
Investor Makin Sadis Minta Cuan ke Kantor Sri Mulyani

Jakarta, CNBC Indonesia - Efek suku bunga tinggi bisa membebani biaya bunga utang pemerintah ke depan. Tingginya beban bunga utang ke depan setidaknya tercermin dari semakin tingginya yield atau imbal hasil yang diminta investor saat lelang Surat Berharga Negara (SBN).
Kenaikan imbal hasil SBN di lelang mengikuti pergerakan yang terjadi di pasar sekunder serta internasional, terutama Amerika Serikat (AS). Imbal hasil US Treasury tenor 10 tahun dengan cepat melonjak dari 3,9% pada awal 2024 menjadi 4,3% pada perdagangan kemarin, Rabu (26/6/2024).
Lonjakan imbal hasil US Treasury ini memaksa negara-negara lain untuk menawarkan imbal hasil yang tinggi pula agar investor tidak lari ke AS. Imbal hasil SBN di pasar sekunder pun ikut melonjak menjadi 7,08% pada perdagangan kemarin dari 6,9% pada awal tahun.
Berdasarkan data Ditjen Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko (DJPPR), pada lelang Surat Utang Negara (SUN) menunjukkan kenaikan yield yang cukup signifikan dari awal tahun hingga lelang terakhir pada Selasa lalu (25/6/2024). Sebagai catatan, lelang SBN adalah pasar perdana dalam penjualan SBN di mana investor bisa meminta atau melakukan bid imbal hasil yang diinginkan secara langsung kepada pemerintah saat membeli SBN.
Jika melihat pada tabel di bawah ini, tercermin kenaikan yield tertinggi terjadi pada surat uang seri benchmark tenor 10 tahun (FR100). Pada lelang Selasa lalu, imbal hasil obligasi 10 tahun yang diminta investor mencapai 7,27% yang tertinggi dan terendah 7,07%. Yield rata-rata tertimbang yang dimenangkan adalah 7,09%.
Sebagai perbandingan, yield tertinggi yang diminta investor pada lelang pertama tahun ini untuk SBN tenor 10 tahun adalah 6,75% dan terendah adalah 6,58%. Yield rata-rata tertimbang yang dimenangkan adalah 6,62%.
Imbal hasil yang dimenangkan untuk tenor 10 tahun bahkan jauh di atas asumsi imbal hasil SBN tenor 10 tahun dalam APBN 2024 yang ditetapkan 6,7%.
Hal serupa juga terjadi pada seri tenor 5 tahun dan 30 tahun, meskipun tidak setinggi kenaikan pada seri benchmark.
Yield yang meningkat ini tentunya akan membebani pemerintah ke depan karena pemerintah harus membayar ongkos pinjaman yang lebih mahal. Kondisi ini bisa memberikan dampak bagi ruang APBN semakin menyempit.
Pasalnya, dalam APBN 2024 alokasi belanja pemerintah untuk pembayaran bunga utang sudah mencapai 20,2%. Porsi ini bahkan melampaui porsi belanja pegawai yang mencapai 19,6% sebagai komponen yang sempat menduduki porsi terbesar belanja negara pada 2023.
Hal ini sepatutnya menjadi sinyal bahwa kenaikan suku bunga yang berimplikasi pada melambungnya beban bunga utang telah menjadi sinyal beban keuangan yang mengerus belanja negara.
Sebagai catatan untuk rasio utang pemerintah terhadap PDB per akhir tahun lalu mencapai 38,59%. Rasio utang ini memang masih terbilang cukup baik, karena masih di bawah ambang batas yang ditentukan Undang-Undang sebesar 60%.
Sebagai catatan, nilai total utang pemerintah Indonesia sudah mencapai Rp8.144,69 triliun per tanggal 31 Desember 2023.
CNBC INDONESIA RESEARCH
(tsn/tsn)