5 Hal Ini Buat Rupiah Perkasa, Dolar Bertekuk Lutut

Revo M, CNBC Indonesia
18 July 2024 10:07
Pekerja pusat penukaran mata uang asing menghitung uang Dollar AS di gerai penukaran mata uang asing Dolarindo di Melawai, Jakarta, Senin (4/7/2022). (CNBC Indonesia/ Muhammad Sabki)
Foto: Ilustrasi dolar Amerika Serikat (AS). (CNBC Indonesia/ Muhammad Sabki)

Jakarta, CNBC Indonesia - Setelah ambruk  nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) menguat signifikan dalam kurun waktu kurang dari sebulan. Penguatan ini didominasi oleh faktor eksternal yang kian melunak.

Dilansir dari Refinitiv, rupiah menguat pasca sempat menyentuh level tertingginya sejak pandemi Covid-19 atau empat tahun terakhir yakni di angka Rp16.445/US$ pada 21 Juni 2024.

Kemudian per 17 Juli 2024, rupiah sudah berada di posisi Rp16.095/US$ atau menguat 2,12% tak sampai satu bulan.

Berikut ini lima alasan mengapa rupiah mampu menguat secara signifikan dalam waktu singkat.

1. Ekspektasi Pemangkasan Suku Bunga AS

Bank sentral AS (The Fed) membuka peluang untuk terjadinya pemangkasan suku bunga dari posisinya saat ini yang berada di angka 5,25-5,50%.

Untuk diketahui, suku bunga The Fed ini telah ditahan selama satu tahun. Terakhir kali The Fed menaikkan suku bunga yakni pada Juli 2023.

Bukan tanpa alasan mengapa The Fed membuka peluang cut rate tersebut. Salah satu alasannya yakni karena inflasi (Consumer Price Index/CPI) yang melandai cukup signifikan yakni ke level 3% year on year/yoy pada Juni 2024.

Angka tersebut lebih rendah dibandingkan periode sebelumnya yang berada di posisi 3,3% dan di bawah ekspektasi pelaku pasar yakni 3,1% yoy.

Ketika The Fed benar-benar memangkas suku bunganya, maka tekanan terhadap rupiah akan semakin minim.

2. Pejabat The Fed Beri Sinyal Optimisme

Pejabat tinggi The Fed mengatakan pada hari Rabu pekan ini bahwa bank sentral AS "lebih dekat" untuk memangkas suku bunga mengingat lintasan inflasi yang membaik dan pasar tenaga kerja dalam keseimbangan yang lebih baik, pernyataan yang membuka jalan bagi yang pertama pengurangan biaya pinjaman pada bulan September.

Gubernur Fed Christopher Waller dan Presiden Fed New York John Williams sama-sama mencatat semakin pendeknya cakrawala menuju kebijakan moneter yang lebih longgar.

Waller menyoroti hal ini dalam pidatonya di Kansas City Fed dan Williams menegaskannya dalam wawancara.

Secara terpisah, Presiden Fed Richmond Thomas Barkin merasa "sangat gembira" bahwa penurunan inflasi mulai meluas. "Saya ingin melihat hal ini berlanjut," katanya kepada kelompok bisnis di Maryland.

Pernyataan tersebut adalah komentar terbaru dari para pejabat tinggi bank sentral AS pada minggu ini termasuk Ketua Fed Jerome Powell yang mencatat peningkatan keyakinan mereka bahwa tren disinflasi yang dimulai tahun lalu terus berlanjut, meskipun ada lonjakan inflasi yang berumur pendek sebelumnya. tahun ini.

Tekanan harga tampaknya mulai mereda, kata pejabat Fed, dengan turunnya harga barang, melambatnya kenaikan biaya perumahan, dan pertumbuhan upah yang lebih moderat mendorong pelonggaran kenaikan harga di sektor jasa yang telah lama ditunggu-tunggu.

3. Indeks Dolar AS (DXY) Turun

DXY terpantau ambruk ke level terendah sejak 20 Maret 2024 atau empat bulan terakhir.

Per 17 Juli 2024, DXY berada di angka 103,75 atau turun 0,5%. Depresiasi yang terjadi pada DXY ini cukup cepat dari posisi yang tinggi pada akhir Juni 2024 yakni di angka 106,05 atau telah turun sebesar 2,17% dalam waktu tiga pekan.

Sementara secara year to date/ytd, DXY hanya menguat sebesar 2,3%.

Ketika DXY merosot secara berutut-turut, hal ini akan membuat nilai tukar dengan denominator dolar AS akan semakin menguat, termasuk rupiah.

4. Dana Asing Masuk ke Indonesia

Bank Indonesia (BI) merilis data transaksi 8-11 Juli 2024. Merujuk data tersebut, investor asing tercatat beli neto Rp5,59 triliun terdiri dari beli neto Rp3,00 triliun di pasar Surat Berharga Negara (SBN), beli neto Rp0,32 triliun di pasar saham, dan beli neto Rp2,27 triliun di Sekuritas Rupiah Bank Indonesia (SRBI).

Total net foreign buy lebih dari Rp30 triliun dalam tiga pekan terakhir tentu memberikan angin segar bagi Indonesia terkhusus SRBI yang semakin diminati asing dengan catatan net foreign buy selama 11 pekan beruntun dengan total lebih dari Rp60 triliun.

Besarnya dana asing yang masuk ke pasar keuangan Indonesia ini tentu saja menjadi kabar baik bagi pemerintahan Presiden Joko Widodo (Jokowi). Dengan guyuran dana asing maka IHSG bisa terus menguat dan rupiah semakin perkasa.

5. Inflasi & Pertumbuhan Ekonomi RI Terjaga

Gubernur BI, Perry Warjiyo mengungkapkan bahwa rupiah akan menguat ke depannya dalam konferensi pers, Rabu (17/7/2024).

"Ke depan kami perkirakan nilai tukar stabil dalam kecenderungan menguat sejalan dengan menariknya imbal hasil, rendahnya inflasi dan baiknya perekonomian Indonesia serta komitmen BI untuk terus stabilkan nilai tukar yang semua itu dorong berlanjutnya aliran modal asing," terangnya.

Untuk diketahui, inflasi Indonesia secara tahunan pada Juni 2024 sebesar 2,51%. Posisi ini masih dalam target BI sendiri untuk inflasi tahun ini yakni di rentang 1,5-3,5%.

Sementara pertumbuhan ekonomi Indonesia pada kuartal I-2024 di angka 5,11%.

Angka ini masih cukup solid dan bahkan di atas target dari International Monetary Fund (IMF) yakni 5% pada 2024.

CNBC INDONESIA RESEARCH

[email protected]

(rev/rev)
Tags

Related Articles

Most Popular
Recommendation