Impor Eropa Anjlok 60%, Harga Batu Bara Lesu

Susi Setiawati, CNBC Indonesia
09 July 2024 07:20
Stock Pile batu bara PT Kaltim Prima Coal, Tanjung Bara, Kalimantan Timur. (CNBC Indonesia/Firda Dwi Muliawati)
Foto: (CNBC Indonesia/Firda Dwi Muliawati)

Jakarta, CNBC Indonesia - Harga batu bara turun setelah lonjakan signifikan dalam sepekan kemarin. Kembali terkoreksinya harga batu bara disebabkan oleh melemahnya permintaan di Eropa dan India hingga banyaknya negara yang meningkatkan penggunaan energi terbarukan.

Harga batu bara dunia pada Senin (8/7/2024) tercatat anjlok 1,05% di level US$136 per ton. Pelemahan ini mematahkan tren penguatan dalam pekan sebelumnya,

Melemahnya harga batu bara disebabkan oleh turunnya permintaan dari Eropa dan India karena musim hujan di India hingga penggunaan sumber energi alternatif.

Dikutip dari Montel News menggunakan data Kpler menunjukkan pengiriman batu bara termal ke Eropa diperkirakan hanya mencapai 10,5 juta ton pada Januari-Juni 2024. Jumlah tersebut anjlok 60% atau lebih dari 16 juta ton dibanding periode yang sama tahun lalu (year on year/yoy).

"Demand Eropa untuk batu bara termal tetap lemah secara fundamental dan kami tidak mengharapkan adanya peningkatan berkelanjutan di pasar hingga kuartal keempat," kata Alexis Ellender, analis utama dry bulk terkemuka di Kpler, kepada Montel.

"Konsumsi energi yang rendah secara musiman, dipadu dengan produksi tenaga surya dan angin yang tinggi, terus mengurangi permintaan untuk bahan bakar termal." imbuhnya.

Belanda - di mana terminal impor besar di Rotterdam dan Amsterdam mengelola batu bara untuk pengiriman melalui kereta api dan sungai ke Jerman dan negara-negara pedalaman lainnya - tetap menjadi tujuan impor batu bara terbesar. Mereka mengimpor 4,9 juta ton pada Januari-Juni. Jumlah ini turun 46% dibandingkan tahun sebelumnya. Jerman berada di urutan berikutnya, mengimpor 1,9 juta ton selama enam bulan tersebut, diikuti oleh Spanyol, dengan 0,85 juta ton.

Dari sisi pasokan, Kolombia menjadi pemasok terbesar, mengirimkan 3,7 juta ton, diikuti oleh Amerika Serikat dengan 2 juta ton dan Afrika Selatan dengan 1,8 juta ton.

Oleh karena itu, stok batu bara di terminal impor Amsterdam, Rotterdam, dan Antwerp (ARA) rata-rata 5,5 juta ton selama enam bulan tersebut, dibandingkan dengan 6 juta ton pada periode yang sama tahun 2023.

Sementara itu, S&P menjelaskan pergerakan harga batu bara akan dipengaruhi oleh permintaan dari sektor energi saat Tiongkok yang mempersiapkan diri untuk cuaca ekstrem dan India menghadapi hambatan logistik musim hujan. 

Dikutip dari Business Standard, impor batu bara India meningkat 5,3%  menjadi 52,29 juta ton pada April-Mei 2024. Namun, impor batu bara pada Mei turun sedikit menjadi 26,19 juta ton, dari 26,57 juta ton tahun sebelumnya. 

Menurut MD dan CEO mjunction, Vinaya Varma, permintaan untuk impor diperkirakan tetap rendah dalam beberapa minggu mendatang akibat musim hujan, sementara pertumbuhan produksi di pasar domestik diperkirakan tetap sehat.

Sementara itu, Jepang harus menghentikan penggunaan tenaga batu bara pada tahun 2035.

Sejumlah perusahaan dan organisasi nonpemerintah telah mengatakan, mendesak pemerintah untuk lebih ambisius dalam mempercepat transisi energinya. Jepang dapat melipatgandakan kapasitas energi terbarukannya dan bertujuan untuk menghentikan penggunaan tenaga batu bara pada tahun 2035.

Jepang menjadi satu-satunya negara kelompok tujuh yang tidak memiliki tenggat waktu untuk menghentikan penggunaan bahan bakar kotor tersebut, saat ini menggunakan batu bara untuk menghasilkan sepertiga listriknya. Negara tersebut berpotensi untuk meningkatkan energi terbarukan dalam bauran listriknya menjadi antara 65% dan 80%, menurut Japan Climate Initiative.

Untuk mengurangi gas rumah kaca hingga 66% atau lebih dibandingkan dengan tingkat tahun 2013 pada tahun 2035, negara tersebut harus memenuhi komitmen internasionalnya sebagai anggota G7 untuk sepenuhnya atau sebagian besar mendekarbonisasi sektor kelistrikan pada tahun 2035, menurut kelompok tersebut dalam sebuah surat yang dipublikasikan di situs webnya.

CNBC Indonesia Research

[email protected]

(saw/saw)
Tags

Related Articles

Most Popular
Recommendation