
Mirip di Era Jokowi, IHSG & Rupiah Nelangsa di Masa Transisi Prabowo

Jakarta, CNBC Indonesia - Perjalanan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) dan rupiah setelah pemilihan umum (Pemilu) 2024 justru semakin buruk. Dalam rentang tiga bulan setelah penetapan Komisi Pemilihan Umum (KPU) mengenai pemenang pemilu, IHSG dan rupiah justru semakin ambruk.
Sejak KPU menetapkan hasil pemilu dan pemilihan presiden 2024 pada Rabu (20/3/2024) hingga hari kemarin, Rabu (26/6/2024), IHSG sudah melemah 5,8% ke posisi 6.905,64. sementara rupiah ambruk 4,2%.
Robohnya fondasi IHSG dan rupiah salah satunya disebabkan didorong oleh keluarnya investor asing yang cemas akan kebijakan pemerintahan baru RI yang akan dipimpin oleh presiden terpilih Prabowo Subianto beserta wakil presiden terpilih Gibran Rakabuming Raka.
Hal ini mendorong turunnya peringkat IHSG di level Asia Tenggara, yang berada di posisi 5 dari 6 negara utama. Kemudian, di tingkat Asia-Pasifik, IHSG menempati posisi 12 dari 13 negara utama. Sementara, di tataran dunia, IHSG menghuni ranking 33 dari 36 negara utama.
Investor khawatir dengan rencana kerja pemerintahan Prabowo-Gibran yang ekspansif. Kondisi ini bisa berdampak pada pelebaran defisit anggaran ke ambang batas 3% dari Produk Domestik Bruto (PDB) dan rasio utang sebesar 60% dari PDB.
Pada akhir tahun 2023 total utang pemerintah RI tercatat Rp8.144,69 triliun, dan rasio utang pemerintah setara 38,59% dari total produk domestik bruto (PDB).
Kekhawatiran ini sebenarnya sudah dijawab oleh Menteri Keuangan Sri Mulyani dan tim Prabowo.
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati Tim Gugus Tugas Sinkronisasi Pemerintahan Prabowo-Gibran Rakabuming Raka,Thomas Djiwandono dalam konferensi pers di Kantor Pusat Direktorat Jenderal Pajak, Senin (24/6/2024) menegaskan jika Rancangan Anggaran dan Pendapatan Belanja Negara (RAPBN) 2025 akan tetap dikelola hati-hati dan dijaga keberlanjutannya oleh pemerintah berikutnya Prabowo Subianto.
Defisit akan tetap di bawah 3% dari Produk Domestik Bruto (PDB) dan rasio utang terhadap PDB akan di bawah 60% sesuai yang diatur Undang-Undang. Kendati demikian, IHSG dan rupiah tetap melemah.
Pelemahan rupiah dan IHSG saat ini atau tiga bulan setelah penetapan KPU berbanding terbalik dengan kondisi pasca pilpres ataupun setelah penetapan.
IHSG menguat 0,1% ke posisi 7.338,35 pada perdagangan Kamis (21/3/2024) atau sehari setelah penetapan hasil pemilu. Rupiah juga ditutup menguat 0,35% di angka Rp15.655/US$. Posisi ini merupakan yang terkuat sejak 15 Maret 2024.
IHSG bahkan melonjak 1,30% ke 7303,28 pada perdagangan 15 Februari 2024 atau sehari setelah pilpres dan hasil real count terlihat.
Namun, kondisi melemahnya rupiah dan IHSG menjelang pelantikan tak hanya dialami Prabowo. Joko Widodo (Jokowi) pun mengalami hal yang sama.
Pilpres putaran II digelar pada 9 Juli 2014 dan hasil real count sudah terlihat pada 10 Juli 2014 sementara hasil pilpres secara resmi ditetapkan KPU pada 22 JUli 2014.
IHSG langsung terbang 1,46% dan rupiah menguat 0,43% sehari setelah pilpres putaran II digelar. atau pada 10 Juli 2014.
Sehari setelah penetapan KPU atau pada 23 Juli 2014, IHSG naik tipis 0,2% dan rupiah menguat 0,83%.
Namun, jika dilihat dari rentang tiga bulan setelah penetapan KPU atau membandingkan kondisi penutupan market saat hari penetapan KPU dan tiga bulan setelahnya, IHSG dan rupiah sama-sama jatuh di masa Prabowo dan Jokowi.
Tiga bulan setelah penetapan KPU atas kemenangan Prabowo atau pada 20 Juni 2024 dibandingkan hari penetapan KPU, IHSG ambruk 6,98% dan rupiah jatuh 4,35%. Tiga bulan setelah penetapan KPU atas kemenangan Jokowi atau 22 Oktober 2014, IHSG melemah 0,18% dan rupiah terpuruk 3,49%.
Adanya perubahan gerak IHSG dan rupiah usai pilpres dan penetapan KPU menjelang pelantikan menunjukkan jika sentimen pilpres tidak akan berlangsung selamanya. Ada banyak faktor yang membayangi IHSG dan rupiah, baik dari eksternal atau internal.
Faktor pemberat IHSG dan rupiah menjelang pelantikan Jokowi datang dari normalisasi kebijakan suku bunga di Amerika Serikat (AS), bengkaknya defisit transaksi berjalan, melemahnya ekonomi Tiongkok, hingga wait and see investor menunggu susunan kabinet baru.
Sementara itu, pelemahan IHSG dan rupiah saat ini dipicu oleh belum jelasnya kebijakan suku bunga di AS serta kekhawatiran investor akan kebijakan fiskal pemerintahan Prabowo.