Rokok Murah Ngebul di Mana-Mana: Gudang Garam Jadi Korban

Susi Setiawati, CNBC Indonesia
11 July 2024 17:20
Pedagang menata rokok di warung eceran di Warung Dua Saudara Pejaten, Jakarta, Rabu, (26/10). Naiknya tarif cukai rokok dari waktu ke waktu, membuat sejumlah orang memilih alternatif rokok dengan harga murah. Ghofar pemilik warung eceran menjual berbagai macam Merk rokok mengatakan biasanya orang yang beralih rokok itu karena mencari harga yang lebih murah dengan jenis yang sama. (CNBC Indonesia/ Muhammad Sabki)
Foto: Penjualan Rokok Murah (CNBC Indonesia/ Muhammad Sabki)

Jakarta, CNBC Indonesia - Rokok murah membanjiri pasar Tanah Air setelah hantaman pandemi Covid-19. Banyaknya rokok murah yang beredar di masyarakat bahkan sudah mengancam produsen rokok besar,  terutama mereka yang memiliki pangsa pasar bagi produsen rokok tier satu dan terbilang mahal.

Hantaman pandemi pada 2020-2022 membuat banyak orang mengalami penurunan pendapatan, kehilangan pekerjaan, hingga kembali ke daerah. Di sisi lain, tarif cukai terus naik. Dua kondisi ini membuat banyak perokok harus memilih antara mempertahankan rokok yang dia konsumsi atau menurunkan "selera" dan kebiasaan merokok mereka dengan cara beralih ke rokok yang lebih murah. 

Banyaknya orang yang kembali ke daerah di saat pandemi membuat produsen yang selama ini mengandalkan penjualan pada kota tier satu terimbas.

Melansir dari Direktorat Jenderal Bea dan Cukai Kementerian Keuangan memastikan kenaikan tarif cukai hasil tembakau (CHT) rata-rata 10% per Januari 2024. Kenaikan ini sesuai dengan keputusan Presiden Joko Widodo pada 2022. Saat itu, Jokowi merilis kebijakan kenaikan tarif CHT dua tahun berturut-turut, yakni 2023 dan 2024.

Merujuk pada Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 109/PMK.010/2022 tentang Tarif Cukai Hasil Tembakau, terdapat sembilan pembagian golongan struktur tarif cukai yakni sigaret kretek mesin (SKM), sigaret putih mesin (SPM), dan sigaret kretek tangan (SKT), sigaret putih tangan (SPT), Sigaret Kretek Tangan Filter atau Sigaret Putih Tangan Filter, rokok kemenyan, tembakau iris, rokok daun atau klobot (KLB), dan cerutu.

Kelas SKM dibagi lagi ke dalam dua golongan yakni golongan I atau tier I dengan produksi lebih dari 3 miliar batang dan tier II yakni kurang dari 3 miliar batang. SPM juga dibagi dua golongan yakni golongan 1 dengan produksi lebih dari 3 miliar batang dan golongan II yakni kurang dari 3 miliar batang. Dua golongan I pada SPM dan SKM ini adalah produsen rokok terbesar.

Fenomena banyaknya konsumen yang beralih ke rokok murah terekam dalam penerimaan cukai yang hanya mencapai 95,4% dari target. Menteri Keuangan Sri Mulyani dalam rapat dengar pendapat dengan Badan Anggaran , pekan lalu, mengatakan penurunan penerimaan cukai ini disebabkan karena banyak produsen rokok turun ke kelompok 3 yang tarifnya lebih murah.

"Sehingga penerimaan cukai turun," kata dia.

Penurunan penerimaan mencerminkan fenomena downtrading, yakni produksi rokok lebih banyak dihasilkan oleh pelaku usaha golongan III, yang memiliki tarif cukai lebih rendah, dibanding pelaku usaha golongan I, yang memiliki tarif cukai paling tinggi.

Hal ini menunjukkan permintaan terhadap rokok murah mulai meningkat.

Direktur Jenderal Bea Cukai Kementerian Keuangan Askolani buka suara mengenai banyaknya fenomena masyarakat Indonesia yang pindah ke rokok murah alias melakukan downtrading.

Fenomena downtrading sudah dirasakan produsen rokok yang terdaftar di Bursa Efek Indoensia. 

PT Gudang Garam Tbk (GGRM) mencatatkan kenaikan penjualan rokok pada tahun 2020 ke 2021, akan tetapi perusahaan harus mulai mencatatkan penurunan penjualan sejak tahun 2021 ke 2023 sebesar 4,75%. Pada tahun 2022 ke 2023 turun 4,6%.

Akan tetapi berbeda dengan PT H.M. Sampoerna Tbk (HMSP) yang justru mencatatkan kenaikan penjualan. Penjualan rokok Sampoerna naik 4,29%. Kendati demikian, pertumbuhan penjualan Sampoerna melambat dari 12,5% pada 2022 menjadi hanya 4,3% pada 2023.

Peningkatan penjualan Sampoerna didorong dari penjualan sigaret kretek tangan yang mengalami lonjakan, dengan kontribusi penjualan sebesar 31% pada tahun 2023. Akan tetapi, sigaret kretek mesin menjadi produk andalan Sampoerna yang berkontribusi paling besar mencapai 59,4% pada tahun 2023, meskipun secara penjualan mengalami penurunan dari Rp72,57 triliun menjadi Rp68,92 triliun.

Begitu juga dengan PT Wismilak Inti Makmur Tbk (WIIM) yang justru masih mencatatkan penjualan sejak tahun 2020 ke 2023 sebesar 145%. Sementara pada tahun 2022 ke 2023 tercatat 31,61%.
Wismilak adalah dalah produsen golongan II sehingga harga rokok di pasaran tetap murah dibandingkan GGRM dan HMSP yang merupakan golongan I. Hal ini terlihat dari harga jual ecerannya. Begitu juga dengan tingkat kenaikan cukai rokok yang lebih rendah dibandingkan golongan I.

Sejak Kapan Rokok Murah Banjiri RI?

Sejak pandemi Covid-19 melanda dunia pada Maret 2020 hingga saat ini atau 2,5 tahun terakhir, puluhan produk rokok murah diluncurkan. Tidak hanya pemain kecil dari daerah, rokok murah juga dikeluarkan pabrikan the big three Tanah Air yakni PT HM Sampoerna, PT Gudang Garam, dan PT Djarum.
Djarum meluncurkan produk seperti Djarum Super Next dan Djarum Wave yang dibanderol Rp 16.000 untuk 12 batang.
Gudang Garam me-relaunch Gudang Garam Signature Mild dengan varian 12 batang per pack, dari sebelumnya 16 batang sehingga harganya lebih terjangkau menjadi Rp 18.000 per pack.

Fenomena rokok murah diamini Gudang Garam. Dalam laporan tahun 2020, perusahaan asal Kediri Jawa Timur tersebut menyebut ada kecenderungan konsumen beralih ke merek rokok dengan harga lebih murah. Fenomena tersebut telah berlangsung sejak 2020 akibat menurunnya daya beli konsumen di segmen yang berpenghasilan lebih rendah.
Pengamat industri rokok Dimas Dwi Nugraha menjelaskan mahal dan murahnya harga rokok tentu saja sangat relatif bagi setiap orang.

Dilihat dari bahan mentah, kemasan, dan faktor lain maka harga rokok murah untuk kelas Sigaret Kretek Mesin (SKM) adalah di bawah Rp 17.000-18.000 ribu per pack, kelas SPM di bawah kisaran Rp 25.000/pack, Sigaret Putih Tangan (SPT) di bawah Rp 10.000 per pack, dan Sigaret Kretek Tangan (SKT) di bawah Rp 15.000.

Penelusuran CNBC Indonesia menunjukkan banyaknya rokok murah yang baru beredar setelah pandemi Covid-19 melanda Indonesia. Perusahaan besar juga memakai strategi lain yakni mengemas ulang rokok dengan isi yang lebih sedikit.
Rokok murah dari produsen lainnya adalah Minak Djinggo Rempah dari PT Nojorono Tobacco International, City Lite By Ares produksi PR Sejahtera, Kansas American Blend, Aroma Mile (Mild) produksi Nojorono Group dan Esse Bana Pop 12 batang produksi KT&G Group.

Terdapat juga Camel Mild Intense Blue dan Camel Mild Option Yellow Kretek 12 propduksi PT. Karya Dibya Mahardhika dan Hero Casual Bold dari Hero Casual.

Selain yang beredar secara nasional, terdapat beberapa rokok yang peredarannya sangat kencang di daerah tertentu. Sejumlah rokok yang penjualannya kencang di daerah tertentu dengan produk baru setelah 2020 di antaranya adalah Gudang Baru Premium , Mozza, dan Super 57 Madjoe.

Beragam produk PT Panen Boyolali dengan merk Lodjie seperti Lodjie 99, Lodjie Ijo, rokok 169 produksi PR Sayap Bintang Sayap Insan Malang, Aroma Mile  dan Aroma Slim ( produksi PT A.T.I Kudus, Sukun Exective produksi PR Sukun Kudus  dan rokok Juara Ginseng produksi KT&G.

Ada juga Tabaco One produksi PR Jaleca Kudus dan rokok Raven produksi PT Trasentra Tobacco Kudus.

 

CNBC Indonesia Research

[email protected]

(saw/saw)
Tags

Related Articles

Most Popular
Recommendation