Dampak El Nino Ngeri: Peru Resesi - Demam Berdarah Menggila

Chandra Dwi, CNBC Indonesia
26 June 2024 17:35
Seorang wanita mengibarkan bendera Peru saat protes anti-pemerintah di Lima, Peru, Jumat, 20 Januari 2023. Para pengunjuk rasa menuntut pengunduran diri Presiden Dina Boluarte, pembebasan Presiden terguling Pedro Castillo dari penjara, dan pemilihan umum segera. (Foto AP/Guadalupe Pardo)
Foto: AP/Guadalupe Pardo

Jakarta, CNBC Indonesia - Ancaman fenomena anomali cuaca El Nino tidak bisa dianggap remeh. Peru memberi pelajaran pahit bagaimana dampak El Nino bisa menghancurkan ekonomi dan menyeret negara tersebut ke jurang resesi.

Peru merupakan salah satu negara berkembang yang merupakan bagian dari pantai barat Amerika Selatan. Negara ini sering terkena dampak arus El Niño dan La Niña yang khususnya dapat menimbulkan masalah bagi masyarakatnya yang menggunakan laut sebagai sumber pendapatan utama

Terdapat bukti bahwa peristiwa El Niño di Peru sejak tiga belas ribu tahun yang lalu dan diperkirakan bahwa salah satu alasan pemilihan ketinggian pemukiman Inca pada tahun 1400-an adalah untuk menghindari banjir di dataran dan gurun yang dapat terjadi pada tahun El Niño.

El Niño sendiri berasal dari bahasa Spanyol yang artinya "anak laki-laki". El Niño awalnya digunakan untuk menandai kondisi arus laut hangat tahunan yang mengalir ke arah selatan di sepanjang pesisir Peru dan Ekuador saat menjelang natal.

Kondisi yang muncul berabad-abad lalu ini dinamai oleh para nelayan Peru sebagai El Niño de Navidad yang disamakan dengan nama Kristus yang baru lahir.

Menghangatnya perairan di wilayah Amerika Selatan ini ternyata berkaitan dengan anomali pemanasan lautan yang lebih luas di Samudera Pasifik bagian timur, bahkan dapat mencapai garis batas penanggalan internasional di Pasifik tengah.

 

Fenomena El Niño akan membawa hujan lebat dan banjir ke pantai utara Peru, sementara periode kekeringan akan terjadi di selatan. Peristiwa ini, yang terjadi dalam konteks perubahan iklim, meningkatkan kerentanan negara dalam pencegahan, pengendalian dan pengurangan kerusakan.

Pada pertengahan Januari lalu, hujan dampak El Niño menyebabkan tanah longsor dan meluapnya sungai di beberapa wilayah di Peru.

Pemerintah Peru saat itu pun langsung memberlakukan keadaan darurat di beberapa distrik di Peru akibat dampak El Niño. Pusat Perkembangan Anak (CDC) Peru mempunyai rencana pencegahan bencana dan berkoordinasi dengan pemerintah setempat untuk melihat kebutuhan relokasi bagi peserta yang terkena dampak dan keluarga mereka.

Beberapa gereja lokal saat itu dibuka sebagai tempat penampungan sementara bagi mereka yang terkena dampak bencana tersebut.

Topan Yaku hadir di Pasifik Selatan di lepas pantai Peru dan Ekuador, tempat terjadinya telah berdampak pada beberapa provinsi di kedua negara, membawa curah hujan yang menyebabkan banjir dan meluapnya sungai. (Foto AP/Guadalupe Pardo)Foto: AP/Guadalupe Pardo
Topan Yaku hadir di Pasifik Selatan di lepas pantai Peru dan Ekuador, tempat terjadinya telah berdampak pada beberapa provinsi di kedua negara, membawa curah hujan yang menyebabkan banjir dan meluapnya sungai. (Foto AP/Guadalupe Pardo)

 

CDC mengunjungi rumah-rumah dan memanfaatkan dana bantuan bencana untuk mendukung mereka yang terkena dampak berupa makanan, kasur, tempat tidur, peralatan makanan, pakaian dan bahan perbaikan rumah.

El Nino Buat Peradaban Suku Inca dan Moche Musnah

Sejarah mencatat, sebelum musim 2023-2024, dalam 30 tahun terakhir terdapat dua peristiwa El Nino ekstrem.

Tanda-tanda kimiawi dari lautan yang lebih hangat dan peningkatan curah hujan telah terdeteksi pada sampel karang dan indikator paleoklimatologi lainnya sejak Zaman Es terakhir. Pola perubahan air dan angin ini telah berlangsung selama puluhan ribu tahun.

Ilmuwan bumi, sejarawan, dan arkeolog berteori bahwa El Nino berperan dalam kehancuran atau gangguan beberapa peradaban kuno di Amerika Selatan, termasuk Moche dan Inca.

Adapun sejarah El Nino pertama yang tercatat dimulai pada periode 1500-an, ketika pelayar Eropa mencapai dunia baru dan bertemu dengan budaya asli Amerika.

Penelitian sejarah menunjukkan, penaklukan Spanyol atas suku Inca dan Peru mungkin disebabkan oleh kondisi El Nino.

Ketika Francisco Pizarro pertama kali berlayar dari Panama menyusuri pantai barat Amerika Selatan pada tahun 1524, kemajuannya melambat dan akhirnya terhenti oleh angin selatan dan tenggara yang terus-menerus, mengikuti pola arus pantai yang mengalir ke utara.

Ahli Geografi, Cesar Caviedes melalui buku El Nino in History yang ditulisnya mengungkapkan, Pizarro baru berhasil mencapai pesisir lebih jauh mengikuti angin timur laut yang menguntungkan pada 1524-1526.

Ketika Pizarro kembali pada 1531-1532, kapal-kapalnya bergegas menyusuri pantai, kembali terdesak oleh angin timur laut yang kuat seperti yang terjadi pada tahun-tahun El Nino.

Begitu pasukan Spanyol bergerak ke pedalaman, mereka menemukan gurun yang subur, sungai yang meluap, dan curah hujan di wilayah Peru dan Ekuador yang biasanya gersang.

Udara lembab dan tanah lembab memungkinkan para penjajah untuk melanjutkan perjalanan panjang mereka dan menghindari pemukiman Inca dalam perjalanan untuk membangun pijakan di negara tersebut.

El Nino Menenggelamkan Peru ke Resesi 2024, Wabah Demam Berdarah Merajalela

Dampak buruk fenomena iklim El Niño mempengaruhi pertumbuhan ekonomi Peru pada 2023 dan membawa kerusakan pada sektor pertanian yang menurut para ahli mengalami penurunan terparah sejak tahun 1992.

Bahkan, ahli meteorologi memperkirakan bahwa dampak buruknya akan berlangsung hingga tahun 2024.Menurut perkiraan, Amerika Selatan khususnya akan mengalami dampak negatif ekonomi dan sosial. Di Peru, miliaran dolar diperkirakan akan hilang dalam industri perikanan, sebuah sektor yang sangat rentan terhadap fenomena El Niño.

Tak hanya kali ini saja Peru dilanda El Nino yang dapat mengancam industri perikanan Peru. Di abad ke-20, setidaknya sebanyak 26 El Niño tercatat dan masing-masing membawa dampak tersendiri dan menimbulkan imbas buruk pada perekonomian, termasuk di Peru.

Peristiwa lain yang terjadi pada tahun 1965-1966 menghancurkan pasar guano (pupuk) di Peru dan juga mendorong penggunaan kedelai untuk pakan ternak (sebagai pengganti tepung ikan). Tahun-tahun berikutnya, El Nino membawa dampak negatif bagi sektor perikanan.

Perikanan menjadi sektor utama Peru. Menurut ahli geografi di Callahan dan Dartmouth College, Justin Mankin, perikanan di lepas pantai Peru menjadi salah satu yang paling produktif di dunia.

Biasanya, air dingin yang kaya nutrisi muncul ke permukaan dan mendorong berkembangnya kehidupan laut, khususnya ikan teri.

Nelayan memuat ikan di atas kotak, setelah pencemaran tumpahan minyak yang disebabkan oleh gelombang abnormal yang dipicu oleh letusan gunung berapi bawah laut besar-besaran di belahan dunia lain di Tonga, di Ancon, Lima, Peru, 21 Januari 2022. (REUTERS/PILAR OLIVARES)Foto: Nelayan memuat ikan di atas kotak, setelah pencemaran tumpahan minyak yang disebabkan oleh gelombang abnormal yang dipicu oleh letusan gunung berapi bawah laut besar-besaran di belahan dunia lain di Tonga, di Ancon, Lima, Peru, 21 Januari 2022. (REUTERS/PILAR OLIVARES)
Nelayan memuat ikan di atas kotak, setelah pencemaran tumpahan minyak yang disebabkan oleh gelombang abnormal yang dipicu oleh letusan gunung berapi bawah laut besar-besaran di belahan dunia lain di Tonga, di Ancon, Lima, Peru, 21 Januari 2022. (REUTERS/PILAR OLIVARES)

 

Namun sayangnya, dengan adanya El Nino, maka air dalam mengalami kenaikan (upwelling) dan bersuhu hangat, sehingga sektor perikanan Peru bisa sangat terpukul akibat adanya El Nino.

"Saat El Niño, air dalam cenderung naik dan dibatasi oleh air hangat yang berada di puncak Pasifik, jadi perikanan tersebut bisa sangat terpukul akibat peristiwa ini," ujar Mankin, dikutip dari The Journalist Resources.

Semakin lama El Niño berlangsung maka semakin besar pula kerusakan ekosistem laut. Perubahan suhu air mempengaruhi perkembangan plankton, ukuran populasi ikan, dan akibatnya, keuntungan penangkapan ikan.

Hal ini merupakan permasalahan di Peru, karena penangkapan ikan merupakan salah satu industri terpenting, dan perikanan lokal dianggap sebagai industri terkaya di dunia. Ikan teri Peru, makarel, dan sarden terutama ditangkap di perairan lepas pantai barat Amerika Selatan.

Ikan teri adalah ikan yang paling layak komersial di dunia, dengan antara 6 dan 11 juta ton ditangkap setiap tahunnya di Peru dan Chili. Menurut laporan FAO, kerugian industri perikanan akibat El Niño mencapai 0,9 juta ton pada setiap musim.

El Niño pada tahun 1972-1973 secara efektif membinasakan populasi ikan teri di Peru sehingga jutaan burung laut yang memakan ikan teri tersebut mati, dan seluruh perekonomian Peru berada dalam krisis.

Salah satu peristiwa El Niño yang paling parah terjadi antara tahun 1997-1998, dan secara global menyebabkan kerugian ekonomi yang diperkirakan mencapai US$ 5,7 triliun. Akibatnya, pembangunan ekonomi Peru turun 6,2%. Sejak 2016 silam, ekonomi Peru mengalami pertumbuhan ekonomi sebanyak sepuluh kali. Dapat dikatakan bahwa Peru sudah mengalami resesi beberapa kali sejak 2016.

Massa aksi anti-pemerintah di Peru terlibat bentrok dengan petugas pengamanan. (REUTERS/SEBASTIAN CASTANEDA)Foto: Massa aksi anti-pemerintah di Peru terlibat bentrok dengan petugas pengamanan. (REUTERS/SEBASTIAN CASTANEDA)
Massa aksi anti-pemerintah di Peru terlibat bentrok dengan petugas pengamanan. (REUTERS/SEBASTIAN CASTANEDA)

 

Tak hanya itu saja, dari data indeks harga konsumen (IHK) sejak 2016, Peru mengalami deflasi sebanyak 16 kali. Terakhir pada Mei lalu, deflasi Peru mencapai 0,09%. Meski begitu, Inflasi mendekati target berkat pengetatan kebijakan moneter yang tegas dari BCRP, bank sentral Peru.

Bagi beberapa negara, seperti Peru, El Niño tidak hanya berarti keuntungan yang belum direalisasikan, namun dapat membuat pertumbuhan ekonomi secara keseluruhan menyusut pada tahun-tahun berikutnya.

Dampak EL Nino sangat terasa kepada ekonomi Indonesia dalam dua tahun terakhir. Akibat industri perikanan yang jatuh dan bencana yang berkepanjangan, ekonomi Peru sudah terkontraksi selama lima kuartal terakhir bila dilihat quartal to quartal. Artinya, Peru sudah terjebak hampir setahun.


Tak hanya itu, ElNino menyeret Peru ke dalam wabah epidemi demam berdarah terburuk dalam sejarah. 

Perumelaporkan sekitar 271,733 kasus demam berdarah pada 2023. Jumlah tersebut melonjak dibandingkan 63,168 kasus pada 2022. Wabah demam berdarah belum juga berakhir pada tahun ini. Pada Maret 2024, Peru bahkan mengumumkan kondisi darurat akibat lonjakan korban demam berdarah. Jumlah kasus menembus 17.985 hingga Maret 2024.

CNBC INDONESIA RESEARCH

[email protected]

(chd/chd)
Tags

Related Articles

Most Popular
Recommendation