Eropa yang mengalami penurunan yakni turun 0,72 euro menjadi 31,9 euro per Mwh.

Sebagai catatan, pelemahan harga gas memiliki korelasi dengan batu bara disebabkan oleh gas yang merupakan substitusi batu bara dan sumber energi pilihan Eropa.

"Karbon masih berkorelasi dengan gas," kata seorang trader energi Austria, dikutip dari Montel News.

Ketika harga gas turun, maka pembangkit listrik beralih dari batu bara yang lebih berpolusi ke gas, yang membatasi permintaan sertifikat emisi.

Dalam hal lelang EUA (European Emission Allowance), analis di Energy Aspects memperkirakan pasokan minggu depan akan mencapai 13,4 juta ton, naik dari 11,1 juta ton pada pekan ini.

"Harga EUA sekarang sejalan dengan perkiraan nilai wajar kami sebesar 66 euro per ton, meskipun kami melihat risiko kerugian lebih lanjut dalam jangka pendek jika harga turun melewati 65 euro per ton," kata Energy Aspects.

Sebelumnya, permintaan batu bara di Eropa berpotensi menurun karena tumbuhnya permintaan energi baru terbarukan (EBT) dan stabilnya permintaan listrik di Eropa.

Badan Energi Internasional (IEA) melaporkan permintaan batu bara Eropa diperkirakan turun 19% pada tahun ini ke rekor terendahnya.

"Menyusul penurunan besar konsumsi batu bara di Eropa pada 2023, kami memperkirakan Eropa akan menunjukkan penurunan signifikan lainnya pada tahun 2024," kata IEA dalam pembaruan yang diterbitkan Rabu kemarin, menambahkan bahwa permintaan tahun lalu telah merosot hampir seperempatnya.

Penurunan ini sebagian besar disebabkan oleh upaya pengurangan emisi pada pembangkit listrik di Eropa dan munculnya energi terbarukan dikombinasikan dengan peningkatan kinerja nuklir, yang diperkirakan akan mempengaruhi permintaan batubara secara signifikan.

Dengan demikian, permintaan batu bara di kawasan tersebut kemungkinan akan menyusut tahun ini menjadi 287 juta ton, yang merupakan pertama kalinya dalam catatan IEA penurunannya berada di bawah 300 juta ton.

Pada April lalu, kelompok negara-negara G7 sepakat untuk menutup semua pembangkit listrik tenaga batu bara mereka pada tahun 2035. Namun banyak negara Eropa Barat, termasuk Jerman, sudah berupaya untuk menghentikan penggunaan batu bara secara bertahap pada akhir dekade ini.

Sementara itu, produksi di pasar konsumen utama batu bara seperti India dan Cina telah meningkat secara signifikan.

"Kami memperkirakan konsumsi batu bara termal global akan turun sebesar 0,2% tahun-ke-tahun pada 2024, setelah menunjukkan pertumbuhan yang stagnan pada tahun 2023. Di sisi lain, kami memperkirakan produksi batu bara termal global akan tumbuh sebesar 3% tahun-ke-tahun pada tahun 2024, serupa dengan 3,1% tahun-ke-tahun pada tahun 2023. Bersama-sama, angka-angka ini akan mengarah pada surplus batu bara termal global yang lebih luas pada tahun 2024," kata BMI, dikutip dari Engineering News.

Importir utama seperti China dan India mendorong produksi dalam negeri yang lebih besar, memastikan permintaan impor yang lemah untuk tahun ini.

Di China, permintaan batu bara menguat pada tahun 2023, tetapi menunjukkan tanda-tanda melambat pada tahun ini.

Data dari otoritas bea cukai China menunjukkan bahwa total impor batu bara tumbuh sebesar 22,3% (year-on-year/yoy) dari Januari hingga Mei, dibandingkan dengan peningkatan 101,7% (yoy) secara keseluruhan pada tahun 2023, mencapai 311 juta ton.

Kekeringan parah pada  2023 mendorong peningkatan impor batu bara China, tetapi BMI memperkirakan peristiwa cuaca La Nina dapat mengurangi permintaan tenaga listrik batu bara karena hujan yang lebih lebat.

Dalam jangka panjang, China tetap berkomitmen pada batu bara, setelah menekankan pentingnya batu bara selama Kongres Nasional pada tahun 2022 dan pertemuan Dua Sesi pada Maret 2023.

Perkembangan di China akan berdampak signifikan pada permintaan batu bara global, karena sektor listrik China sendiri menyumbang sepertiga dari konsumsi batu bara global, berdasarkan data dari IEA.

CNBC INDONESIA RESEARCH

[email protected]

(chd/chd)
Tags

Related Articles

Most Popular
Recommendation