PR Berat Prabowo: Impor Pangan Tinggi - Jumlah Petani Berkurang

Jakarta, CNBC Indonesia - Perbaikan sektor pertanian dan isu ketahanan pangan menjadi tugas berat pemerintahan Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka pada 2024-2029. Prabowo diharapkan bisa membawa sektor pertanian Indonesia lebih maju di tengah gempuran impor pangan, dampak perubahan ekstrem iklim, hingga berkurangnya minat menjadi petani.
Menteri Pertahanan RI sekaligus Presiden terpilih pada Pemilu 2024, Prabowo Subianto sudah berkali-kali menyampaikan komitmen besarnya di sektor pertanian. Prabowo bahkan menugaskan secara khusus jajaran kerjanya untuk membantu Menteri Pertanian (Mentan) Andi Amran Sulaiman dalam memperkuat pangan.
Terlebih, persoalan pangan erat kaitannya dengan kemiskinan mengingat 75% pengeluaran warga miskin dihabiskan untuk makanan. Semakin mahal bahan pangan maka jumlah penduduk miskin bisa semakin naik.
Berdasarkan data Badan Pusat Statistik, pada periode Maret 2013-Maret 2024, tingkat kemiskinan di Indonesia mengalami penurunan, baik dari sisi jumlah maupun persentase, kecuali pada September 2013, Maret 2015, Maret 2020, September 2020, dan September 2022. Kenaikan jumlah dan persentase penduduk miskin pada periode September 2013, Maret 2015, dan September 2022 terjadi setelah adanya kenaikan harga barang kebutuhan pokok sebagai akibat dari kenaikan harga bahan bakar minyak.
![]() |
Sementara, jumlah penduduk miskin di Indonesia pada Maret 2024 mencapai 25,22 juta orang. Dibandingkan Maret 2023, jumlah penduduk miskin menurun 0,68 juta orang.
Dalam dokumen visi dan misinya berjudul Bersama Indonesia Maju, Prabowo juga telah menggariskan rancangan program swasembada pangan dalam program kerja yang ia sebut sebagai Asa Cita 2. Dikarenakan Indonesia masih menghadapi persoalan besar dalam kemandirian dan ketahanan pangan, seperti impor hingga iklim.
Impor Pangan RI Tembus Rp 215 Triliun pada 2023
Data Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat impor bahan pangan Indonesia pada 2023 mencapai US$ 13,8 miliar atau sekitar Rp 223,97 triliun (US$ 1=Rp 16.230). Nilai tersebut jauh lebih besar 5,3% dibandingkan 2022.
Impor terbesar adalah gandum dan meslin yang menembus US$ 3,68 miliar atau sekitar Rp 59,73 triliun. Komoditas kedua dengan nilai impor tertinggi adalah gula yakni sekitar Rp 45,05 triliun disusul kemudian dengan beras dan kedelai.
Dari sisi kenaikan nilai, beras menjadi komoditas dengan lonjakan terbesar. Nilai impor beras pada 2023 melonjak 785,5% dibandingkan 2022.
Impor beras juga sangat dilihat dari sisi volume. Indonesia mengimpor beras sebanyak 3,06 juta ton pada 2023. Jumlah tersebut melesat 613,6% dibandingkan pada 2022 yang tercatat 429.207 ton.
Impor terbesar dari Thailand sebanyak 1,38 juta ton disusul Vietnam sebanyak 11,5 juta ton. Sementara itu, impor gandum terbesar datang dari Australia, Kanada dan Rusia.
Impor gandum yang sangat besar bisa dimaklumi mengingat Indonesia tidak mampu memproduksi gandum.
Namun, Indonesia juga mengimpor sejumlah komoditas yang mampu ditanam di dalam negeri dalam jumlah besar. Di antaranya adalah garam, kedelai, jagung, dan kelapa.
Jumlah Petani Turun, Lahan Makin Menyempit, Ketahanan Pangan Rendah
Salah satu persoalan besar dalam persoalan pangan Indonesia adalaH makin sedikitnya warga yang berusaha di sektor pertanian serta menipisnya lahan pertanian.
Berdasarkan Hasil Pencacahan Lengkap Sensus Pertanian 2023, jumlah Usaha Pertanian Perorangan (UTP) per 2023 tercatat sebanyak 29.342.202 unit atau turun 7,45% dari 2013 yang sebanyak 31.705.295 unit.
![]() |
Namun, jumlah Rumah Tangga Usaha Pertanian (RTUP) sebanyak 28.419.398 rumah tangga, naik 8,74% dari tahun 2013.
Jumlah petani milenial yang berumur 19-39 tahun sebanyak 6.183.009 orang, atau sekitar 21,93% dari petani di Indonesia. Petani Indonesia lebih banyak didominasi generasi X yang berusia 43-58 tahun.
Jumlah generasi muda yang terjun ke pertanian dikhawatirkan terus berkurang.
![]() Jumlah petani |
Berdasarkan hasil survei Jakpat, hanya 6 dari 100 generasi Z berusia 15-26 tahun yang ingin bekerja di bidang pertanian. Ada sejumlah alasan mengapa banyak generasi Z yang tak ingin bekerja di bidang pertanian. Salah satunya adalah karena pendapatan yang kecil.Data BPS menunjukkan upah nominal buruh tani pada Desember 2023 Rp68.900 per hari.
Jumlah petani muda yang mengecil diperburuk dengan kecilnya lahan petani.
BPS mencatat, mayoritas atau 15,89 juta petani hanya memiliki luas lahan pertanian kurang dari 0,5 ha. Sebanyak 4,34 juta petani lahan pertaniannya hanya di kisaran 0,5-0,99 ha. Kemudian, petani yang luas lahan pertaniannya sebesar 1-1,99 ha sebanyak 3,81 juta jiwa.
Petani yang luas lahannya di kisaran 2-2,99 ha sebanyak 1,5 juta jiwa. Di atas luasan itu, jumlah petaninya tak ada yang sampai 1 juta jiwa.
Kondisi ini pun diperparah dengan menyusutnya luas lahan pertanian di dalam negeri. Sebagai contoh, luas lahan baku sawah nasional sebesar 8,07 juta ha pada 2009. Angkanya kemudian menyusut menjadi sebesar 7,46 juta ha pada 2019.
Semakin menyempitnya lahan pertanian salah satunya karena alih fungsi lahan. Alih fungsi lahan akan terjadi terus menerus yang disebabkan oleh semakin meningkatnya kebutuhan lahan seperti, pemukiman, industri, perkantoran, tempat wisata, jalan raya dan infrastruktur lain untuk menunjang perkembangan masyarakat.
![]() |
Dampaknya jelas,produktivitas pangan akan menjadi berkurang atau menurun. Lahan pertanian yang menjadi lebih sempit karena alih fungsi menyebabkan hasil produksi pangan juga menurun, seperti makanan pokok, buah-buahan, sayur, dan lain-lain.
Maka dari itu, ketahanan pangan bangsa rawan terancam oleh tingginya potensi alih fungsi lahan di seluruh Indonesia yang mencapai 100.000 hektar per tahun. Butuh regulasi yang tepat untuk meminimalkan dampak buruknya untuk generasi yang akan datang.
Jika mengacu pada skor Indeks Ketahanan Pangan Global (Global Food Security Index/GFSI) Indonesia tercatat sebesar 60,2 poin pada 2022. Berdasarkan laporan Economist Impact, skor GFSI milik Indonesia mengalami peningkatan 1,7% dibandingkan pada 2021 yang sebesar 59,2 poin.
![]() |
Pro Kontra Food Estate
Program food estate(lumbung pangan) yang dicetus oleh Presiden Joko Widodo (Jokowi) merupakan upaya untuk menambah lahan pertanian. Namun, program tersebut menuai pro kontra karena dinilai gagal dan menyajikan data tak valid.
Konsep food estate secara garis besar merupakan merupakan sebuah konsep yang digunakan untuk melakukan pengembangan pangan secara terintegrasi baik dalam lingkup pertanian, perkebunan, peternakan pada suatu kawasan tertentu.
Namun yang sedang aktif digaungkan pemerintah bertumpu pada persoalan pangan. Food estate ada sebagai upaya menjadikan lumbung pangan nasional agar pasokan makanan dalam negeri tidak mengalami kekurangan.
Banyaknya kritikan dan pro-kontra pada program ini diakibatkan karena food estate sebagai salah satu program unggulan pemerintah yang diklaim untuk mewujudkan kemandirian pangan Indonesia dinilai akan menimbulkan masalah lingkungan, hak asasi manusia, dan keberlanjutan. Dampak positifnya hingga kini juga belum banyak dirasakan.
Direktur Distribusi dan Cadangan Pangan NFA, Rachmi Widiriani, mengungkapkan, saat ini Indonesia memiliki 4.868 lumbung pangan masyarakat (LPM) yang tersebar di 388 Kabupaten dan 33 Provinsi di Indonesia. Dia menegaskan koordinasi dalam Penguatan CPP Desa dan Lumbung Pangan Masyarakat juga akan terus dipantau.
Implementasi pengembangan food estate, telah diawali dengan membangun food estate di Provinsi Kalimantan Tengah, Sumatera Utara dan Nusa Tenggara Timur (NTT) sejak tahun 2020, dan direncanakan akan terus dikembangkan sampai pada tahun 2024.
Masalah Pangan Beras
Meskipun Indonesia kaya dengan akan sumber daya alam, akan tetapi RI masih ketergantungan impor terhadap beras.
Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat kegiatan impor beras ke Indonesia masih tinggi hingga Mei 2024. Menurut data BPS, pada periode Januari-Mei 2024 impor beras ke Indonesia meningkat 165,27%.
Berdasarkan data BPS, impor beras ke Indonesia pada Januari-Mei 2023 masih mencapai 854 ribu ton. Sementara pada periode Januari-Mei 2024 jumlah impor mencapai 2,2 juta ton.
Selain itu, harga beras terus mengalami lonjakan pada kuartal I 2024.
Berdasarkan data Badan Pangan Nasional (Bapanas), selama Januari-Maret tahun ini kenaikan harga terjadi pada beras kualitas premium maupun medium, hingga menembus rekor termahal baru.
Hingga Maret 2024 rata-rata harga beras premium sudah mencapai Rp16.410 per kilogram (kg), naik 3,2% dibanding bulan sebelumnya (month-on-month/mom), serta melonjak 21,3% dibanding setahun lalu (year-on-year/yoy).
Dalam periode sama, rata-rata harga beras medium naik 2,5% (mom) serta melonjak 20,6% (yoy) menjadi Rp14.270 per kg.
Program Pangan Prabowo-Gibran
Paslon Prabowo-Gibran mengusung sejumlah program seperti mencetak dan meningkatkan produktivitas lahan pertanian dengan lumbung pangan desa, daerah, dan nasional.
Program lainnya menambah minimal 4 juta hektare luas panen tanaman pangan, dan pengembangan program food estate, terutama untuk padi, jagung, singkong, dan kedelai, dan tebu.
CNBC Indonesia Research
