
Rupiah Sudah Adem, Suku Bunga BI Diramal Gak Akan Kemana-Mana

Jakarta, CNBC Indonesia - Rapat Dewan Gubernur Bank Indonesia (RDG BI) diselenggarakan pada Selasa dan Rabu pekan ini (16-17 Juli 2024). Salah satu yang menjadi perhatian adalah kebijakan suku bunga (BI rate) yang diproyeksikan pasar masih akan ditahan di level saat ini.
BI rate terakhir kali dinaikkan pada April 2024 dan ditahan pada pertemuan Mei serta Juni di level 6,25%.
Konsensus CNBC Indonesia yang dihimpun dari 12 lembaga/institusi yang mayoritas memperkirakan BI akan tetap di level 6,25% atau tidak mengalami kenaikan maupun diturunkan pada pertemuan Juli ini. Namun satu suara menunjukkan ada potensi BI rate akan dinaikkan bulan ini.
Sebelumnya, pada RDG BI Juni lalu, BI mempertahankan suku bunganya pada level 6,25% yang konsisten dengan kebijakan moneter pro-stability sebagai langkah pre-emptive dan forward looking untuk memastikan inflasi tetap terkendali dalam sasaran 2,5±1% pada 2024 dan 2025.
Gubernur BI, Perry Warjiyo menjelaskan bahwa ditahannya suku bunga acuan ini juga mempertimbangkan masih tingginya ketidakpastian pasar keuangan global di tengah prospek perekonomian dunia yang lebih kuat. Ia menganggap, pertumbuhan ekonomi global pada 2024 akan mencapai 3,2% lebih tinggi dari perkiraan awal, terutama karena ditopang baiknya pertumbuhan ekonomi India dan China.
Lebih lanjut, nilai tukar rupiah yang seringkali menjadi patokan BI dalam menentukan BI rate juga terpantau terkendali terkhusus sejak akhir Juni hingga 15 Juli 2024.
Rupiah terpantau menguat cukup signifikan dari level Rp16.400an/US$ hingga sempat menyentuh level Rp16.100an/US$ dalam kurun waktu tiga pekan.
Chief Economist BRI Anton Hendranata juga menyampaikan bahwa tidak ada alasan BI menaikkan suku bunganya pada Juli 2024 ini. Hal ini ia perkirakan mengingat rupiah masih in range sesuai dengan ekspektasi BI serta cadangan devisa (cadev) yang masih tetap tinggi yakni sebesar US$140,2 miliar pada Juni 2024.
Ekonom Bank Danamon Hosianna Situmorang memperkirakan BI masih akan menahan suku bunga untuk mengantisipasi ketidakpastian global dan masa transisi pemerintahan baru.
"BI masih perlu jaga suku bunga sejalan antisipasi ketidakpastian di global election dan transisi ke presiden baru," tutur Hoasianna.
BI menilai cadangan devisa tersebut mampu mendukung ketahanan sektor eksternal serta menjaga stabilitas makroekonomi dan sistem keuangan.
Hal ini tentu disambut positif oleh pelaku pasar mengingat dengan besarnya cadev, maka tekanan terhadap rupiah dapat diredam atau distabilisasi.
Lebih lanjut, Anton juga menyampaikan bahwa keputusan BI rate tak lepas dari suku bunga acuan bank sentral AS (The Fed).
"Model ekonometrik menunjukkan bahwa pergerakan suku bunga The Fed berpengaruh signifikan terhadap probabilitas BI rate. Kenaikan suku bunga The Fed akan mendorong peningkatan BI rate dengan probabilitas 76%," ujar Anton dalam Central Banking di CNBC Indonesia (15/7/2024).
Anton juga menjelaskan bahwa data ekonomi AS saat ini mendukung untuk The Fed memangkas suku bunga.
Pertama yakni tingkat pengangguran yang mengalami peningkatan. Kedua yakni inflasi AS yang kian melandai (data inflasi AS per Juni 2024 melandai ke level 3% year on year/yoy). Ketiga adalah pertumbuhan rata-rata upah cenderung dalam tren menurun.
Dengan data eksternal yang saat ini cenderung menguntungkan rupiah, BI tidak tanggung-tanggung mengupayakan rupiah untuk terus menguat ke level di bawah Rp16.000/US$.
"Kami perkirakan rupiah ke depan stabil dan kami usahakan terus menguat ke level Rp15.700 - Rp16.100 per dolar AS yang kami terus lakukan lebih lanjut," ungkap Perry dalam penyampaian Pokok-pokok Laporan Realisasi Semester I dan Prognosis Semester II Pelaksanaan APBN ΤΑ 2024, di DPR, Senin (8/7/2024).
Perry menegaskan ada empat faktor yang diyakini bank sentral akan membawa rupiah menguat. Pertama, penurunan Fed Fund Rate (FFR) pada akhir tahun ini. Kedua, penguatan imbal hasil portofolio Indonesia, termasuk Sekuritas Rupiah Bank Indonesia (SRBI) dan Surat Berharga Negara (SBN).
Ketiga, fundamental ekonomi Indonesia yang baik. Ini ditunjukkan oleh inflasi yang terkendali dan pertumbuhan ekonomi yang baik. Keempat adalah pemerintah terus mendukung upaya menjaga stabilitas kurs. Dengan demikian, BI yakin rupiah dapat menguat ke depannya.
Berbeda dengan ekonom lainnya, Ekonom Senior Samuel Sekuritas Indonesia, Fithra Faisal menyampaikan bahwa BI rate kali ini akan mengalami kenaikan sebesar 25 bps bulan ini.
"Ada probabilitas lebih dari 70% bahwa BI rate akan naik 25 bps besok," ujar Fithra.
Ia menegaskan bahwa dengan tragedi penembakan calon presiden AS Donald Trump beberapa waktu lalu, menyebabkan The Fed menjadi gamang untuk menurunkan rate, mengingat kebijakan ala Trump yang sering memicu inflasi.
"Sepertinya The Fed akan menunggu sampai akhir tahun untuk menurunkan rate-nya dan malah bisa jadi menunda penurunannya sampai tahun depan. Untuk rupiah, hal ini akan membawa rupiah ke keseimbangan baru di Rp16.000an/US$," tambah Fithra.
Selain itu, Fithra juga mengemukakan bahwa neraca perdagangan Indonesia yang surplus namun di bawah ekspektasi ini dapat melemahkan nilai tukar rupiah. Hal ini akan berdampak pada tekanan pada pertumbuhan ekonomi.
CNBC INDONESIA RESEARCH
(rev/rev)