
Mereka yang Tertawa dan Menangis Gegara Data Inflasi AS

Jakarta, CNBC Indonesia - Inflasi Amerika Serikat (AS) yang kian melandai memberikan angin segar bagi pasar keuangan domestik. Hal ini terus-menerus menjadi perbincangan pelaku pasar khususnya perihal pemangkasan suku bunga bank sentral AS (The Fed).
Untuk diketahui, data penting yang telah dinanti para pelaku pasar pun akhirnya rilis. Departemen Tenaga Kerja AS melaporkan pada hari Kamis (11/7/2024), indeks harga konsumen (IHK) naik atau mengalami inflasi 3% (year on year/yoy) pada Juni 2024, turun dari 3,3% pada bulan Mei 2024. Laju inflasi lebih rendah dari ekspektasi pasar yang memperkirakan di angka 3,1%.
Inflasi (yoy) pada Juni 2024 adalah yang terendah sejak Maret 2021 atau lebih dari tiga tahun terakhir.
Secara bulanan (month to month/mtm), IHK turun 0,1% atau deflasi 0,1% pada Juni 2024. Ini adalah deflasi pertama sejak Mei 2020 atau pada awal pandemik Covid-19.
Laporan inflasi yang lebih baik dari perkiraan semakin memperkuat harapan pemotongan suku bunga The Fed karena angka inflasi saat ini sudah semakin mendekati target di angka 2%.
Lantas, apa saja yang diuntungkan dan dirugikan dari melandainya inflasi AS ini?
1. Rupiah
Apresiasi rupiah telah terjadi sejak 3 Juli hingga 12 Juli 2024 atau delapan hari beruntun.
Dilansir dari Refinitiv, rupiah terpantau menguat dari level Rp16.390/US$ pada 2 Juli 2024 menjadi Rp16.135/US$ pada akhir perdagangan kemarin atau menguat 1,55%.
Menguatnya rupiah ini karena ekspektasi pelaku pasar soal pemangkasan suku bunga yang akan terjadi di AS. Ketika hal tersebut benar terjadi, maka tekanan terhadap rupiah akan semakin minim dan rupiah berujung menguat.
Selain itu, kehadiran pemerintah hingga Bank Indonesia (BI) dalam menjaga nilai tukar rupiah juga memberikan optimisme tersendiri agar rupiah tetap bergerak stabil ke depannya.
Menteri Keuangan Sri Mulyani menyampaikan bahwa diperkirakan di angka Rp16.000 sampai dengan Rp16.200 sehingga sampai akhir tahun akan bergerak di kisaran Rp15.900 sampai dengan Rp 16.100.
Sementara Gubernur Bank Indonesia (BI) Perry Warjiyojuga menegaskan bank sentral berkomitmen untuk melakukan stabilitas rupiah ke depannya. Tidak tanggung-tanggung, BI akan mengusahakan rupiah turunterus menguat ke level di bawah Rp16.000 per dolar AS.
Menurut Perry, adaempat faktor yang diyakini bank sentral akan membawa rupiah menguat. Pertama, penurunan Fed Fund Rate (FFR) pada akhir tahun ini. Kedua, penguatan imbal hasil portofolio Indonesia, termasuk Sekuritas Rupiah Bank Indonesia (SRBI) dan Surat Berharga Negara (SBN).
Ketiga, fundamental ekonomi Indonesia yang baik. Ini ditunjukkan oleh inflasi yang terkendali dan pertumbuhan ekonomi yang baik. Keempat adalah pemerintah terus mendukung upaya menjaga stabilitas kurs.
2. IHSG
IHSG terpantau mengalami bahkan sejak 20 Juni 2024 hingga 12 Juli 2024. Dalam rentang waktu tersebut, IHSG hanya ditutup tiga kali di zona merah dengan depresiasi yang cukup tipis.
Tampak pula net foreign buy di pasar saham domestik yang terjadi selama tiga pekan beruntun.
BI mencatat pada 24-27 Juni 2024, net foreign buy di pasar saham sebesar Rp2,23 triliun. Kemudian pada 1-4 Juli 2024 sebesar Rp2,08 triliun. Sementara pada 8-11 Juli 2024 sebesar Rp0,32 triliun.
Hal ini menunjukkan bahwa asing mulai tertarik dengan pasar saham domestik.
Saham-saham perbankan, properti, industrial, infrastruktur, hingga transportasi juga turut berada di zona positif.
3. SBN & SRBI
Berdasarkan data transaksi 8 - 11 Juli 2024, investor asing tercatat beli neto Rp5,59 triliun terdiri dari beli neto Rp3,00 triliun di pasar SBN dan beli neto Rp2,27 triliun di SRBI.
Bahkan di pasar SRBI, investor asing tercatat net buy selama 11 pekan beruntun atau sejak pekan keempat April 2024.
Imbal hasil yang tinggi didorong dengan perekonomian domestik yang masih cukup terjaga, menyebabkan derasnya aliran dana asing masuk ke Tanah Air beberapa minggu terakhir.
Hal ini juga dipertegas oleh Head of Treasury & Financial Institution Bank Mega, Ralph Birger Poetiray menyebutkan saat ini masih terjadi capital outflow di pasar SBN meski kondisinya belum mengkhawatirkan karena investor masih banyak mengincar instrumen lain seperti SRBI yang menawarkan imbal hasil yang menarik.
Untuk diketahui, terkhusus bagi SRBI dengan imbal hasil yang di atas 7% menjadi hal yang menarik bagi investor asing. Sementara imbal hasil SBN tenor 10 tahun sebesar 7,04, telah naik dari posisi per Januari 2024 yang di kisaran 6%.
"Jadi SBN kitayieldcukup terkendali bahkan dalam situasi dinamika global seperti sekarang karena diantaranya kita menjaga kredibilitas perekonomian kita, kredibilitas fiskal, sehingga memberikan confidence kepada investor," tutur Direktur Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko Kementerian Keuangan Suminto.
4. Emas
Pada penutupan perdagangan Jumat (12/7/2024), harga emas di pasar spot ditutup turun di angka US$2.411,27/troy ons. Hal ini berbanding terbalik dengan penutupan perdagangan Kamis (11/7/2024) yang melonjak naik ke angka 1,84% ke US$2.414,78/troy ons
Sementara secara mingguan, harga emas merangkak naik 0,83% dari US$2.391,45/troy ons pada pekan lalu.
Posisi harga emas kali ini sudah cukup tinggi dan hampir menembus all time high (ATH) pada US$2.425,12 yang terjadi 20 Mei 2024 atau sekitar dua bulan lalu.
5. DXY
Indeks dolar AS (DXY) mengalami kemerosotan pasca The Fed terpantau mulai menunjukkan sikap dovish soal suku bunga.
Penurunan DXY telah terjadi selama tiga hari beruntun atau sejak 10 Juli 2024. Saat ini DXY berada di level 104,09 atau terendah sejak 21 Maret 2024 atau hampir empat bulan.
Ekonomi AS yang mulai mendingin yang didukung dengan data-data lainnya menyebabkan DXY semakin mengalami kemunduran.
CNBC INDONESIA RESEARCH
(rev/rev)