CNBC Indonesia Research

Subsidi BBM Dibatasi: Warga Miskin Bisa Makin Miskin

Revo M, CNBC Indonesia
12 July 2024 06:20
Warga antre untuk mendapatkan Bahan Bakar Minyak (BBM) jenis Pertalite di Jakarta, Senin (15/8/2022). Beberapa hari terakhir pengendara motor dan mobil harus mengantri cukup panjang untuk membeli Pertalite di SPBU Pertamina.  (CNBC Indonesia/ Tri Susilo)
Foto: Warga antre untuk mendapatkan Bahan Bakar Minyak (BBM) jenis Pertalite di Jakarta, Senin (15/8/2022). Beberapa hari terakhir pengendara motor dan mobil harus mengantri cukup panjang untuk membeli Pertalite di SPBU Pertamina.  (CNBC Indonesia/ Tri Susilo)

Jakarta, CNBC Indonesia - Pembatasan subsidi Bahan Bakar Minyak (BBM) subsidi rencannya akan dilakukan pada 17 Agustus 2024. Pembatasan BBM subsidi dinilai bisa semakin membenani masyarakat Indonesia yang tengah mengalami tekanan ekonomi.

Pembatasan BBM subsidi dimaksudkan agar penyaluran BBM subsidi lebih tepat sasaran. Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi (Menko Marves) Luhut Binsar Pandjaitan menyampaikan bahwa dengan adanya pembatasan pemberian BBM subsidi, diharapkan dapat menghemat keuangan negara yang selama ini tersedot cukup banyak.

Menurut Luhut, saat ini PT Pertamina (Persero) selaku badan usaha penyalur BBM bersubsidi tengah menyiapkan agar proses pembatasan BBM bersubsidi dapat segera berjalan dengan lancar.

Realisasi anggaran subsidi BBM pada paruh pertama tahun ini turun, atau lebih rendah dari realisasi yang sama tahun lalu.

Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengatakan, realisasi belanja subsidi sampai dengan semester I-2024 sebesar 7.164,2 ribu kilo liter, atau turun 0,05% dari periode yang sama tahun lalu sebesar 7.167,7 ribu kilo liter.

"Sedikit sekali mengalami penurunan," kata Sri Mulyani saat rapat kerja dengan Badan Anggaran (Banggar) DPR, Jakarta, Senin (8/7/2024).

Lebih lanjut, Sri Mulyani mengatakan, nilai realisasi subsidi dan kompensasi hingga semester I-2024 menjadi sebesar Rp155,7 triliun atau turun sebesar 3,8% dari realisasi yang sama pada tahun lalu sebesar Rp164,9 triliun.

Kendati mengalami penurunan, pemerintah tetap terus menjaga mengingat realisasi belanja subsidi terus mengalami kenaikan secara beruntun dari 2020 sebesar Rp196,23 triliun menjadi Rp269,6 triliun pada 2023. Realisasi BBM subsidi juga menjadi momok tahunan karena lebih banyak bengkak dibandingkan sesuai target.

Berdasarkan data Badan Pemeriksa Keuangan (BPK), realisasi belanja subsidi minyak solar pada dasarnya mengalami penurunan dari Rp27,28 triliun pada 2019 menjadi Rp10,12 triliun pada 2022.

Namun pada 2023, realisasi belanja subsidi minyak solar mengalami lonjakan yang signifikan menjadi Rp16,57 triliun atau naik 65%.

Pelemahan rupiah yang terjadi di tengah harga minyak dunia yang cukup tinggi berdampak pada subsidi yang diberikan pemerintah kepada masyarakat menjadi membengkak. Konsumsi BBM juga terus meningkat sejalan dengan bertambahnya populasi dan aktivitas ekonomi.

Ekonom INDEF Tauhid Ahmad mengusulkan agar orang yang menggunakan mobil pribadi, tidak diperbolehkan menggunakan BBM bersubsidi.

Pasalnya, dia menilai orang yang mampu membeli mobil untuk kebutuhan pribadi, tentu sudah bisa dianggap mampu secara ekonomi.

"Kalau mobil pribadi berarti sudah masyarakat mampu, seharusnya sudah tidak ada subsidi," kata Tauhid di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Rabu, (10/7/2024).

Tauhid menilai selama ini BBM bersubsidi memang banyak tidak tepat sasaran. Dia mengatakan seharusnya BBM bersubsidi hanya bisa dibeli oleh masyarakat miskin dengan dibuktikan oleh kartu identitas maupun jenis kendaraannya.

Lebih lanjut, Ekonom senior Faisal Basri menduga kebijakan ini dilakukan karena anggaran negara sudah tak mampu membiayai subsidi BBM. Dia menduga pembatasan ini adalah langkah awal pemerintah untuk menaikkan harga BBM bersubsidi.

"Ya kan sudah mulai, artinya pemerintah enggak mampu lagi menahan subsidi untuk tidak dinaikkan," kata Faisal dalam acara yang sama.

Faisal menyampaikan bahwa harga minyak saat ini di kisaran US$80 per barel. Namun, dia menduga pemerintah mengantisipasi harga minyak bisa naik lebih tinggi di tengah nilai tukar rupiah yang tengah melemah.

"Artinya sinyal kemungkinan besar pemerintah akan menaikkan harga BBM yang selama ini disubsidi, yaitu Pertalite dan Solar," kata dia.

Sebagai informasi, harga Solar subsidi Pertamina per Juli 2024 sebesar Rp6.800/liter. Sedangkan untuk Pertalite berada di angka Rp10.000/liter.

Pertalite dan Solar pada dasarnya diperuntukkan hanya bagi masyarakat yang kurang mampu dan para pelaku ekonomi yang secara output tentu diharapkan dapat menjadi penggerak roda perekonomian.

Subsidi yang diberikan terhadap Solar khususnya salah satunya bertujuan untuk menekan biaya produksi yang menjadi salah satu komponen pembentuk harga satuan barang. Selain itu masih banyak para nelayan yang masih bergantung akan kebutuhan Solar dalam melakukan usahnya. Namun faktanya, kedua komoditas BBM ini dinikmati oleh kalangan mampu dan tidak digunakan untuk sektor-sektor produktif.

Pembatasan Subsidi BBM dan Ancaman Daya Beli

Jika harga Pertalite dan Solar subsidi mengalami kenaikan, maka masyarakat dengan pendapatan rendah tentu akan semakin sulit untuk memenuhi kebutuhan akan BBM.

Kebutuhan akan BBM mempunyai porsi yang cukup besar khususnya dalam hal non makanan. Badan Pusat Statistik (BPS) per Maret 2024 menunjukkan bahwa porsi bensin sebesar 4,13% atau berada di posisi kedua setelah perumahan.

Di perkotaan, porsi bensin memang lebih besar dibandingkan di desa yang memberikan sumbangan hanya 3,9%. Kendati demikian, bagi di kota maupun di desa, kontribusi akan bensin tetap merupakan posisi kedua dalam komoditas non makanan.

Hal ini menunjukkan bahwa masyarakat memang membutuhkan bensin dalam kehidupannya sehari-hari sehingga demand akan bensin akan terus ada dan tetap terjaga. Oleh karena itu, mau tidak mau masyarakat akan mengusahakan sedemikian rupa untuk tetap mendapatkan bensin.

CNBC INDONESIA RESEARCH

[email protected]

(rev/rev)
Tags

Related Articles

Most Popular
Recommendation