
RI Kasih Cuti Melahirkan 6 Bulan, 2 Negara Ini Beri 1 Tahun Lebih

Jakarta, CNBC Indonesia - Cuti bagi ibu yang melahirkan menjadi pembahasan yang cukup hangat belakangan ini. Pasalnya para ibu memiliki kesempatan untuk mendapatkan cuti hingga enam bulan.
Sebelumnya, Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) telah mengesahkan Rancangan Undang-undang (RUU) Kesejahteraan Ibu dan Anak (KIA) menjadi Undang-undang (UU), Selasa (4/6/2024). Sebanyak sembilan fraksi di DPR mengatakan setuju atas pengesahan RUU tersebut.
Dengan demikian, ibu pekerja berhak mendapatkan cuti paling lama enam bulan. Sebelumnya dalam UU Ketenagakerjaan Pasal 82 ayat 2, ibu pekerja hanya bisa paling lama cuti bersalin paling lama tiga bulan.
Selain itu, suami yang mendampingi istri selama persalinan juga berhak mendapatkan cuti, yakni dua hari dan tambahan tiga hari berikutnya atau sesuai kesepakatan pemberi kerja.
Bagi suami yang mendampingi istri yang mengalami keguguran berhak mendapat cuti selama dua hari.
Melalui RUU yang sudah sah menjadi UU ini, pemerintah akan menjamin hak-hak anak selama fase seribu hari pertama kehidupan hingga menetapkan kewajiban keluarga, termasuk ibu dan ayah.
"Suami wajib memberikan kesehatan, gizi, dukungan pemberian air susu ibu, dan memastikan istri dan anak mendapatkan pelayanan kesehatan dan gizi," kata Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (MenPPPA), Bintang Puspayoga, dikutip dari laman resmi KemenPPPA.
"Meringankan beban ibu dan terciptanya lingkungan yang ramah ibu dan anak, baik di keluarga, di tempat kerja, maupun di ruang publik merupakan prasyarat penting kesejahteraan ibu dan anak pada fase seribu hari pertama kehidupan," sambungnya.
Cuti melahirkan yang dibayar ini tidak hanya terjadi di Indonesia, melainkan di luar negeri juga.
Berdasarkan Organisasi untuk Kerja Sama Ekonomi dan Pembangunan (OECD) dalam laporan 2024, menunjukkan bahwa rata-rata di negara-negara OECD, para ibu berhak atas cuti hamil berbayar selama kurang dari 19 minggu sekitar persalinan.
Sejalan dengan kedua konvensi International Labour Organization (ILO) tentang maternitas cuti hamil dan arahan Uni Eropa (UE) saat ini mengenai cuti melahirkan, hampir semua negara OECD menyediakan cuti bagi ibu cuti minimal 14 minggu menjelang persalinan; pengecualian utama adalah Amerika Serikat (AS), yang merupakan satu-satunya OECD negara untuk tidak memberikan hak hukum atas cuti yang dibayar secara nasional.
Lebih lanjut, mayoritas negara-negara OECD memberikan pembayaran yang menggantikan lebih dari 50% pendapatan sebelumnya, dan 16 negara OECD menawarkannya seorang ibu rata-rata mendapat kompensasi penuh atas cuti melahirkan.
Tarif pembayaran paling rendah diIrlandia dan Inggris, dimana kurang dari sepertiga pendapatan rata-rata brutonya digantikan olehtunjangan kehamilan.
Akibatnya, meskipun hak cuti hamil panjang, upah penuh tetap dibayar cuti melahirkan di negara-negara ini masing-masing hanya berlangsung selama enam dan dua belas minggu.
Berikut ini daftar negara dengan durasi cuti melahirkan terlama.
CNBC INDONESIA RESEARCH
(rev)