Amerika Lagi Ngga Menarik, Asing Kini Serbu RI: Dana Masuk Triliunan

Revo M, CNBC Indonesia
15 July 2024 08:15
Petugas menghitung uang di tempat penukaran uang Dolar Asia, Melawai, Blok M, Jakarta, Selasa, (3/10). (CNBC Indonesia/Muhammad Sabki)
Foto: Petugas menghitung uang di tempat penukaran uang Dolar Asia, Melawai, Blok M, Jakarta, Selasa, (3/10). (CNBC Indonesia/Muhammad Sabki)

Jakarta, CNBC Indonesia - Arus dana asing kembali tercatat masuk ke pasar keuangan domestik. Respon positif akibat melandainya inflasi Amerika Serikat (AS) membuat investor asing semakin nyaman berinvestasi di Tanah Air.

Bank Indonesia (BI) merilis data transaksi 8-11 Juli 2024. Merujuk data tersebut, investor asing tercatat beli neto Rp5,59 triliun terdiri dari beli neto Rp3,00 triliun di pasar Surat Berharga Negara (SBN), beli neto Rp0,32 triliun di pasar saham, dan beli neto Rp2,27 triliun di Sekuritas Rupiah Bank Indonesia (SRBI).

Total net foreign buy lebih dari Rp30 triliun dalam tiga pekan terakhir tentu memberikan angin segar bagi Indonesia terkhusus SRBI yang semakin diminati asing dengan catatan net foreign buy selama 11 pekan beruntun dengan total lebih dari Rp60 triliun.

Besarnya dana asing yang masuk ke pasar keuangan Indonesia ini tentu saja menjadi kabar baik bagi pemerintahan Presiden Joko Widodo (Jokowi). Dengan guyuran dana asing maka IHSG bisa terus menguat dan rupiah semakin perkasa.

Lebih lanjut, berdasarkan data setelmen sampai dengan 11 Juli 2024, investor asing tercatat jual neto Rp28,82 triliun di pasar SBN, jual neto Rp6,75 triliun di pasar saham, dan beli neto Rp153,20 triliun di SRBI.

Derasnya aliran dana asing terjadi akibat data inflasi AS yang terus melandai dan berujung pada meningkatnya ekspektasi pemangkasan suku bunga bank sentral AS (The Fed).

Untuk diketahui, data penting yang telah dinanti para pelaku pasar pun akhirnya rilis. Departemen Tenaga Kerja AS melaporkan pada hari Kamis (11/7/2024), indeks harga konsumen (IHK) naik atau mengalami inflasi 3% (year on year/yoy) pada Juni 2024, turun dari 3,3% pada bulan Mei 2024. Laju inflasi lebih rendah dari ekspektasi pasar yang memperkirakan di angka 3,1%.

Inflasi (yoy) pada Juni 2024 adalah yang terendah sejak Maret 2021 atau lebih dari tiga tahun terakhir.

Secara bulanan (month to month/mtm), IHK turun 0,1% atau deflasi 0,1% pada Juni 2024. Ini adalah deflasi pertama sejak Mei 2020 atau pada awal pandemi Covid-19.

Sementara survei CME FedWatch Tool menunjukkan bahwa 88,1% pelaku pasar berekspektasi terjadi first cut rate pada September 2024 sebesar 25 basis poin (bps). Hal ini tentu membuat pasar di AS menjadi kurang menarik untuk investor.

Indeks dolar AS (DXY) ambles diikuti dengan imbal hasil US Treasury tenor 10 tahun yang juga anjlok.

Di saat yang bersamaan, selisih/delta antara US Treasury tenor 10 tahun dengan SBN tenor 10 tahun semakin melebar membuat investor asing memiliki minat untuk masuk ke pasar keuangan domestik.

Sebagai catatan, sejak 8 Juli hingga 11 Juli 2024, selisih imbal hasil tersebut semakin melebar yakni dari 2,76% menjadi 2,79%.

Lebih lanjut, imbal hasil yang tinggi didorong dengan perekonomian domestik yang masih cukup terjaga, menyebabkan derasnya aliran dana asing masuk ke Tanah Air beberapa minggu terakhir.

Hal ini juga dipertegas oleh Head of Treasury & Financial Institution Bank Mega, Ralph Birger Poetiray menyebutkan saat ini masih terjadi capital outflow di pasar SBN meski kondisinya belum mengkhawatirkan karena investor masih banyak mengincar instrumen lain seperti SRBI yang menawarkan imbal hasil yang menarik.

Untuk diketahui, terkhusus bagi SRBI dengan imbal hasil yang di atas 7% menjadi hal yang menarik bagi investor asing. Sementara imbal hasil SBN tenor 10 tahun sebesar 7,04, telah naik dari posisi per Januari 2024 yang di kisaran 6%.

"Jadi SBN kita yield cukup terkendali bahkan dalam situasi dinamika global seperti sekarang karena diantaranya kita menjaga kredibilitas perekonomian kita, kredibilitas fiskal, sehingga memberikan confidence kepada investor," tutur Direktur Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko Kementerian Keuangan Suminto.

CNBC INDONESIA RESEARCH

[email protected]

(rev/rev)
Tags

Related Articles

Most Popular
Recommendation